Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah di dalam Lamhah ‘anil Firaq Adh-Dhallah berkata,
الۡفِرۡقَةُ الثَّانِيَةُ الۡخَوَارِجُ
وَهُمُ الَّذِينَ خَرَجُوا عَلَى وَلِيِّ الۡأَمۡرِ فِي آخِرِ عَهۡدِ عُثۡمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ وَنَتَجَ عَنۡ خُرُوجِهِمۡ قَتۡلُ عُثۡمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ.
Mereka adalah orang-orang yang memberontak kepada pemimpin di akhir masa ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu dan dari pemberontakan mereka terjadilah pembunuhan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu.
ثُمَّ فِي خِلَافَةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ زَادَ شَرُّهُمۡ، وَانۡشَقُّوا عَلَيۡهِ، وَكَفَّرُوهُ، وَكَفَّرُوا الصَّحَابَةَ؛ لِأَنَّهُمۡ لَمۡ يُوَافِقُوهُمۡ عَلَى مَذۡهَبِهِمۡ، وَهُمۡ يَحۡكُمُونَ عَلَى مَنۡ خَالَفَهُمۡ فِي مَذۡهَبِهِمۡ أَنَّهُ كَافِرٌ، فَكَفَّرُوا خَيۡرَةَ الۡخَلۡقِ وَهُمۡ صَحَابَةُ رَسُولِ اللهِ ﷺ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهُمۡ لَمۡ يُوَافِقُوهُمۡ عَلَى ضَلَالِهِمۡ وَعَلَى كُفۡرِهِمۡ.
Kemudian pada kekhalifahan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, kejelekan mereka bertambah, mereka memisahkan diri kepadanya, mereka mengafirkannya, dan mengafirkan para sahabat; karena para sahabat tidak menyepakati mazhab mereka. Mereka menghukumi orang yang menyelisihi mazhab mereka bahwa dia kafir, sehingga mereka mengafirkan manusia terbaik, yaitu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengapa? Karena para sahabat tidak sepakat terhadap kesesatan dan pengafiran mereka.
وَمَذۡهَبُهُمۡ: أَنَّهُمۡ لَا يَلۡتَزِمُونَ بِالسُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ، وَلَا يُطِيعُونَ وَلِيَّ الۡأَمۡرِ، وَيَرَوۡنَ أَنَّ الۡخُرُوجَ عَلَيۡهِ مِنَ الدِّينِ، وَأَنَّ شَقَّ الۡعَصَا مِنَ الدِّينِ عَكَسَ مَا أَوۡصَى بِهِ الرَّسُولُ ﷺ مِنۡ لُزُومِ الطَّاعَةِ وَعَكَسَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ فِي قَوۡلِهِ: ﴿أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ ۖ﴾.
Mazhab mereka adalah tidak menetapi sunah dan jemaah. Mereka tidak menaati penguasa. Mereka berpandangan bahwa memberontak kepada mereka adalah bagian dari agama dan mematahkan tongkat ketaatan adalah termasuk agama[1]. Hal itu berkebalikan dengan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap taat.
Juga bertolak belakang dengan perintah Allah dalam firman-Nya, “Taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada Rasul dan para pemegang kekuasaan di antara kalian.” (QS. An-Nisa`: 59).
اللهُ – جَلَّ وَعَلَا – جَعَلَ طَاعَةَ وَلِيِّ الۡأَمۡرِ مِنَ الدِّينِ، وَالنَّبِيُّ ﷺ جَعَلَ طَاعَةَ وَلِيِّ الۡأَمۡرِ مِنَ الدِّينِ قَالَ ﷺ: (أُوصِيكُمۡ بِتَقۡوَى اللهِ وَالسَّمۡعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنۡ تَأَمَّرَ عَلَيۡكُمۡ عَبۡدٌ، فَإِنَّهُ مَنۡ يَعِشۡ مِنۡكُمۡ فَسَيَرَى اخۡتِلَافًا كَثِيرًا..).
Allah jalla wa ‘ala menjadikan ketaatan kepada penguasa termasuk agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan ketaatan kepada penguasa termasuk agama ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak, karena siapa saja di antara kalian yang masih hidup akan melihat banyak perselisihan.” (H.R. Abu Dawud nomor 4607 dan Ad-Darimi).
فَطَاعَةُ وَلِيِّ الۡأَمۡرِ الۡمُسۡلِمِ مِنَ الدِّينِ. “وَ الۡخَوَارِجُ” يَقُولُونَ: لَا، نَحۡنُ أَحۡرَارٌ. هَٰذِهِ طَرِيقَةُ الثَّوۡرَاتِ الۡيَوۡمَ.
Jadi taat kepada penguasa adalah bagian dari agama. Adapun khawarij mereka mengatakan, “Tidak, kami bebas.” Inilah cara revolusi di hari-hari ini.
فَـ “الۡخَوَرِاجُ” الَّذِينَ يُرِيدُونَ تَفۡرِيقَ جَمَاعَةِ الۡمُسۡلِمِينَ، وَشَقَّ عَصَا الطَّاعَةِ، وَمَعۡصِيَةَ اللهِ وَرَسُولِهِ فِي هَٰذَا الۡأَمۡرِ، وَيَرَوۡنَ أَنَّ مُرۡتَكِبَ الۡكَبِيرَةِ كَافِرٌ.
Jadi khawarij adalah orang-orang yang ingin memecah persatuan kaum muslimin, mematahkan tongkat ketaatan, menentang Allah dan Rasul-Nya dalam urusan ini, dan mereka berpandangan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir.
وَمُرۡتَكِبُ الۡكَبِيرَةِ هُوَ: الزَّانِي – مَثَلًا -، وَالسَّارِقُ، وَشَارِبُ الۡخَمۡرِ؛ يَرَوۡنَ أَنَّهُ كَافِرٌ، فِي حِينِ أَنَّ أَهۡلَ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ يَرَوۡنَ أَنَّهُ “مُسۡلِمٌ نَاقِصُ الۡإِيمَانِ” وَيُسَمُّونَهُ بِالۡفَاسِقِ الۡمِلِّي؛ فَهُوَ “مُؤۡمِنٌ بِإِيمَانِهِ فَاسِقٌ بِكَبِيرَتِهِ”، لِأَنَّهُ لَا يُخۡرِجُ مِنَ الۡإِسۡلَامِ إِلَّا الشِّرۡكُ أَوۡ نَوَاقِضُ الۡإِسۡلَامِ الۡمَعۡرُوفَةُ، أَمَّا الۡمَعَاصِي الَّتِي دُونَ الشِّرۡكِ؛ فَإِنَّهَا لَا تُخۡرِجُ مِنَ الۡإِيمَانِ، وَإِنۡ كَانَتۡ كَبَائِرَ، قَالَ اللهُ – تَعَالَى -: ﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ﴾ [سورة النساء آية: ٤٨].
Pelaku dosa besar, contohnya: pezina, pencuri, peminum khamar; khawarij berpandangan bahwa dia ini kafir. Sementara ahli sunah wal jamaah berpandangan bahwa dia itu muslim yang kurang imannya[2] dan mereka menamakannya al-fasiq al-milli (orang fasik yang masih di dalam agama Islam) jadi dia orang mukmin dengan keimanannya fasik dengan dosa besarnya karena tidak ada yang mengeluarkan dari Islam kecuali syirik atau pembatal Islam yang sudah dikenal. Adapun maksiat di bawah kesyirikan, maka hal itu tidak mengeluarkan dari keimanan walau kemaksiatan itu adalah dosa besar.
Allah taala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan dan Allah mengampuni dosa di bawah itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (Q.S An-Nisa`: 48).
وَ “الۡخَوَارِجُ” يَقُولُونَ: مُرۡتَكِبُ الۡكَبِيرَةِ كَافِرٌ، وَلَا يُغۡفَرُ لَهُ، وَهُوَ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ. وَهَٰذَا خِلَافُ مَا جَاءَ فِي كِتَابِ اللهِ – سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى -.
وَالسَّبَبُ: أَنَّهُمۡ لَيۡسَ عِنۡدَهُمۡ فِقۡهٌ.
Khawarij mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir, tidak diampuni, dan dia kekal di dalam neraka. Hal ini menyelisihi apa yang datang di kitab Allah subhanahu wa ta’ala.
Penyebabnya karena mereka tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap agama.
لَاحِظُوا أَنَّ السَّبَبَ الَّذِي أَوۡقَعَهُمۡ فِي هَٰذَا أَنَّهُمۡ لَيۡسَ عِنۡدَهُمۡ فِقۡهٌ، لِأَنَّهُمۡ جَمَاعَةٌ اشۡتَدُّوا فِي الۡعِبَادَةِ، وَالصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَتِلَاوَةِ الۡقُرۡآنِ، وَعِنۡدَهُمۡ غَيۡرَةٌ شَدِيدَةٌ، لَكِنَّهُمۡ لَا يَفۡقَهُونَ، وَهَٰذِهِ هِيَ الۡآفَةُ.
فَالِاجۡتِهَادُ فِي الۡوَرَعِ وَالۡعِبَادَةِ؛ لَا بُدَّ أَنۡ يَكُونَ مَعَ الۡفِقۡهِ فِي الدِّينِ وَالۡعِلۡمِ.
Kalian perhatikan bahwa sebab yang menjatuhkan mereka di dalam pendapat ini adalah bahwa karena mereka tidak memiliki pemahaman. Karena mereka adalah suatu jemaah yang sangat tekun ibadah, salat, siam, membaca Alquran, dan mereka memiliki kecemburuan yang tinggi. Akan tetapi mereka tidak paham dan inilah penyakitnya.
Sehingga kesungguhan dalam warak dan ibadah harus disertai pemahaman agama dan ilmu.
وَلِهَٰذَا وَصَفَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ لِأَصۡحَابِهِ، بِأَنَّ الصَّحَابَةَ يَحۡقِرُونَ صَلَاتَهُمۡ إِلَى صَلَاتِهِمۡ، وَعِبَادَتَهُمۡ إِلَى عِبَادَتِهِمۡ، ثُمَّ قَالَ ﷺ: “يَمۡرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمۡرُقُ السَّهۡمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ”.
Oleh karena inilah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan mereka kepada para sahabat beliau bahwa para sahabat akan menganggap salatnya remeh dibandingkan salat mereka, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka (khawarij) keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar menembus sasarannya.”[3]
مَعَ عِبَادَتِهِمۡ، وَمَعَ صَلَاحِهِمۡ، وَمَعَ تَهَجُّدِهِمۡ وَقِيَامِهِمۡ بۡاللَّيۡلِ، لَكِنۡ لَمَّا كَانَ اجۡتِهَادُهُمۡ لَيۡسَ عَلَى أَصۡلٍ صَحِيحٍ، وَلَا عَلَى عِلۡمٍ صَحِيحٍ، صَارَ ضَلَالًا وَوَبَاءً وَشَرًّا عَلَيۡهِمۡ وَعَلَى الۡأُمَّةِ.
Bersamaan dengan ibadah mereka, kesalehan, tahajud, qiamulail mereka, akan tetapi ketika kesungguhan mereka tidak berada di atas pondasi yang benar dan tidak di atas ilmu yang sahih, maka menjadi sesat, bencana, dan keburukan bagi mereka dan bagi umat.
وَمَا عُرِفَ عَنِ “الۡخَوَارِجِ” فِي يَوۡمٍ مِنَ الۡأَيَّامِ أَنَّهُمۡ قَاتَلُوا الۡكُفَّارَ، أَبَدًا، إِنَّمَا يُقَاتِلُونَ الۡمُسۡلِمِينَ، كَمَا قَالَ ﷺ: “يَقۡتُلُونَ أَهۡلَ الۡإِسۡلَامِ وَيَدَعُونَ أَهۡلَ الۡأَوۡثَانِ”.
Tidak diketahui dari khawarij pada satu hari pun bahwa mereka memerangi orang-orang kafir, selama-lamanya. Mereka hanya memerangi kaum muslimin sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mereka membunuhi penganut agama Islam dan membiarkan para penyembah berhala.”[4]
فَمَا عَرَفۡنَا فِي تَارِيخِ “الۡخَوَارِجِ”، فِي يَوۡمٍ مِنَ الۡأَيَّامِ أَنَّهُمۡ قَاتَلُوا الۡكُفَّارَ وَالۡمُشۡرِكِينَ، وَإِنَّمَا يُقَاتِلُونَ الۡمُسۡلِمِينَ دَائِمًا: قَتَلُوا عُثۡمَانَ. وَقَتَلُوا عَلِيَّ بۡنَ أَبِي طَالِبٍ. وَقَتَلُوا الزُّبَيۡرَ بۡنَ الۡعَوَّامِ. وَقَتَلُوا خِيَارَ الصَّحَابَةِ. وَمَا زَالُوا يَقۡتُلُونَ الۡمُسۡلِمِينَ.
Jadi tidak diketahui dalam sejarah khawarij, kapanpun, bahwa mereka memerangi orang-orang kafir dan musyrik. Mereka selalu hanya memerangi kaum muslimin. Mereka sudah membunuh ‘Utsman, membunuh ‘Ali bin Abu Thalib, membunuh Az-Zubair bin Al-’Awwam, membunuh sahabat-sahabat pilihan, dan mereka terus saja membunuhi kaum muslimin.
وَذٰلِكَ بِسَبَبِ جَهۡلِهِمۡ فِي دِينِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَعَ وَرَعِهِمۡ، وَمَعَ عِبَادَتِهِمۡ، وَمَعَ اجۡتِهَادِهِمۡ، لَكِنۡ لَمَّا لَمۡ يَكُنۡ هَٰذَا مُؤَسَّسًا عَلَى عِلۡمٍ صَحِيحٍ؛ صَارَ وَبَالًا عَلَيۡهِمۡ، وَلِهَٰذَا يَقُولُ الۡعَلَّامَةُ ابۡنُ الۡقَيِّمِ فِي وَصۡفِهِمۡ:
وَلَهُمۡ نُصُوصٌ قَصَّرُوا فِي فَهۡمِهَا فَأُتُوۡا مِنَ التَّقۡصِيرِ في الۡعِرۡفَانِ
Hal itu disebabkan kebodohan mereka dalam agama Allah beserta sikap warak mereka, ibadah mereka, kesungguhan mereka. Akan tetapi ketika hal ini tidak didasari oleh ilmu yang sahih, berubahlah menjadi bencana bagi mereka. Karena inilah, Al-’Allamah Ibnu Al-Qayyim berkata ketika menggambarkan mereka, “Mereka memiliki nas-nas dalil, tetapi mereka dangkal memahaminya, akibatnya mereka diberi pengetahuan yang dangkal.”[5]
فَهُمۡ اسۡتَدَلُّوا بِنُصُوصٍ وَهُمۡ لَا يَفۡهَمُونَهَا، اسۡتَدَلُّوا بِنُصُوصٍ مِنَ الۡقُرۡآنِ وَمِنَ السُّنَّةِ؛ فِي الۡوَعِيدِ عَلَى الۡمَعَاصِي، وَهُمۡ لَا يَفۡقَهُونَ مَعۡنَاهَا، لَمۡ يُرۡجِعُوهَا إِلَى النُّصُوصِ الۡأُخۡرَى، الَّتِي فِيهَا الۡوَعۡدُ بِالۡمَغۡفِرَةِ، وَالتَّوۡبَةُ لِمَنۡ كَانَتۡ مَعۡصِيَتُهُ دُونَ الشِّرۡكِ؛ فَأَخَذُوا طَرۡفًا وَتَرَكُوا طَرۡفًا، هَٰذَا لِجَهۡلِهِمۡ.
Mereka mengambil dalil dengan nas-nas dalam keadaan mereka tidak memahaminya. Mereka mengambil dalil dari Alquran dan sunah tentang ancaman terhadap kemaksiatan dalam keadaan mereka tidak mengerti maknanya. Mereka tidak mengembalikannya kepada nas-nas lainnya yang di dalamnya ada janji ampunan dan tobat bagi orang yang kemaksiatan di bawah tingkat kesyirikan. Mereka mengambil satu sisi dan meninggalkan sisi lainnya. Ini karena kebodohan mereka.
وَالۡغِيرَةُ عَلَى الدِّينِ وَالۡحَمَاسُ لَا يَكۡفِيَانِ، لَا بُدَّ أَنۡ يَكُونَ هَٰذَا مُؤَسَّسًا عَلَى عِلۡمٍ، وَعَلَى فِقۡهٍ فِي دِينِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يَكُونُ ذٰلِكَ صَادِرًا عَنۡ عِلۡمٍ، وَمَوۡضُوعًا فِي مَحَلِّهِ.
Kecemburuan terhadap agama dan semangat tidaklah cukup. Hal itu harus didasari di atas ilmu dan di atas pemahaman dalam agama Allah azza wajalla. Jadi hal itu harus bermula dari ilmu dan diletakkan pada tempatnya.
وَالۡغِيرَةُ عَلَى الدِّينِ طَيِّبَةٌ، وَالۡحَمَاسُ لِلدِّينِ طَيِّبٌ، لَكِنۡ لَا بُدَّ أَنۡ يُرَشَّدَ ذٰلِكَ بِاتِّبَاعِ الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ.
وَلَا أَغۡيَرَ عَلَى الدِّينِ، وَلَا أَنۡصَحَ لِلۡمُسۡلِمِينَ؛ مِنَ الصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ – وَمَعَ ذٰلِكَ قَاتَلُوا “الۡخَوَارِجَ”؛ لِخَطَرِهِمۡ وَشَرِّهِمۡ.
Kecemburuan terhadap agama adalah sesuatu yang baik. Semangat beragama juga baik. Akan tetapi hal itu harus dibimbing dengan cara mengikuti Alquran dan sunah.
Tidak ada orang yang lebih cemburu dan lebih menasehati kaum muslimin daripada para sahabat. Bersamaan dengan itu ternyata para sahabat memerangi khawarij karena bahaya dan kejelekan mereka.
قَاتَلَهُمۡ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ حَتَّى قَتَلَهُمۡ شَرَّ قِتۡلَةٍ فِي وَقۡعَةِ “النَّهۡرَوَانِ”، وَتَحَقَّقَ فِي ذٰلِكَ مَا أَخۡبَرَ بِهِ ﷺ مِنۡ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَشَّرَ مَنۡ يَقۡتُلُهُمۡ بِالۡخَيۡرِ وَالۡجَنَّةِ، فَكَانَ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ هُوَ الَّذِي قَتَلَهُمۡ، فَحَصَلَ عَلَى الۡبِشَارَةِ مِنَ الرَّسُولِ ﷺ قَتَلَهُمۡ لِيَدۡفَعَ شَرَّهُمۡ عَنِ الۡمُسۡلِمِينَ.
‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka sampai membunuh mereka sebagai sejelek-jelek korban dalam peristiwa Nahrawan. Terbuktilah dalam kejadian itu apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memberi kabar gembira berupa kebaikan dan janah bagi orang yang membunuh khawarij. Ternyata, ‘Ali bin Abu Thalib lah yang membunuh khawarij, sehingga beliau mendapat kabar gembira dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam[6]. ‘Ali membunuh mereka agar menolak keburukan mereka dari kaum muslimin.
وَوَاجِبٌ عَلَى الۡمُسۡلِمِينَ فِي كُلِّ عَصۡرٍ إِذَا تَحَقَّقُوا مِنۡ وُجُودِ هَٰذَا الۡمَذۡهَبِ الۡخَبِيثِ؛ أَنۡ يُعَالِجُوهُ بِالدَّعۡوَةِ إِلَى اللهِ أَوَّلًا، وَتَبۡصِيرِ النَّاسِ بِذٰلِكَ، فَإِنۡ لَمۡ يَمۡتَثِلُوا قَاتَلُوهُمۡ دَفۡعًا لِشَرِّهِمۡ.
Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa apabila muncul mazhab yang jelek ini agar mereka mengobatinya dengan dakwah kepada Allah terlebih dahulu dan memberi pengetahuan kepada orang-orang dengan hal itu. Apabila orang-orang khawarij tidak mau melaksanakannya, maka kaum muslimin (bersama pemerintahnya) memerangi orang-orang khawarij dalam rangka menolak kejelekan mereka.
وَعَليُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَرۡسَلَ إِلَيۡهِمۡ ابۡنَ عَمِّهِ: عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عَبَّاسٍ، حَبۡرَ الۡأُمَّةِ، وَتُرۡجُمَانَ الۡقُرۡآنِ؛ فَنَاظَرَهُمۡ، وَرَجَعَ مِنۡهُمۡ سِتَّةُ آلَافٍ، وَبَقِيَ مِنۡهُمۡ بَقِيَّةٌ كَثِيرَةٌ لَمۡ يَرۡجِعُوا، عِنۡدَ ذٰلِكَ قَاتَلَهُمۡ أَمِيرُ الۡمُؤۡمِنِينَ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ وَمَعَهُ الصَّحَابَةُ؛ لِدَفۡعِ شَرِّهِمۡ وَأَذَاهُمۡ عَنِ الۡمُسۡلِمِينَ.
‘Ali bin Abu Thalib mengutus saudara sepupunya kepada mereka, yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas, tinta umat ini dan penafsir Alquran. Ibnu ‘Abbas mendebat mereka dan enam ribu orang di antara mereka rujuk. Masih tersisa banyak orang di antara mereka yang tidak mau rujuk. Tak lama setelah itu amirulmukminin ‘Ali bin Abu Thalib bersama para sahabat memerangi mereka untuk menolak kejelekan dan gangguan mereka dari kaum muslimin.
هَٰذِهِ “فِرۡقَةُ الۡخَوَارِجِ” وَمَذۡهَبُهُمۡ.
Ini adalah firkah
khawarij dan mazhab mereka.
[1] وَفِي عَصۡرِنَا رُبَمَا سَمُّوا مَنۡ يَرَى السَّمۡعَ وَالطَّاعَةَ لِأَوۡلِيَاءِ الۡأُمُورِ فِي غَيۡرِ مَا مَعۡصِيَةٍ عَمِيلًا، أَوۡ مُدَاهِنًا، أَوۡ مُغَفَّلًا. فَتَرَاهُمۡ يَقۡدَحُونَ فِي وَلِيِّ أَمۡرِهِمۡ، وَيُشۡهِرُونَ بِعُيُوبِهِ مِنۡ فَوۡقِ الۡمَنَابِرِ، وَفِي تَجَمُّعَاتِهِمۡ، وَالرَّسُولُ يَقُولُ: “مَنۡ أَرَادَ أَنۡ يَنۡصَحَ لِسُلۡطَانٍ بِأَمۡرٍ؛ فَلَا يُبۡدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَلَكِنۡ لِيَأۡخُذۡ بِيَدِهِ، فَيَخۡلُوا بِهِ، فَإِنۡ قَبِلَ مِنۡهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدۡ أَدَّى الَّذِي عَلَيۡهِ”.
Di masa kita ini, terkadang mereka (orang-orang Khawarij) menamai siapa saja yang berpendapat untuk mendengar dan taat kepada pemimpin dalam perkara selain kemaksiatan sebagai kaki tangan, penjilat, atau orang yang dungu. Engkau melihat mereka mencela pemimpin mereka, menyebarkan aib-aib mereka di atas mimbar-mimbar dan perkumpulan-perkumpulan mereka. Padahal Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang ingin untuk menasihati suatu perkara kepada pemimpinnya, maka janganlah dia tampakkan terang-terangan. Akan tetapi hendaknya dia mengambil tangannya lalu bersendirian dengannya. Jika pemimpin itu menerimanya, maka itu yang diharapkan. Namun jika tidak, maka dia sudah menunaikan kewajibannya.” (HR. Ahmad 3/404 dari hadis ‘Iyadh bin Ghunm. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abu ‘Ashim di dalam As-Sunnah 2/522).
أَوۡ إِذَا رَأَى وَلِيُّ الۡأَمۡرِ إِيقَافَ أَحَدِهِمۡ عَنِ الۡكَلَامِ فِي الۡمَجَامِعِ الۡعَامَّةِ؛ تَجَمَّعُوا وَسَارُوا فِي مُظَاهَرَاتٍ، يَظُنُّونَ – جَهۡلًا مِنۡهُمۡ – أَنَّ إِيقَافَ أَحَدِهِمۡ أَوۡ سَجۡنَهُ يَسُوغُ الۡخُرُوجَ، أَوَ لَمۡ يَسۡمَعُوا قَوۡلَ النَّبِيِّ فِي حَدِيثِ عَوۡفِ بۡنِ مَالِكٍ الۡأَشۡجَعِيِّ عِنۡدَ مُسۡلِمٍ (١٨٥٥): “لَا. مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ”.
وَفِي حَدِيثِ عُبَادَةَ بۡنِ الصَّامِتِ فِي “الصَّحِيحَيۡنِ”: “إِلَّا أَنۡ تَرَوۡا كُفۡرًا بَوَّاحًا، عِنۡدَكُمۡ فِيهِ مِنَ اللهِ بُرۡهَانٌ” وَذٰلِكَ سُؤَالُ الصَّحَابَةِ وَاسۡتِئۡذَانُهُمۡ لَهُ بِقِتَالِ الۡأَئِمَّةِ الظَّالِمِينَ.
Atau jika pemimpin negara berpendapat untuk mencekal salah seorang Khawarij agar tidak berbicara di depan umum, maka mereka berkumpul dan melakukan demonstrasi. Mereka mengira—karena kebodohan mereka—bahwa pencekalan salah seorang mereka atau penangkapannya, berarti membolehkan pemberontakan. Apakah mereka tidak mendengar sabda Nabi dalam hadis ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i riwayat Muslim nomor 1855, “Jangan (memberontak) selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kalian.” Dan di dalam hadis ‘Ubadah bin Ash-Shamit dalam dua kitab Shahih, “Kecuali kalian melihat kekufuran yang gamblang, yang kalian memiliki buktinya dari sisi Allah.” Itu adalah jawaban dari pertanyaan para sahabat dan permintaan izin mereka kepada beliau untuk memerangi para pemimpin yang zalim.
أَلَا يَعۡلَمُ هَٰؤُلَاءِ كَمۡ لَبِثَ الۡإِمَامُ أَحۡمَدُ فِي السِّجۡنِ، وَأَيۡنَ مَاتَ شَيۡخُ الۡإِسۡلَامِ ابۡنُ تَيۡمِيَّةَ؟! وَأَلَمۡ يَعۡلَمُوا أَنَّ شَيۡخَ الۡإِسۡلَامِ مَكَثَ فِي السِّجۡنِ مَا يَرۡبُو عَلَى سَنَتَيۡنِ، وَمَاتَ فِيهِ، لِمَ لَمۡ يَأۡمُرِ النَّاسَ بِالۡخُرُوجِ عَلَى الۡوَالِيِّ – مَعَ أَنَّهُمۡ فِي الۡفَضۡلِ وَالۡعِلۡمِ غَايَةٌ، فَكَيۡفَ بِمَنۡ دُونَهُمۡ -؟؟! إِنَّ هَٰذِهِ الۡأَفۡكَارَ وَالۡأَعۡمَالَ لَمۡ تَأۡتِ إِلَيۡنَا إِلَّا بَعۡدَ مَا أَصۡبَحَ الشَّبَابُ يَأۡخُذُونَ عِلۡمَهُمۡ مِنَ الۡمُفَكِّرِ الۡمُعَاصِرِ فُلَانٍ، وَمِنَ الۡأَدِيبِ الشَّاعِرِ فُلَانٍ، وَمِنَ الۡكَاتِبِ الۡإِسۡلَامِيِّ فُلَانٍ، وَيَتۡرُكُونَ أَهۡلَ الۡعِلۡمِ، وَكُتُبَ أَسۡلَافِهِمۡ خَلۡفَهُمۡ ظِهۡرِيًّا؛ فَلَا حَوۡلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
Apakah mereka itu tidak mengetahui berapa lama Imam Ahmad mendekam di penjara dan di mana Syekh Islam Ibnu Taimiyyah meninggal?! Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Syekh Islam mendekam di penjara lebih dari dua tahun dan meninggal di dalam penjara?! Mengapa beliau tidak memerintahkan manusia agar memberontak kepada pemimpin—padahal mereka ini berada di puncak keutamaan dan keilmuan, lalu bagaimana dengan orang yang di bawah mereka—??! Sesungguhnya pemikiran dan perbuatan ini tidak datang kepada kita kecuali setelah para pemuda mengambil ilmu mereka dari pemikir kontemporer Polan, ahli penyair Polan, penulis Islam Polan; dan mereka meninggalkan para ulama dan kitab-kitab para pendahulu mereka di belakang punggung mereka. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.
[2] حَتَّى لَوۡ فَعَلَ الۡكَبِيرَةَ مُسۡتَخِفًّا بِهَا لَا يُكَفَّرُ مَا لَمۡ يَسۡتَحِلَّهَا، خِلَافًا لِمَا يَقُولُهُ بَعۡضُهُمۡ: مِنۡ أَنَّ مُرۡتَكِبَ الۡكَبِيرَةِ إِذَا كَانَ مُسۡتَخِفًّا يُكَفَّرُ كُفۡرًا مُخۡرِجًا عَنِ الۡمِلَّةِ. وَهَٰذَا الۡقَوۡلُ هُوَ عَيۡنُ قَوۡلِ الۡخَوَارِجِ، كَمَا قَالَ ذٰلِكَ شَيۡخُنَا الشَّيۡخُ: عَبۡدُ الۡعَزِيزِ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ بَازٍ، عِنۡدَ مَا سُئِلَ عَنۡهُ بِالطَّائِفِ عَامَ ١٤١٥ هـ.
Sampaipun andai ada yang melakukan dosa besar dengan menganggap remeh dosa tersebut, maka dia tidak lantas dikafirkan selama dia tidak menganggap halal perbuatan tersebut. Hal ini menyelisihi pendapat sebagian orang Khawarij, bahwa pelaku dosa besar apabila dia menganggapnya remeh, maka dia dikafirkan dengan kekafiran yang mengeluarkan dari agama. Pendapat ini adalah asal pendapat khawarij sebagaimana hal itu dikatakan oleh syekh kami Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz ketika beliau ditanya tentangnya di Tha`if pada tahun 1415 H.
[3] Potongan dari hadis yang panjang yang diriwayatkan oleh Ahmad 3/73, Al-Bukhari nomor 7432, Muslim nomor 1064, An-Nasa`i nomor 2578 dan 4101, Abu Dawud nomor 4764, Ath-Thayalisi nomor 2234 dari hadis Abu Sa’id.
Dari hadis ‘Ali bin Abu Thalib riwayat Al-Bukhari nomor 3611, 5057, dan 6930, Muslim nomor 1066, Abu Dawud nomor 4767, Ath-Thayalisi nomor 168, An-Nasa`i nomor 4102, dan Ahmad 1/81, 1/113.
Dari hadis Jabir riwayat Ahmad, Muslim nomor 1063, dan Ibnu Majah nomor 172.
Dari hadis Sahl bin Hunaif riwayat Al-Bukhari nomor 6934, dan Muslim nomor 1068.
Dari hadis Ibnu Mas’ud riwayat Ahmad, At-Tirmidzi nomor 2188, dan Ibnu Majah nomor 168.
Dari hadis Abu Barzah Al-Aslami riwayat Ahmad, Ath-Thayalisi, An-Nasa`i nomor 4103, dan Al-Hakim.
Dari hadis Abu Sa’id dan Anas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Ahmad, Abu Dawud nomor 4765, dan Al-Hakim dalam Mustadrak beliau.
Dari hadis Abu Bakrah riwayat Ahmad dan Ath-Thabarani.
Dan dari hadis ‘Amir bin Wa`ilah riwayat Ath-Thabarani.
[4] Potongan dari hadis yang panjang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhari nomor 7432, Muslim nomor 1064, An-Nasa`i nomor 2578, Abu Dawud nomor 4764, dan Ath-Thayalisi.
[5] Nuniyyah Ibnu Al-Qayyim yang diberi nama Al-Kafiyah Asy-Syafiyah fi Al-Intishar li Al-Firqah An-Najiyah halaman 97.
[6] HR. Al-Bukhari nomor 6930, Muslim nomor 1066, Ahmad di dalam Al-Musnad (1/113), Ibnu Abu ‘Ashim di dalam As-Sunnah nomor 947, ‘Abdullah bin Imam Ahmad di dalam As-Sunnah nomor 1487.
عَنۡ عَلِيٍّ قَالَ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ: “يَخۡرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوۡمٌ أَحۡدَاثُ الۡأَسۡنَانِ، سُفَهَاءُ الۡأَحۡلَامِ، يَقُولُونَ مِنۡ خَيۡرِ قَوۡلِ الۡبَرِيَّةِ، لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمۡ حَنَاجِرَهُمۡ، فَأَيۡنَمَا لَقِيتُمُوهُمۡ فَاقۡتُلُوهُمۡ؛ فَإِنًّ قَتۡلَهُمۡ أَجۡرٌ لِمَنۡ قَتَلَهُمۡ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ”.
Dari ‘Ali, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Suatu kaum akan keluar di akhir zaman. Mereka muda-muda umurnya, bodoh akalnya. Mereka berkata dari sebaik-baik ucapan makhluk namun iman mereka tidak melampui laring mereka. Di mana pun kalian menjumpai mereka, maka bunuhlah mereka (di bawah komando pemerintah), karena ada pahala di hari kiamat bagi siapa saja yang membunuh mereka.”
Abu Sa’id Al-Khudri berkata setelah meriwayatkan sebuah hadis tentang khawarij dan tanda-tanda mereka yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad (3/33) dan putranya dalam As-Sunnah nomor 1512. Abu Sa’id berkata, “Dua puluh atau lebih sahabat Rasulullah telah menceritakan kepadaku bahwa ‘Ali yang memimpin pembunuhan khawarij.”
Ahmad meriwayatkan (1/59), Muslim nomor 1066, dan ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam As-Sunnah nomor 1471 dari ‘Ali. Beliau berkata: Rasulullah bersabda,
يَخۡرُجُ قَوۡمٌ فِيهِمۡ رَجُلٌ مُودَنُ الۡيَدِ، أَوۡ مَثۡدُونُ الۡيَدِ، أَوۡ مُخۡدَجُ الۡيَدِ، وَلَوۡلَا أَنۡ تَبۡطَرُوا لَأَنۡبَأۡتُكُمۡ بِمَا وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَهُمۡ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ.
“Suatu kaum akan keluar. Di antara mereka ada seorang pria yang tangannya tidak sempurna atau pendek. Andai kalian tidak jatuh dalam kesombongan, niscaya aku akan ceritakan kepada kalian dengan janji Allah kepada orang-orang yang membunuh mereka sebagaimana yang diucapkan melalui lisan Nabi-Nya.”
Juga diriwayatkan oleh Muslim nomor 1065, Abu Dawud 4667, ‘Abdullah bin Imam Ahmad di dalam As-Sunnah nomor 1511 dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda,
تَمۡرُقُ مَارِقَةٌ فِي فِرقَةٍ مِنَ الۡمُسۡلِمِينَ، يَقۡتُلُهُمَا أَوۡلَى الطَّائِفَتَيۡنِ بِالۡحَقِّ.
“Suatu kelompok sempalan akan keluar ketika terjadi perpecahan di antara kaum muslimin. Pihak yang membunuhnya adalah salah satu dari dua pihak yang paling cocok dengan kebenaran.”
Demikianlah, perintah dan keutamaan membunuh mereka telah datang di dalam banyak hadis. Bukan di sini tempat untuk menyebutkan semuanya.
Be the first to leave a comment