Lum’atul I’tiqad

ismail  

✍️Syekh Islam Abu Muhammad Muwaffaq Ad-Din ‘Abdullah bin Qudamah Al-Maqdisi (wafat 620 H) rahimahullah

[وُجُوبُ الۡإِيمَانِ بِكُلِّ مَا جَاءَ فِي الۡقُرۡآنِ أَوۡ صَحَّ عَنِ الۡمُصۡطَفَى مِنۡ صِفَاتِ الرَّحۡمٰنِ وَتَلَقِّيهِ بِالتَّسۡلِيمِ وَالۡقَبُولِ]

Kewajiban Beriman kepada Seluruh Sifat Allah yang Disebutkan dalam Alquran atau yang Sahih dari Nabi Muhammad dan Menyikapinya dengan Berserah Diri dan Menerima

الۡحَمۡدُ لِلهِ الۡمَحۡمُودِ بِكُلِّ لِسَانٍ، الۡمَعۡبُودِ فِي كُلِّ زَمَانٍ، الَّذِي لَا يَخۡلُو مِنۡ عِلۡمِهِ مَكَانٌ، وَلَا يَشۡغَلُهُ شَأۡنٌ عَنۡ شَأۡنٍ، جَلَّ عَنِ الۡأَشۡبَاهِ وَالۡأَنۡدَادِ، وَتَنَزَّهَ عَنِ الصَّاحِبَةِ وَالۡأَوۡلَادِ، وَنَفَذَ حُكۡمُهُ فِي جَمِيعِ الۡعِبَادِ، لَا تُمَثِّلُهُ الۡعُقُولُ بِالتَّفۡكِيرِ، وَلَا تَتَوَهَّمُهُ الۡقُلُوبُ بِالتَّصۡوِيرِ، ﴿لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ﴾ [الشورى: ١١].

Segala pujian untuk Allah. Dia dipuji oleh setiap lisan. Diibadahi di setiap zaman. Tidak ada satu tempat pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Dia tidak tersibukkan dari berbagai keadaan. Dia Maha Mulia dari berbagai penyerupaan dan tandingan.

Dia disucikan dari istri dan anak. Ketetapan-Nya terlaksana pada semua hamba. Akal tidak mampu memikirkan yang menyerupai Dia. Hati tidak mampu membayangkan-Nya. “Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Dia dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11).

لَهُ الۡأَسۡمَاءُ الۡحُسۡنَى وَالصِّفَاتُ الۡعُلَى: ﴿ٱلرَّحۡمَٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ ۝٥ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَا وَمَا تَحۡتَ ٱلثَّرَىٰ ۝٦ وَإِن تَجۡهَرۡ بِٱلۡقَوۡلِ فَإِنَّهُۥ يَعۡلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخۡفَى﴾ [طه: ٥-٧]. أَحَاطَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عِلۡمًا، وَقَهَرَ كُلَّ مَخۡلُوقٍ عِزَّةً وَحُكۡمًا، وَوَسِعَ كُلَّ شَيۡءٍ رَحۡمَةً وَعِلۡمًا: ﴿يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِۦ عِلۡمًا﴾ [طه: ١١٠] مَوۡصُوفٌ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفۡسَهُ فِي كِتَابِهِ الۡعَظِيمِ، وَعَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ الۡكَرِيمِ.

Hanya milik Dialah seluruh nama yang indah dan sifat yang tinggi. “Ar-Rahman tinggi di atas arasy. Milik-Nyalah segala yang ada di langit, segala yang ada di bumi, segala yang ada di antara keduanya, dan segala yang ada di bawah tanah. Jika engkau mengeraskan suara ucapan, sesungguhnya Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi.” (QS. Thaha: 5-7).

Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Ketetapan dan kemuliaan-Nya pasti berlaku terhadap setiap makhluk. Rahmat dan ilmu-Nya menjangkau segala sesuatu. “Dia mengetahui segala yang di hadapan mereka dan segala yang di belakang mereka, serta ilmu mereka tidak bisa menjangkau-Nya.” (QS. Thaha: 110).

Dia disifati dengan sifat yang Dia sifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya yang agung dan melalui lisan Nabi-Nya yang mulia.

وَكُلُّ مَا جَاءَ فِي الۡقُرۡآنِ أَوۡ صَحَّ عَنِ الۡمُصۡطَفَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ مِنۡ صِفَاتِ الرَّحۡمٰنِ وَجَبَ الۡإِيمَانُ بِهِ وَتَلَقِّيهِ بِالتَّسۡلِيمِ وَالۡقَبُولِ، وَتَرۡكِ التَّعَرُّضِ لَهُ بِالرَّدِّ وَالتَّأۡوِيلِ، وَالتَّشۡبِيهِ وَالتَّمۡثِيلِ.

Seluruh yang datang dalam Alquran atau yang sahih dari Al-Mushthafa Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—yang menyebutkan sifat-sifat Ar-Rahman wajib diimani dan disambut dengan sikap pasrah dan terima. Tidak boleh menentangnya dengan membantah, menakwil, menyerupakan, dan memperumpamakan.

وَمَا أَشۡكَلَ مِنۡ ذٰلِكَ وَجَبَ إِثۡبَاتُهُ لَفۡظًا، وَتَرۡكُ التَّعَرُّضِ لِمَعۡنَاهُ، وَنَرُدُّ عِلۡمَهُ إِلَى قَائِلِهِ، وَنَجۡعَلُ عُهۡدَتَهُ عَلَى نَاقِلِهِ، اتِّبَاعًا لِطَرِيقِ الرَّاسِخِينَ فِي الۡعِلۡمِ، الَّذِينَ أَثۡنَى اللهُ عَلَيۡهِمۡ فِي كِتَابِهِ الۡمُبِينِ بِقَوۡلِهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى: ﴿وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَا﴾ [آل عمران: ٧].

Sifat-sifat yang dia anggap sulit dimengerti, wajib ditetapkan lafaznya dan tidak boleh menentang maknanya. Kita kembalikan ilmunya kepada yang mengucapkannya dan kita jadikan pertanggungjawabannya kepada penukilnya dalam rangka mengikuti jalannya orang-orang yang mendalam ilmunya yang telah disanjung oleh Allah dalam Alquran yang jelas dengan firman-Nya—subhanahu wa ta’ala—, “Orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan: Kami mengimaninya. Semuanya dari sisi Tuhan kami.” (QS. Ali ‘Imran: 7).

وَقَالَ فِي ذَمِّ مُبۡتَغِي التَّأۡوِيلِ لِمُتَشَابِهِ تَنۡزِيلِهِ: ﴿فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦ ۗ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ﴾ [آل عمران: ٧] فَجَعَلَ ابۡتِغَاءَ التَّأۡوِيلِ عَلَامَةً عَلَى الزَّيۡغِ وَقَرَنَهُ بِابۡتِغَاءِ الۡفِتۡنَةِ فِي الذَّمِّ، ثُمَّ حَجَبَهُمۡ عَمَّا أَمَّلُوهُ، وَقَطَعَ أَطۡمَاعَهُمۡ عَمَّا قَصَدُوهُ، بِقَوۡلِهِ سُبۡحَانَهُ: ﴿وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ﴾ [آل عمران: ٧].

Allah berkata ketika mencela orang yang mencari takwil ayat Alquran yang mutasyabihat, “Adapun orang-orang yang ada penyakit di hati mereka, lalu mengikuti ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah atau mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 7).

Allah menjadikan tujuan mencari-cari takwil sebagai tanda penyakit hati. Allah menyandingkannya dengan tujuan menimbulkan fitnah dalam konteks celaan kemudian Allah menghalangi mereka dari yang mereka angankan dan Allah memutus keinginan mereka dari tercapainya tujuan mereka dengan firman Allah—subhanahu—, “Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 7).

[كَلَامُ الۡإِمَامِ أَحۡمَدَ بۡنِ حَنۡبَلٍ فِي الصِّفَاتِ]

Ucapan Imam Ahmad bin Hanbal tentang Sifat Allah

قَالَ الۡإِمَامُ أَبُو عَبۡدِ اللهِ أَحۡمَدُ بۡنُ مُحَمَّدِ بۡنِ حَنۡبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ فِي قَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ: (إِنَّ اللهَ يَنۡزِلُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنۡيَا) وَ (إِنَّ اللهَ يُرَى فِي الۡقِيَامَةِ) وَمَا أَشۡبَهَ هٰذِهِ الۡأَحَادِيثِ: نُؤۡمِنُ بِهَا وَنُصَدِّقُ بِهَا لَا كَيۡفَ وَلَا مَعۡنَى وَلَا نَرُدُّ شَيۡئًا مِنۡهَا، وَنَعۡلَمُ أَنَّ مَا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ حَقٌّ، وَلَا نَرُدُّ عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ وَلَا نَصِفُ اللهَ بِأَكۡثَرَ مِمَّا وَصَفَ بِهِ نَفۡسَهُ، بِلَا حَدٍّ وَلَا غَايَةٍ ﴿لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ﴾ [الشورى: ١١] وَنَقُولُ كَمَا قَالَ، وَنَصِفُهُ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفۡسَهُ، لَا نَتَعَدَّى ذٰلِكَ، وَلَا يَبۡلُغُهُ وَصۡفُ الۡوَاصِفِينَ، نُؤۡمِنُ بِالۡقُرۡآنِ كُلِّهِ مُحۡكَمِهِ وَمُتَشَابِهِهِ وَلَا نُزِيلُ عَنۡهُ صِفَةً مِنۡ صِفَاتِهِ لِشَنَاعَةٍ شَنُعَتۡ، وَلَا نَتَعَدَّى الۡقُرۡآنَ وَالۡحَدِيثَ، وَلَا نَعۡلَمُ كَيۡفَ كُنۡهُ ذٰلِكَ إِلَّا بِتَصۡدِيقِ الرَّسُولِ ﷺ وَتَثۡبِيتِ الۡقُرۡآنِ.

Imam Abu ‘Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal—semoga Allah meridainya—berkata tentang sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia” dan “Sesungguhnya Allah dilihat pada hari kiamat” dan hadis lain semisal ini,

Kita mengimaninya, membenarkannya, tidak menggambarkannya, tidak memaknai lain, tidak membantah sedikit saja, dan kita mengetahui bahwa yang Rasul bawa merupakan kebenaran. Kita tidak membantah Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan kita tidak menyifati Allah lebih daripada yang Dia sifati dirinya tanpa ada batasan. “Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11).

Kita mengatakan seperti yang Allah katakan. Kita menyifati-Nya dengan yang Dia sifati Diri-Nya. Kita tidak melampaui batasan itu. Sifat di luar itu yang digambarkan oleh orang-orang tidak akan bisa mencapainya. Kita mengimani seluruh Alquran baik yang muhkamat maupun yang mutasyabihat. Kita tidak menghilangkan salah satu saja dari sifat Allah karena anggapan jelek kita.

Kita tidak melampaui Alquran dan hadis. Kita tidak mengetahui bagaimana keadaan-Nya kecuali dengan membenarkan Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan menetapkan Alquran.

[كَلَامُ الۡإِمَامِ مُحَمَّدِ بۡنِ إِدۡرِيسَ الشَّافِعِيِّ فِي الصِّفَاتِ]

Ucapan Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i tentang Sifat Allah

قَالَ الۡإِمَامُ أَبُو عَبۡدِ اللهِ مُحَمَّدُ بۡنُ إِدۡرِيسَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: آمَنۡتُ بِاللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنِ اللهِ عَلَى مُرَادِ اللهِ، وَآمَنۡتُ بِرَسُولِ اللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنۡ رَسُولِ اللهِ عَلَى مُرَادِ رَسُولِ اللهِ.

Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i—semoga Allah meridainya—berkata, “Aku beriman kepada Allah dan mengimani wahyu dari Allah sesuai yang Allah ingini. Aku beriman kepada Rasulullah dan kepada sunah yang dibawa Rasulullah sesuai yang Rasulullah maukan.”

[كَلَامُ السَّلَفِ وَأَئِمَّةِ الۡخَلَفِ فِي الصِّفَاتِ]

Ucapan Ulama Salaf dan Imam Khalaf tentang Sifat Allah

وَعَلَى هَذاَ دَرَجَ السَّلَفُ وَأَئِمَّةُ الۡخَلَفِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ، كُلُّهُمۡ مُتَّفَقُونَ عَلَى الۡإِقۡرَارِ، وَالۡإِمۡرَارِ وَالۡإِثۡبَاتِ لِمَا وَرَدَ مِنَ الصِّفَاتِ فِي كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ، مِنۡ غَيۡرِ تَعَرُّضٍ لِتَأۡوِيلِهِ.

Di atas metode inilah, para salaf dan imam khalaf—radhiyallahu ‘anhum—menempuh agama ini. Mereka semua bersepakat mengakui, membiarkan, dan menetapkan sifat yang disebutkan dalam Alquran dan sunah Rasulullah tanpa mempertentangkan takwilnya.

وَقَدۡ أُمِرۡنَا بِاقۡتِفَاءِ آثَارِهِمۡ وَالۡاِهۡتِدَاءِ بِمَنَارِهِمۡ، وَحُذِّرۡنَا الۡمُحۡدَثَاتِ، وَأُخۡبِرۡنَا أَنَّهَا مِنَ الضَّلَالَاتِ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (عَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الۡمَهۡدِيِّينَ مِنۡ بَعۡدِي عَضُّوا عَلَيۡهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمۡ وَمُحۡدَثَاتِ الۡأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحۡدَثَةٍ بِدۡعَةٌ، وَكُلَّ بِدۡعَةٍ ضَلَالَةٌ).

Kita telah diperintahkan untuk mengikuti jejak-jejak mereka dan mengambil petunjuk dengan pelita-pelita mereka. Kita juga diperingatkan dari hal-hal yang diada-adakan dan kita diberitahu bahwa hal itu termasuk kesesatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib kalian untuk mengambil sunahku dan sunah para khalifah yang lurus dan terbimbing setelahku. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham. Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan.”1HR. Ahmad nomor 17274, Abu Dawud nomor 4607, dan At-Tirmidzi nomor 2676.

[كَلَامُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ مَسۡعُودٍ وَعُمَرَ بۡنِ عَبۡدِ الۡعَزِيزِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا فِي الصِّفَاتِ]

Ucapan ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz—semoga Allah meridai keduanya—tentang Sifat Allah

وَقَالَ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡعُودٍ – رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ -: (اتَّبِعُوا وَلَا تَبۡتَدِعُوا فَقَدۡ كُفِيتُمۡ).

‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ikutilah dan jangan berbuat bidah, sungguh kalian telah tercukupi.”

وَقَالَ عُمَرُ بۡنُ عَبۡدِ الۡعَزِيزِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ كَلَامًا مَعۡنَاهُ: قِفۡ حَيۡثُ وَقَفَ الۡقَوۡمُ فَإِنَّهُمۡ عَنۡ عِلۡمٍ وَقَفُوا، وَبِبَصَرٍ نَافِذٍ كَفُّوا، وَلَهُمۡ عَلَى كَشۡفِهَا كَانُوا أَقۡوَى، وَبِالۡفَضۡلِ لَوۡ كَانَ فِيهَا أَحۡرَى، فَلَئِنۡ قُلۡتُمۡ حَدَثَ بَعۡدَهُمۡ، فَمَا أَحۡدَثَهُ إِلَّا مَنۡ خَالَفَ هَدۡيَهُمۡ، وَرَغِبَ عَنۡ سُنَّتِهِمۡ، وَلَقَدۡ وَصَفُوا مِنۡهُ مَا يَشۡفِي، وَتَكَلَّمُوا مِنۡهُ بِمَا يَكۡفِي، فَمَا فَوۡقَهُمۡ مُحَسِّرٌ، وَمَا دُونَهُمۡ مُقَصِّرٌ، لَقَدۡ قَصَرَ عَنۡهُمۡ قَوۡمٌ فَجَفَوۡا، وَتَجَاوَزَهُمۡ آخَرُونَ فَغَلَوۡا، وَإِنَّهُمۡ فِيمَا بَيۡنَ ذٰلِكَ لَعَلَى هُدًى مُسۡتَقِيمٍ.

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz radhiyallahu ‘anhu mengucapkan suatu ucapan yang maknanya, “Berhentilah di mana para sahabat berhenti karena mereka berhenti di atas ilmu dan dengan pandangan yang tajam mereka menahan diri. Mereka jika ingin menyingkapnya tentu lebih kuat. Apabila di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka lebih pantas. Maka jika engkau ucapkan bahwa hal ini terjadi pada orang-orang setelah mereka, maka tentu tidaklah yang melakukannya kecuali orang yang menyelisihi petunjuk mereka dan benci terhadap sunah mereka. Sungguh mereka telah menggambarkan ilmu dengan penggambaran yang memuaskan dan berbicara tentangnya dengan pembicaraan yang mencukupi. Maka yang berada di atas mereka akan menjadi menyesal. Dan yang berada di bawah mereka akan menjadi bermudah-mudahan. Sungguh ada orang yang mencukupkan diri dari mereka, lalu ternyata mereka menjadi jauh dan golongan yang lain melebihi mereka ternyata mereka melampaui batas. Sesungguhnya mereka berada di antara dua hal itu, benar-benar berada di atas petunjuk yang lurus.”

[كَلَامُ الۡإِمَامِ أَبِي عَمۡرٍى الۡأَوۡزَاعِيِّ فِي الصِّفَاتِ وَرَدُّ الۡأَدۡرَمِيِّ عَلَى رَجُلٍ تَكَلَّمَ بِبِدۡعَةٍ]

Ucapan Imam Abu ‘Amr Al-Auza’i tentang Sifat Allah dan Bantahan Al-Adrami kepada Seseorang yang Berbicara dengan Kebidahan

وَقَالَ الۡإِمَامُ أَبُو عَمۡرٍو الۡأَوۡزَاعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: عَلَيۡكَ بِآثَارِ مَنۡ سَلَفَ وَإِنۡ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنۡ زَخۡرَفُوهُ لَكَ بِالۡقَوۡلِ.

Imam Abu ‘Amr Al-Auza’i radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak ulama salaf walaupun manusia mengucilkanmu dan waspadalah engkau dari pendapat-pendapat orang walaupun mereka menghiasinya dengan ucapan.”

وَقَالَ مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ الۡأَدۡرَمِيُّ لِرَجُلٍ تَكَلَّمَ بِبِدۡعَةٍ وَدَعَا النَّاسَ إِلَيۡهَا: هَلۡ عَلِمَهَا رَسُولُ اللهِ ﷺ وَأَبُو بَكۡرٍ وَعُمَرُ وَعُثۡمَانُ وَعَلِيٌّ أَوۡ لَمۡ يَعۡلَمُوهَا؟ قَالَ لَمۡ يَعۡلَمُوهَا، قَالَ: فَشَيۡءٌ لَمۡ يَعۡلَمۡهُ هَٰؤُلَاءِ عَلِمۡتَهُ؟ قَالَ الرَّجُلُ: فَإِنِّي أَقُولُ قَدۡ عَلِمُوهَا، قَالَ: أَفَوَسِعَهُمۡ أَنۡ لَا يَتَكَلَّمُوا بِهِ وَلَا يَدۡعُوا النَّاسَ إِلَيۡهِ، أَمۡ لَمۡ يَسَعۡهُمۡ؟ قَالَ: بَلَى وَسِعَهُمۡ، قَالَ: فَشَيۡءٌ وَسِعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ وَخُلَفَاءَهُ، لَا يَسَعُكَ أَنۡتَ؟ فَانۡقَطَعَ الرَّجُلُ، فَقَالَ الۡخَلِيفَةُ، وَكَان حَاضِرًا: لَا وَسَّعَ اللهُ عَلَى مَنۡ لَمۡ يَسَعۡهُ مَا وَسِعَهُمۡ.

Muhammad bin ‘Abdurrahman Al-Adrami berkata kepada seseorang yang berbicara dengan kebidahan dan mengajak orang-orang kepadanya: Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali mengetahuinya atau tidak?

Orang itu berkata: Mereka tidak mengetahuinya.

Beliau berkata: Sesuatu yang tidak diketahui oleh mereka ini, engkau bisa mengetahuinya?

Lelaki itu berkata: Sebenarnya aku berkata bahwa mereka telah mengetahuinya.

Beliau berkata: Apakah perkaranya lapang bagi mereka bahwa ternyata mereka tidak berbicara tentang bidah ini dan tidak mengajak manusia kepadanya? Atau tidak lapang bagi mereka?

Orang itu berkata: Tentu, hal ini lapang bagi mereka.

Beliau berkata: Jadi sesuatu yang lapang bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah beliau, namun tidak lapang bagimu?

Lelaki itu pun terdiam.

Khalifah berkata—beliau hadir semenjak awal—: Allah tidak akan melapangkan orang yang tidak merasa lapang terhadap apa yang dirasa lapang oleh mereka.

وَهَٰكَذَا مَنۡ لَمۡ يَسَعۡهُ مَا وَسِعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ وَأَصۡحَابَهُ وَالتَّابِعِينَ لَهُمۡ بِإِحۡسَانٍ، وَالۡأَئِمَّةَ مِنۡ بَعۡدِهِمۡ، وَالرَّاسِخِينَ فِي الۡعِلۡمِ، مِنۡ تِلَاوَةِ آيَاتِ الصِّفَاتِ وَقِرَاءَةِ أَخۡبَارِهَا، وَإِمۡرَارِهَا كَمَا جَاءَتۡ، فَلَا وَسَّعَ اللهُ عَلَيۡهِ.

Demikianlah, siapa saja yang tidak merasa lapang dari segala yang melapangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat beliau, orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, para imam setelah mereka, dan para ulama yang mendalam ilmunya, baik berupa membaca ayat-ayat sifat, membaca beritanya, dan menjalankannya sebagaimana datangnya, maka Allah tidak akan memberikan kelapangan padanya.

[ذِكۡرُ بَعۡضِ الۡآيَاتِ وَالۡأَحَادِيثِ الۡوَارِدَةِ فِي الصِّفَاتِ]

Penyebutan Sebagian Ayat dan Hadis tentang Sifat Allah

فَمِمَّا جَاءَ مِنۡ آيَاتِ الصِّفَاتِ قَوۡلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ﴾ [الرحمن: ٢٧].

Di antara ayat-ayat mengenai sifat Allah adalah firman Allah taala, “Dan tetap kekal wajah Rabb-mu.” (QS. Ar-Rahman: 27).

وَقَوۡلُهُ سُبۡحَانَهُ: ﴿بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ﴾ [المائدة: ٦٤].

Dan firman-Nya subhanahu wa taala, “Bahkan kedua tangan-Nya terbuka.” (QS. Al-Maidah: 64).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى إِخۡبَارًا عَنۡ عِيسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ أَنَّهُ قَالَ: ﴿تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَا أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَ﴾ [المائدة: ١١٦].

Dan firman Allah taala mengabarkan tentang ‘Isa ‘alaihis salam, bahwa beliau mengatakan, “Engkau mengetahui apa yang ada di dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu.” (QS. Al-Maidah: 116).

وَقَوۡلُهُ سُبۡحَانَهُ: ﴿وَجَاءَ رَبُّكَ﴾ [الفجر: ٢٢].

Firman Allah subhanahu wa taala, “Dan Rabb-mu datang.” (QS. Al-Fajr: 22).

وَقَوۡلُهُ: ﴿هَلۡ يَنۡظُرُونَ إِلَّا أَنۡ يَأۡتِيَهُمُ اللهُ﴾ [البقرة: ٢١٠].

Firman-Nya, “Tidaklah mereka menantikan kecuali Allah datang kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 210).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿رَّضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُوا عَنۡهُ﴾ [المائدة: ١١٩].

Firman Allah taala, “Allah meridai mereka dan mereka pun rida kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 119).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُ﴾ [المائدة: ٥٤].

Firman Allah taala, “Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).

وَقَوۡلُهُ فِي الۡكُفَّارِ: ﴿وَغَضِبَ اللهُ عَلَيۡهِمۡ﴾ [الفتح: ٦].

Firman Allah tentang orang-orang kafir, “Allah murka terhadap mereka.” (QS. Al-Fath: 6).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿اتَّبَعُوا مَا أَسۡخَطَ اللهَ﴾ [محمد: ٢٨].

Firman Allah taala, “Mereka mengikuti apa yang membuat Allah murka.” (QS. Muhammad: 28).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿كَرِهَ اللهُ انۡبِعَاثَهُمۡ﴾ [التوبة: ٤٦].

Firman Allah taala, “Allah tidak menyukai keberangkatan mereka.” (QS. At-Taubah: 46).

وَمِنَ السُّنَّةِ، قَوۡلُهُ ﷺ: (يَنۡزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيۡلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنۡيَا).

Dari sunah, sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Tuhan kita—tabaraka wa ta’ala—turun di setiap malam ke langit dunia.”2HR. Al-Bukhari nomor 1145 dan Muslim nomor 758.

وَقَوۡلُهُ: (يَعۡجَبُ رَبُّكَ مِنَ الشَّابِّ لَيۡسَتۡ لَهُ صَبۡوَةٌ).

Sabda beliau, “Tuhanmu takjub akan pemuda yang tidak memiliki kecondongan kepada hal yang sia-sia.”3HR. Ahmad nomor 17506.

وَقَوۡلُهُ: (يَضۡحَكُ اللهُ إِلَى رَجُلَيۡنِ قَتَلَ أَحَدُهُمَا الۡآخَرَ ثُمَّ يَدۡخُلَانِ الۡجَنَّةَ).

Sabda Nabi, “Allah tertawa kepada dua orang, salah satunya membunuh yang lain, kemudian keduanya masuk janah.”4HR. Al-Bukhari nomor 2826 dan Muslim nomor 1890.

فَهَٰذَا وَمَا أَشۡبَهَهُ مِمَّا صَحَّ سَنَدُهُ، وَعُدِّلَتۡ رِوَايَتُهُ نُؤۡمِنُ بِهِ، وَلَا نَرُدُّهُ، وَلَا نَجۡحَدُهُ، وَلَا نَتَأَوَّلُهُ بِتَأۡوِيلٍ يُخَالِفُ ظَاهِرَهُ وَلَا نُشَبِّهُهُ بِصِفَاتِ الۡمَخۡلُوقِينَ، وَلَا بِسِمَاتِ الۡمُحۡدَثِينَ، وَنَعۡلَمُ أَنَّ اللهَ سُبۡحَانَهُ لَا شَبِيهَ لَهُ، وَلَا نَظِيرَ ﴿لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ﴾ [الشورى: ١١]، وَكُلُّ مَا يُخَيَّلُ فِي الذِّهۡنِ أَوۡ خَطَرَ بِالۡبَالِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى بِخِلَافِهِ.

Sifat ini dan sifat semisalnya yang bersumber dari hadis yang sahih sanadnya dan para rawinya dinilai adil, maka kita mengimaninya, tidak menolaknya, tidak menentangnya, tidak menakwil dengan takwil yang menyelisihi lahiriahnya, tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk atau ciri yang dibuat-buat. Kita mengetahui bahwa Allah Yang Maha Suci tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada yang menandingi-Nya. “Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11). Setiap yang dikhayalkan dalam pikiran atau terbetik dalam benak, maka sesungguhnya Allah taala berbeda darinya.

وَمِنۡ ذٰلِكَ قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ﴾ [طه: ٥].

Di antaranya adalah firman Allah taala, “Allah yang Maha Penyayang tinggi di atas arasy.” (QS. Thaha: 5).

وَقَوۡلُهُ: ﴿ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ﴾ [تبارك: ١٦].

Firman Allah, “Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang ada di atas langit?” (QS. Al-Mulk: 16).

وَقَوۡلُ النَّبِيِّ ﷺ: (رَبُّنَا اللهُ الَّذِي فِي السَّمَاءِ تَقَدَّسَ اسۡمُكَ).

Sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Rabb kami adalah Allah yang di atas langit, Maha Suci nama-Mu.”5HR. Abu Dawud nomor 3892.

وَقَالَ لِلۡجَارِيَةِ: (أَيۡنَ اللهُ؟) قَالَتۡ: فِي السَّمَاءِ، قَالَ: (أَعۡتِقۡهَا فَإِنَّهَا مُؤۡمِنَةٌ). رَوَاهُ مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ وَمُسۡلِمٌ وَغَيۡرُهُمَا مِنَ الۡأَئِمَّةِ.

Nabi bertanya kepada seorang budak wanita, “Di mana Allah?”

Dia menjawab, “Di atas langit.”

Nabi bersabda, “Merdekakan dia, karena dia seorang mukminah.”

Diriwayatkan oleh Malik bin Anas, Muslim6Nomor 537., dan para imam selain mereka berdua.

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ لِحُصَيۡنٍ: (كَمۡ إِلَٰهًا تَعۡبُدُ)؟ قَالَ: سَبۡعَةً: سِتَّةً فِي الۡأَرۡضِ وَوَاحِدًا فِي السَّمَاءِ، قَالَ: (مَنۡ لِرَغۡبَتِكَ وَرَهۡبَتِكَ؟) قَالَ: الَّذِي فِي السَّمَاءِ، قَالَ: (فَاتۡرُكِ السِّتَّةَ وَاعۡبُدِ الَّذِي فِي السَّمَاءِ وَأَنَا أُعَلِّمُكَ دَعۡوَتَيۡنِ) فَأَسۡلَمَ وَعَلَّمَهُ النَّبِيُّ ﷺ أَنۡ يَقُولَ: (اللّٰهُمَّ أَلۡهِمۡنِي رُشۡدِي وَقِنِي شَرَّ نَفۡسِي).

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bertanya kepada Hushain, “Berapa ilah yang engkau sembah?”

Hushain menjawab, “Tujuh: enam di bumi dan satu di atas langit.”

Nabi bertanya, “Siapa yang engkau tujukan perasaan harap dan cemasmu?”

Hushain menjawab, “Ilah yang di atas langit.”

Nabi bersabda, “Maka, tinggalkan yang enam dan sembahlah ilah yang di atas langit. Aku akan mengajarimu dua doa.”

Hushain pun masuk Islam dan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengajarinya untuk berdoa, “Ya Allah, berilah ilham yang membimbingku dan jagalah aku dari kejahatan jiwaku.”7HR. At-Tirmidzi nomor 3483.

وَفِيمَا نُقِلَ مِنۡ عَلَامَاتِ النَّبِيِّ ﷺ وَأَصۡحَابِهِ فِي الۡكُتُبِ الۡمُتَقَدِّمَةِ أَنَّهُمۡ يَسۡجُدُونَ بِالۡأَرۡضِ، وَيَزۡعُمُونَ أَنَّ إِلَٰهَهُمۡ فِي السَّمَاءِ.

Juga apa yang dinukilkan berupa ciri-ciri Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan para sahabatnya di dalam kitab-kitab terdahulu bahwa mereka sujud di muka bumi dan menganggap bahwa ilah mereka di atas langit.

وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ فِي (سُنَنِهِ) أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (إِنَّ مَا بَيۡنَ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ مَسِيرَةُ كَذَا وَكَذَا – وَذَكَرَ الۡخَبَرَ إِلَى قَوۡلِهِ: وَفَوۡقَ ذٰلِكَ الۡعَرۡشُ وَاللهُ سُبۡحَانَهُ فَوۡقَ ذٰلِكَ).

Abu Dawud meriwayatkan di dalam Sunan-nya8Nomor 4723. bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sesungguhnya jarak antara satu langit dengan langit lainnya adalah sejauh perjalanan begini dan begini.” Beliau menyebutkan kabar ini hingga sabda beliau, “Dan di atas langit itu adalah arasy. Dan Allah—Maha Suci Dia—di atas arasy itu.”

فَهَٰذَا وَمَا أَشۡبَهَهُ مِمَّا أَجۡمَعَ السَّلَفُ رَحِمَهُمُ اللهُ عَلَى نَقۡلِهِ وَقَبُولِهِ، وَلَمۡ يُتَعَرَّضۡ لِرَدِّهِ وَلَا تَأۡوِيلِهِ وَلَا تَشۡبِيهِهِ وَلَا تَمۡثِيلِهِ.

Inilah sifat  tinggi dan sifat yang semisalnya adalah termasuk hal yang disepakati oleh para ulama salaf—rahimahumullah—akan penukilan dan penerimaannya. Tidak boleh disimpangkan untuk menolaknya, menakwilnya, dan menyerupakannya.

سُئِلَ مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ الۡإِمَامُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ فَقِيلَ: يَا أَبَا عَبۡدِ اللهِ ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ﴾ [طه: ٥] كَيۡفَ اسۡتَوَى؟ فَقَالَ: الۡاِسۡتِوَاءُ غَيۡرُ مَجۡهُولٍ، وَالۡكَيۡفُ غَيۡرُ مَعۡقُولٍ، وَالۡإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنۡهُ بِدۡعَةٌ، ثُمَّ أَمَرَ بِالرَّجُلِ فَأُخۡرِجَ.

Imam Malik bin Anas—rahimahullah—pernah ditanya, “Wahai Abu ‘Abdullah, ayat: Yang Maha Pengasih bersemayam di atas arasy. (QS. Thaha: 5).  Bagaimana Allah bersemayam?”

Beliau berkata, “Bersemayam sudah diketahui. Kaifiatnya tidak bisa dijangkau oleh akal. Beriman dengannya wajib. Bertanya tentangnya adalah bidah.”

Lalu beliau menyuruh agar orang itu dikeluarkan.

[مِنۡ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى أَنَّهُ مُتَكَلِّمٌ بِكَلَامٍ قَدِيمٍ]

Termasuk Sifat Allah Taala Adalah Dia Mampu Berbicara Semenjak Dahulu

كَلَامُ اللهِ. وَمِنۡ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى أَنَّهُ مُتَكَلِّمٌ بِكَلَامٍ قَدِيمٍ، يَسۡمَعُهُ مِنۡهُ مَنۡ شَاءَ مِنۡ خَلۡقِهِ. سَمِعَهُ مُوسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ مِنۡهُ مِنۡ غَيۡرِ وَاسِطَةٍ، وَسَمِعَهُ جِبۡرِيلُ عَلَيۡهِ السَّلَامُ، وَمَنۡ أَذِنَ لَهُ مِنۡ مَلَائِكَتِهِ.

Kalam Allah. Termasuk sifat Allah taala adalah bahwa Dia berbicara dengan pembicaraan yang lampau. Kalam-Nya bisa didengar oleh siapa saja yang Dia kehendaki dari makhluk-Nya. Musa—‘alaihis salam—mendengar kalam-Nya dari-Nya secara langsung tanpa perantara. Jibril—‘alaihis salam—juga mendengar kalam-Nya, serta sebagian malaikat dan rasul yang Dia izinkan.

وَأَنَّهُ سُبۡحَانَهُ يُكَلِّمُ الۡمُؤۡمِنِينَ فِي الۡآخِرَةِ وَيُكَلِّمُونَهُ، وَيَأۡذَنُ لَهُمۡ فَيَزُورُونَهُ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمًا﴾ [النساء: ١٦٤].

Allah—Maha Suci Dia—berbicara dengan kaum mukminin di akhirat dan mereka berbicara dengan-Nya. Allah memberi izin kepada mereka lalu mereka mengunjungi-Nya.

Allah taala berfirman, “Allah benar-benar berbicara kepada Musa.” (QS. An-Nisa`: 164).

وَقَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿يَـٰمُوسَىٰٓ إِنِّى ٱصۡطَفَيۡتُكَ عَلَى ٱلنَّاسِ بِرِسَـٰلَـٰتِى وَبِكَلَـٰمِى﴾ [الأعراف: ١٤٤].

Allah—Maha Suci Dia—berfirman, “Allah berkata: Wahai Musa, sesungguhnya Aku memilih engkau dari sekalian manusia dengan risalah-Ku dan kalam-Ku.” (QS. Al-A’raf: 144).

وَقَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿مِّنۡهُم مَّن كَلَّمَ ٱللَّهُ﴾ [البقرة: ٢٥٣].

Allah—Maha Suci Dia—berfirman, “Di antara mereka ada yang Allah ajak bicara.” (QS. Al-Baqarah: 253).

وَقَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ ٱللَّهُ إِلَّا وَحۡيًا أَوۡ مِن وَرَآئِ حِجَابٍ﴾ [الشورى: ٥١].

Allah—Maha Suci Dia—berfirman, “Tidak bisa bagi seorang pun, diajak bicara oleh Allah kecuali melalui wahyu atau dari balik tabir.” (QS. Asy-Syura: 51).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِىَ يَـٰمُوسَىٰٓ ۝١١ إِنِّىٓ أَنَا۠ رَبُّكَ﴾ [طه: ١١-١٢].

Allah taala berfirman, “Ketika Musa datang ke situ, beliau dipanggil: Wahai Musa, sesungguhnya Aku adalah Rabb-mu.” (QS. Thaha: 11-12).

وَقَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِى﴾ [طه: ١٤].

Allah—Maha Suci Dia—berfirman, “Sesungguhnya Aku adalah Allah Yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku. Maka sembahlah Aku.” (QS. Thaha: 14).

وَغَيۡرُ جَائِزٍ أَنۡ يَقُولَ هَٰذَا أَحَدٌ غَيۡرُ اللهِ.

Tidak ada satu pun yang boleh mengatakan ucapan ini selain Allah.

وَقَالَ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: إِذَا تَكَلَّمَ اللهُ بِالۡوَحۡيِ سَمِعَ صَوۡتَهُ أَهۡلُ السَّمَاءِ، رَوَى ذٰلِكَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.

‘Abdullah bin Mas’ud—radhiyallahu ‘anhu—berkata, “Apabila Allah berbicara melalui wahyu, maka penduduk langit mendengar suara-Nya.” Beliau meriwayatkan itu dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

وَرَوَى عَبۡدُ اللهِ بۡنُ أُنَيۡسٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: (يُحۡشَرُ الۡخَلَائِقُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ عُرَاةً حُفَاةً غُرۡلًا بُهۡمًا فَيُنَادِيهِمۡ بِصَوۡتٍ يَسۡمَعُهُ مَنۡ بَعُدَ، كَمَا يَسۡمَعُهُ مَنۡ قَرُبَ: أَنَا الۡمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ) رَوَاهُ الۡأَئِمَّةُ، وَاسۡتَشۡهَدَ بِهِ الۡبُخَارِيُّ.

‘Abdullah bin Unais meriwayatkan dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bahwa beliau bersabda, “Para makhluk akan dikumpulkan hari kiamat dalam keadaan tanpa busana dan tanpa alas kaki. Lalu Allah menyeru mereka dengan suara yang didengar dari tempat yang jauh sebagaimana didengar dari tempat yang dekat: Aku adalah raja, Aku adalah Ad-Dayyan (Yang Maha Membalas amalan hamba).”9HR. Ahmad nomor 16138. Diriwayatkan oleh para imam hadis dan Al-Bukhari menjadikannya sebagai pendukung.

وَفِي بَعۡضِ الۡآثَارِ أَنَّ مُوسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ لَيۡلَةً رَأَى النَّارَ فَهَالَتۡهُ وَفَزِعَ مِنۡهَا، فَنَادَاهُ رَبُّهُ: يَا مُوسَى! فَأَجَابَ سَرِيعًا اسۡتِئۡنَاسًا بِالصَّوۡتِ، فَقَالَ: لَبَّيۡكَ لَبَّيۡكَ أَسۡمَعُ صَوۡتَكَ وَلَا أَرَى مَكَانَكَ، فَأَيۡنَ أَنۡتَ؟ فَقَالَ: أَنَا فَوۡقَكَ، وَأَمَامَكَ، وَعَنۡ يَمِينِكَ، وَعَنۡ شِمَالِكَ، فَعَلِمَ أَنَّ هَٰذِهِ الصِّفَةَ لَا تَنۡبَغِي إِلَّا لِلهِ تَعَالَى. قَالَ: كَذٰلِكَ أَنۡتَ يَا إِلَٰهِي أَفَكَلَامَكَ أَسۡمَعُ أَمۡ كَلَامَ رَسُولِكَ؟ قَالَ: بَلۡ كَلَامِي يَا مُوسَى.

Dalam sebagian riwayat bahwa Musa—‘alaihis salam—pada suatu malam melihat api. Api itu menakutinya dan beliau takut darinya. Tuhannya memanggilnya, “Wahai Musa.”

Musa segera menjawab dengan suka cita. Beliau berkata, “Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku mendengar suara-Mu, namun aku tidak melihat tempat-Mu. Di mana Engkau?”

Allah berkata, “Aku di atasmu, di depanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu.”

Musa mengetahui bahwa sifat ini tidak pantas kecuali bagi Allah taala. Beliau berkata, “Demikianlah Engkau wahai ilahku. Apakah kalam-Mu yang aku dengar atau kalam rasul-Mu?”

Allah berkata, “Kalam-Ku wahai Musa.”

[الۡقُرۡآنُ كَلَامُ اللهِ]

Alquran adalah Kalam Allah

وَمِنۡ كَلَامِ اللهِ سُبۡحَانَهُ: الۡقُرۡآنُ الۡعَظِيمُ، وَهُوَ كِتَابُ اللهِ الۡمُبِينُ، وَحَبۡلُهُ الۡمَتِينُ وَصِرَاطُهُ الۡمُسۡتَقِيمُ وَتَنۡزِيلُ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الۡأَمِينُ، عَلَى قَلۡبِ سَيِّدِ الۡمُرۡسَلِينَ، بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ، مُنَزَّلٌ غَيۡرُ مَخۡلُوقٍ، مِنۡهُ بَدَأَ وَإِلَيۡهِ يَعُودُ.

Di antara kalam Allah—Maha Suci Dia—adalah Alquran yang agung, yaitu kitab Allah yang menjelaskan, tali-Nya yang kokoh, jalan-Nya yang lurus, tanzil dari Tuhan semesta alam.

Dibawa turun oleh Jibril, ruh yang amanah, kepada hati pemuka para rasul, dengan bahasa Arab yang jelas. Diturunkan dan bukan diciptakan. Dari-Nya berawal dan kepada-Nya akan kembali.

وَهُوَ سُوَرٌ مُحۡكَمَاتٌ، وَآيَاتٌ بَيِّنَاتٌ، وَحُرُوفٌ وَكَلِمَاتٌ، مَنۡ قَرَأَهُ فَأَعۡرَبَهُ فَلَهُ بِكُلِّ حَرۡفٍ عَشۡرُ حَسَنَاتٍ. لَهُ أَوَّلٌ وَآخِرٌ، وَأَجۡزَاءٌ وَأَبۡعَاضٌ، مَتۡلُوٌّ بِالۡأَلۡسِنَةِ مَحۡفُوٌظ فِي الصُّدُورِ، مَسۡمُوعٌ بِالۡآذَانِ، مَكۡتُوبٌ فِي الۡمَصَاحِفِ، فِيهِ مُحۡكَمٌ وَمُتَشَابِهٌ، وَنَاسِخٌ وَمَنۡسُوخٌ، وَخَاصٌّ وَعَامٌّ، وَأَمۡرٌ وَنَهۡيٌ.

Alquran adalah surah-surah yang muhkamat, ayat-ayat yang jelas, huruf-huruf dan kata-kata. Siapa saja yang membacanya dengan baik maka dia mendapat sepuluh kebaikan dengan setiap hurufnya.

Alquran memiliki awal dan akhir, juz-juz dan bagian-bagian, dibaca dengan lisan-lisan, dihafal di dalam dada-dada, didengar oleh telinga-telinga, ditulis di dalam mushaf-mushaf.

Isinya ada yang muhkamat dan mutasyabihat, yang menasakh dan dinasakh, khusus dan umum, perintah dan larangan.

﴿لَّا يَأۡتِيهِ ٱلۡبَـٰطِلُ مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَلَا مِنۡ خَلۡفِهِۦ ۖ تَنزِيلٌ مِّنۡ حَكِيمٍ حَمِيدٍ﴾ [فصلت: ٤٢].

“Kebatilan tidak bisa mendatanginya dari arah depan dan belakang. Tanzil dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.” (QS. Fushshilat: 42).

وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿قُل لَّئِنِ ٱجۡتَمَعَتِ ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُوا۟ بِمِثۡلِ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ لَا يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ ظَهِيرًا﴾ [الإسراء: ٨٨].

Dan firman Allah taala, “Katakanlah: Sungguh jika manusia dan jin bersatu untuk mendatangkan yang semisal Alquran ini, niscaya mereka tidak bisa mendatangkannya, walaupun mereka saling bahu-membahu.” (QS. Al-Isra`: 88).

وَهُوَ هَٰذَا الۡكِتَابُ الۡعَرَبِيُّ الَّذِي قَالَ فِيهِ الَّذِينَ كَفَرُوا: ﴿لَن نُّؤۡمِنَ بِهَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ﴾ [سبأ: ٣١].

Alquran adalah kitab suci berbahasa Arab yang dikatakan oleh orang-orang kafir, “Kami tidak akan beriman dengan Alquran ini.” (QS. Saba`: 31).

وَقَالَ بَعۡضُهُمۡ: ﴿إِنۡ هَـٰذَآ إِلَّا قَوۡلُ ٱلۡبَشَرِ﴾ [المدثر: ٢٥] فَقَالَ اللهُ سُبۡحَانَهُ: ﴿سَأُصۡلِيهِ سَقَرَ﴾ [المدثر: ٢٦].

Sebagian mereka berkata, “Tidak lain ini melainkan ucapan manusia.” (QS. Al-Muddatstsir: 25). Lalu Allah—subhanah—berfirman, “Kelak akan Aku masukkan dia ke dalam neraka Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 26).

وَقَالَ بَعۡضُهُمۡ: هُوَ شِعۡرٌ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا عَلَّمۡنَـٰهُ ٱلشِّعۡرَ وَمَا يَنۢبَغِى لَهُۥٓ ۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ وَقُرۡءَانٌ مُّبِينٌ﴾ [يس: ٦٩].

Sebagian mereka mengatakan bahwa Alquran adalah syair. Maka Allah taala berfirman, “Tidaklah Kami mengajarinya syair dan hal itu tidak pantas baginya. Tidaklah Alquran itu melainkan zikir dan bacaan yang menjelaskan.” (QS. Yasin: 69).

فَلَمَّا نَفَى اللهُ عَنۡهُ أَنَّهُ شِعۡرٌ وَأَثۡبَتَهُ قُرۡآنًا، لَمۡ يَبۡقَ شُبۡهَةٌ لِذِى لُبٍّ فِي أَنَّ الۡقُرۡآنَ هُوَ هَٰذَا الۡكِتَابُ الۡعَرَبِيُّ الَّذِي هُوَ كَلِمَاتٌ، وَحُرُوفٌ، وَآيَاتٌ، لِأَنَّ مَا لَيۡسَ كَذٰلِكَ لَا يَقُولُ أَحَدٌ إِنَّهُ شِعۡرٌ.

Ketika Allah telah menafikan bahwa Alquran itu syair dan menetapkannya sebagai bacaan, maka tidak tersisa satu syubhat pun bagi yang memiliki akal sehat bahwa Alquran adalah kitab suci berbahasa Arab yang terdiri dari kata-kata, huruf-huruf, dan ayat-ayat. Karena apa saja yang tidak disifati demikian, tidak ada seorang pun yang akan mengatakannya sebagai syair.

وَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿وَإِن كُنتُمۡ فِى رَيۡبٍ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُوا۟ بِسُورَةٍ مِّن مِّثۡلِهِۦ﴾ [البقرة: ٢٣].

Allah—‘azza wa jalla—berfirman , “Jika kalian ragu dari apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah satu surah semisalnya dan panggillah saksi-saksi kalian selain Allah.” (QS. Al-Baqarah: 23).

وَلَا يَجُوزُ أَنۡ يَتَحَدَّاهُمۡ بِالۡإِتۡيَانِ بِمِثۡلِ مَا لَا يُدۡرَى مَا هُوَ وَلَا يُعۡقَلۡ.

Tidak bisa untuk menantang mereka untuk mendatangkan yang semisal dengan yang tidak dia ketahui dan tidak dia pahami.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ ءَايَاتُنَا بَيِّنَـٰتٍ ۙ قَالَ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا ٱئۡتِ بِقُرۡءَانٍ غَيۡرِ هَـٰذَآ أَوۡ بَدِّلۡهُ ۚ قُلۡ مَا يَكُونُ لِىٓ أَنۡ أُبَدِّلَهُۥ مِن تِلۡقَآئِ نَفۡسِىٓ﴾ [يونس: ١٥].

Allah taala berfirman, “Apabila ayat-ayat Kami yang jelas dibacakan kepada mereka, orang-orang yang tidak mengharapkan perjumpaan dengan Kami berkata: Datangkan Alquran selain ini atau gantilah. Katakanlah: Aku tidak bisa menggantinya dari diriku sendiri.” (QS. Yunus: 15).

فَأَثۡبَتَ أَنَّ الۡقُرۡآنَ هُوَ الۡآيَاتُ الَّتِي تُتۡلَى عَلَيۡهِمۡ.

Allah menetapkan bahwa Alquran adalah ayat-ayat yang dibacakan kepada mereka.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿بَلۡ هُوَ ءَايَـٰتٌۢ بَيِّنَـٰتٌ فِى صُدُورِ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلۡعِلۡمَ﴾ [العنكبوت: ٤٩].

Allah taala berfirman, “Bahkan Alquran adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada orang-orang yang diberi ilmu.” (QS. Al-‘Ankabut: 49).

وَقَالَ: ﴿ إِنَّهُۥ لَقُرۡءَانٌ كَرِيمٌ ۝٧٧ فِى كِتَـٰبٍ مَّكۡنُونٍ ۝٧٨ لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُطَهَّرُونَ﴾ [الواقعة: ٧٧-٧٩] بَعۡدَ أَنۡ أَقۡسَمَ عَلَى ذٰلِكَ.

Allah taala berfirman, “Sesungguhnya itu adalah Alquran yang mulia. Di dalam kitab yang dijaga. Tidak menyentuhnya kecuali makhluk-makhluk yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 77-79). Setelah Dia bersumpah akan hal itu.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿كٓهيعٓصٓ﴾ [مريم: ١] ﴿حمٓ ۝١ عٓسٓقٓ﴾ [الشورى: ١-٢] وَافۡتَتَحَ تِسۡعًا وَعِشۡرِينَ سُورَةً بِالۡحُرُوفِ الۡمُقَطَّعَةِ.

Allah taala berfirman, “Kaf ha ya ‘ain shad.” (QS. Maryam: 1). “Ha mim. ‘Ain sin qaf.” (QS. Asy-Syura: 1-2). Dia mengawali dua puluh sembilan surah dengan huruf-huruf yang terpotong-potong.

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (مَنۡ قَرَأَ الۡقُرۡآنَ فَأَعۡرَبَهُ فَلَهُ بِكُلِّ حَرۡفٍ مِنۡهُ عَشۡرُ حَسَنَاتٍ، وَمَنۡ قَرَأَهُ وَلَحَنَ فِيهِ فَلَهُ بِكُلِّ حَرۡفٍ حَسَنَةٌ) حَدِيثٌ صَحِيحٌ.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Siapa saja yang membaca Alquran dengan baik dan benar, maka dia mendapat sepuluh kebaikan dari setiap hurufnya. Siapa saja yang membacanya namun ada kekeliruan dalam membaca maka dia mendapat satu kebaikan dari setiap hurufnya.” Hadis sahih.

وَقَالَ عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (اقۡرَءُوا الۡقُرۡآنَ قَبۡلَ أَنۡ يَأۡتِيَ قَوۡمٌ يُقِيمُونَ حُرُوفَهُ إِقَامَةَ السَّهۡمِ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمۡ يَتَعَجَّلُونَ آخِرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُونَهُ).

Nabi—‘alaihish shalatu was salam—bersabda, “Bacalah Alquran sebelum datang suatu kaum yang mengucapkan hurufnya dengan sempurna namun tidak melampaui laring mereka. Mereka menyegerakan balasannya dan tidak menundanya.”10HR. Abu Dawud nomor 831.

وَقَالَ أَبُو بَكۡرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: إِعۡرَابُ الۡقُرۡآنِ أَحَبُّ إِلَيۡنَا مِنۡ حِفۡظِ بَعۡضِ حُرُوفِهِ.

Abu Bakr dan ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—berkata, “Membaca Alquran dengan baik dan benar lebih kami sukai daripada menghafal sebagian huruf-hurufnya.”

وَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: مَنۡ كَفَرَ بِحَرۡفٍ مِنۡهُ فَقَدۡ كَفَرَ بِهِ كُلِّهِ.

‘Ali—radhiyallahu ‘anhu—berkata, “Siapa saja yang mengingkari satu huruf saja dari Alquran, maka dia telah mengingkari seluruh Alquran.”

وَاتَّفَقَ الۡمُسۡلِمُونَ عَلَى عَدِّ سُوَرِ الۡقُرۡآنِ وَآيَاتِهِ وَكَلِمَاتِهِ وَحُرُوفِهِ.

Kaum muslimin telah bersepakat akan jumlah surah Alquran, ayat, kata, dan hurufnya.

وَلَا خِلَافَ بَيۡنَ الۡمُسۡلِمِينَ فِي أَنَّ مَنۡ جَحَدَ مِنَ الۡقُرۡآنِ سُورَةً أَوۡ آيَةً أَوۡ كَلِمَةً أَوۡ حَرۡفًا مُتَّفَقًا عَلَيۡهِ أَنَّهُ كَافِرٌ، وَفِي هَٰذَا حُجَّةٌ قَاطِعَةٌ عَلَى أَنَّهُ حُرُوفٌ.

Tidak ada perselisihan di antara kaum muslimin bahwa siapa saja yang menentang satu surah atau satu ayat atau satu kata atau satu huruf Alquran yang sudah disepakati, maka dia kafir. Dalam kesepakatan ini ada argumen yang pasti bahwa Alquran adalah huruf-huruf.

[رُؤۡيَةُ الۡمُؤۡمِنِينَ لِرَبِّهِمۡ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ]

Penglihatan Kaum Mukminin kepada Tuhan Mereka pada Hari Kiamat

وَالۡمُؤۡمِنُونَ يَرَوۡنَ رَبَّهُمۡ فِي الۡآخِرَةِ بِأَبۡصَارِهِمۡ، وَيَزُورُونَهُ، وَيُكَلِّمُهُمۡ وَيُكَلِّمُونَهُ.

Kaum mukminin akan melihat Tuhan mereka di akhirat dengan penglihatan mereka. Mereka akan mengunjungi-Nya, Dia akan berbicara dengan mereka, dan mereka akan berbicara dengan-Nya.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وُجُوهٌ يَوۡمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ۝٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾ [القيامة: ٢٢-٢٣].

Allah taala berfirman, “Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri. Memandang kepada Rabb-nya.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿كَلَّا إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوبُونَ﴾ [المطففين: ١٥].

فَلَمَّا حُجِبَ أُولٰئِكَ فِي حَالِ السُّخۡطِ دَلَّ عَلَى أَنَّ الۡمُؤۡمِنِينَ يَرَوۡنَهُ فِي حَالِ الرِّضَى وَإِلَّا لَمۡ يَكُنۡ بَيۡنَهُمَا فَرۡقٌ.

Allah taala berfirman, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya mereka dihalangi dari melihat Rabb mereka pada hari itu.” (QS. Al-Muthaffifin: 15).

Ketika mereka ditutupi dalam keadaan dimurkai, maka ini menunjukkan bahwa kaum mukminin akan melihat-Nya dalam keadaan diridai. Karena, jika tidak demikian, maka tidak ada perbedaan antara keduanya.

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (إِنَّكُمۡ تَرَوۡنَ رَبَّكُمۡ كَمَا تَرَوۡنَ هَٰذَا الۡقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤۡيَتِهِ) حَدِيثٌ صَحِيحٌ مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian, sebagaimana ketika kalian melihat bulan ini. Kalian tidak berdesak-desakkan ketika melihat-Nya.”11HR. Al-Bukhari nomor 4851, Muslim nomor 633, Abu Dawud nomor 4729, dan At-Tirmidzi nomor 2551. Hadis sahih muttafaqun ‘alaihi.

وَهَٰذَا تَشۡبِيهٌ لِلرُّؤۡيَةِ بِالرُّؤۡيَةِ لَا لِلۡمَرۡئِيِّ بِالۡمَرۡئِيِّ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا نَظِيرَ.

Ini adalah penyerupaan penglihatan dengan penglihatan. Bukan penyerupaan antara yang dilihat dengan yang dilihat. Karena Allah taala tidak ada yang serupa dan semisal dengan-Nya.

[الۡقَضَاءُ وَالۡقَدَرُ]

Qada dan Qadar

وَمِنۡ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى أَنَّهُ الۡفَعَّالُ لِمَا يُرِيدُ لَا يَكُونُ شَيۡءٌ إِلَّا بِإِرَادَتِهِ وَلَا يَخۡرُجُ شَيۡءٌ عَنۡ مَشِيئَتِهِ،

Termasuk sifat Allah taala adalah bahwa Dia Maha berbuat apa saja yang Dia kehendaki. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali dengan keinginan-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang keluar dari kehendak-Nya.

وَلَيۡسَ فِي الۡعَالَمِ شَيۡءٌ يَخۡرُجُ عَنۡ تَقۡدِيرِهِ، وَلَا يَصۡدُرُ إِلَّا عَنۡ تَدۡبِيرِهِ، وَلَا مَحِيدَ عَنِ الۡقَدَرِ الۡمَقۡدُورِ،

Tidak ada di alam semesta ini sesuatu pun yang keluar dari takdir-Nya. Tidak ada yang terjadi kecuali dari pengaturan-Nya. Tidak ada tempat mengelak dari takdir yang telah ditetapkan.

وَلَا يَتَجَاوَزُ مَا خُطَّ فِي اللَّوۡحِ الۡمَسۡطُورِ، أَرَادَ مَا الۡعَالَمُ فَاعِلُوهُ، وَلَوۡ عَصَمَهُمۡ لَمَّا خَالَفُوهُ، وَلَوۡ شَاءَ أَنۡ يُطِيعُوهُ جَمِيعًا لَأَطَاعُوهُ،

Tidak ada yang bisa melampaui apa yang telah dituliskan di dalam loh mahfuz. Dia menghendaki segala yang dilakukan oleh seluruh makhluk. Andai Dia menjaga mereka agar tidak berbuat kesalahan, niscaya mereka tidak akan menyelisihi-Nya. Andai Dia menghendaki agar mereka semua menaati-Nya, pasti mereka akan taat kepada-Nya.

خَلَقَ الۡخَلَائِقَ وَأَفۡعَالَهُمۡ، وَقَدَّرَ أَرۡزَاقَهُمۡ وَآجَالَهُمۡ، يَهۡدِي مَنۡ يَشَاءُ بِرَحۡمَتِهِ، وَيُضِلُّ مَنۡ يَشَاءُ بِحِكۡمَتِهِ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿لَا يُسۡـَٔلُ عَمَّا يَفۡعَلُ وَهُمۡ يُسۡـَٔلُونَ﴾ [الأنبياء: ٢٣].

Allah menciptakan semua makhluk dan perbuatannya. Allah telah menakdirkan rezeki dan ajal mereka. Allah tunjuki siapa saja yang Dia kehendaki dengan hikmah-Nya. Allah taala berfirman, “Dia tidak ditanya tentang apa yang Dia lakukan. Justru mereka yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya`: 23).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّا كُلَّ شَىۡءٍ خَلَقۡنَـٰهُ بِقَدَرٍ﴾ [القمر: ٤٩].

Allah taala berfirman, “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir.” (QS. Al-Qamar: 49).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَخَلَقَ كُلَّ شَىۡءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقۡدِيرًا﴾ [الفرقان: ٢].

Allah taala berfirman, “Allah menciptakan segala sesuatu lalu menetapkan takdirnya.” (QS. Al-Furqan: 2).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآ﴾ [الحديد: ٢٢].

Allah taala berfirman, “Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa, baik di bumi maupun pada diri-diri kalian kecuali sudah tertulis di kitab (loh mahfuz) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadid: 22).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَـٰمِ ۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا﴾ [الأنعام: ١٢٥].

Allah taala berfirman, “Siapa saja yang Allah kehendaki untuk membimbingnya, maka akan Allah lapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan siapa saja yang Allah inginkan untuk Dia sesatkan, maka Allah akan jadikan dadanya sempit dan berat.” (QS. Al-An’am: 125).

رَوَى ابۡنُ عُمَرَ أَنَّ جِبۡرِيلَ عَلَيۡهِ السَّلَامُ قَالَ لِلنَّبِيِّ ﷺ: مَا الۡإِيمَانُ؟ قَالَ: (أَنۡ تُؤۡمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالۡيَوۡمِ الۡآخِرِ وَبِالۡقَدَرِ خَيۡرِهِ وَشَرِّهِ) فَقَالَ جِبۡرِيلُ: صَدَقۡتَ. رَوَاهُ مُسۡلِمٌ.

Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Jibril—‘alaihis salam—bertanya kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Apakah iman?”

Nabi menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik dan yang buruk.”

Jibril berkata, “Engkau benar.” (HR. Muslim12 HR. Muslim nomor 8, Abu Dawud nomor 4695, dan At-Tirmidzi nomor 2610.).

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (آمَنۡتُ بِالۡقَدَرِ؛ خَيۡرِهِ وَشَرِّهِ، وَحُلۡوِهِ وَمُرِّهِ).

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Aku beriman dengan takdir, yang baik dan buruk, yang manis dan yang pahit.”

وَمِنۡ دُعَاءِ النَّبِيِّ ﷺ الَّذِي عَلَّمَهُ الۡحَسَنَ بۡنَ عَلِيٍّ يَدۡعُو بِهِ فِي قُنُوتِ الۡوِتۡرِ: (وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيۡتَ).

Di antara doa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—yang beliau ajarkan kepada Al-Hasan bin ‘Ali agar berdoa menggunakannya ketika qunut witir adalah “Dan lindungilah aku dari kejelekan takdir yang engkau tetapkan.”13HR. Abu Dawud nomor 1425, At-Tirmidzi nomor 464, An-Nasa`i nomor 1745, Ibnu Majah nomor 1178, dan Ahmad nomor 1718.

وَلَا نَجۡعَلُ قَضَاءَ اللهِ وَقَدَرَهُ حُجَّةً لَنَا فِي تَرۡكِ أَوَامِرِهِ وَاجۡتِنَابِ نَوَاهِيهِ، بَلۡ يَجِبُ أَنۡ نُؤۡمِنَ وَنَعۡلَمَ أَنَّ لِلهِ عَلَيۡنَا الۡحُجَّةَ بِإِنۡزَالِ الۡكُتُبِ، وَبِعۡثَةِ الرُّسُلِ.

Kita tidak menjadikan qada dan qadar Allah sebagai alasan untuk kita meninggalkan perintah-Nya dan melakukan larangan-Nya. Tetapi kita wajib beriman dan mengetahui bahwa Allah memiliki alasan untuk (menyiksa) kita dengan menurunkan kitab-kitab dan mengutus para rasul.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِ﴾ [النساء: ١٦٥].

Allah taala berfirman, “Agar manusia tidak lagi mengajukan alasan kepada Allah setelah diutusnya para rasul.” (QS. An-Nisa`: 165).

وَنَعۡلَمُ أَنَّ اللهَ – سُبۡحَانَهُ – مَا أَمَرَ وَنَهَى إِلَّا الۡمُسۡتَطِيعَ لِلۡفِعۡلِ وَالتَّرۡكِ، وَأَنَّهُ لَمۡ يَجۡبُرۡ أَحَدًا عَلَى مَعۡصِيَةٍ، وَلَا اضۡطَرَّهُ إِلَى تَرۡكِ طَاعَةٍ.

Kita mengetahui bahwa Allah—subhanah—tidak memerintah dan melarang kecuali kepada orang yang mampu mengerjakannya atau meninggalkannya. Allah juga tidak memaksa seorang pun untuk melakukan kemaksiatan dan tidak memaksanya untuk meninggalkan ketaatan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَا﴾ [البقرة: ٢٨٦].

Allah taala berfirman, “Allah tidak membebani satu jiwa pun kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286).

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ﴾ [التغابن: ١٦].

Allah taala berfirman, “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ٱلۡيَوۡمَ تُجۡزَىٰ كُلُّ نَفۡسٍۭ بِمَا كَسَبَتۡ ۚ لَا ظُلۡمَ ٱلۡيَوۡمَ﴾ [غافر: ١٧].

Allah taala berfirman, “Pada hari ini, setiap jiwa akan dibalas dengan yang dahulu dia upayakan. Tidak ada kezaliman pada hari ini.” (QS. Ghafir: 17).

فَدَلَّ عَلَى أَنَّ لِلۡعَبۡدِ فِعۡلًا وَكَسۡبًا يُجۡزَى عَلَى حَسَنِهِ بِالثَّوَابِ، وَعَلَى سَيِّئِهِ بِالۡعِقَابِ، وَهُوَ وَاقِعٌ بِقَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ.

Yang menunjukkan bahwa seorang hamba memiliki perbuatan dan upaya adalah dia akan dibalas pahala sesuai kebaikannya dan dibalas hukuman sesuai kejelekannya. Ini terjadi dengan qada dan qadar Allah.

[الۡإِيمَانُ قَوۡلٌ وَعَمَلٌ]

Iman adalah Ucapan dan Amalan

وَالۡإِيمَانُ قَوۡلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالۡأَرۡكَانِ وَعَقۡدٌ بِالۡجَنَانِ، يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنۡقُصُ بِالۡعِصۡيَانِ.

Iman adalah ucapan dengan lisan, amalan dengan anggota badan, dan keyakinan dengan hati; bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.

قَالَ اللهُ تَعَالىَ: ﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعۡبُدُوا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤۡتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الۡقَيِّمَةِ﴾ [البينة: ٥]. فَجَعَلَ عِبَادَةَ اللهِ تَعَالَى وَإِخۡلَاصَ الۡقَلۡبِ، وَإِقَامَ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ، كُلَّهُ مِنَ الدِّينِ.

Allah taala berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Allah menjadikan ikhlasnya hati, pelaksanaan salat, dan penunaian zakat sebagai ibadah kepada Allah. Itu semua termasuk agama.

وَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (الۡإِيمَانُ بِضۡعٌ وَسَبۡعُونَ شُعۡبَةً، أَعۡلَاهَا شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدۡنَاهَا إِمَاطَةُ الۡأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ). فَجَعَلَ الۡقَوۡلَ وَالۡعَمَلَ مِنَ الۡإِيمَانِ.

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Iman itu tujuh puluh sekian cabang. Cabang tertinggi adalah persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan cabang terendahnya adalah menghilangkan gangguan dari jalan.”14 Sahih. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Iman, bab Perkara-perkara Iman, nomor 9; Muslim dalam kitab Iman, bab Penjelasan Jumlah Cabang Iman, nomor 35; dan Abu Dawud dalam kitab Sunah, bab Bantahan Pemahaman Irja`, nomor 4676.

Nabi menjadikan ucapan dan amalan termasuk bagian iman.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنًا﴾ [التوبة: ١٢٤] وَقَالَ: ﴿لِيَزۡدَادُوٓا۟ إِيمَٰنًا﴾ [الفتح: ٤].

Allah taala berfirman, “Maka surah ini menambah imannya.” (QS. At-Taubah: 124).

Allah berfirman, “Supaya keimanan mereka bertambah.” (QS. Al-Fath: 4).

وَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (يَخۡرُجُ مِنَ النَّارِ مَنۡ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَفِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ بُرَّةٍ أَوۡ خَرۡدَلَةٍ أَوۡ ذَرَّةٍ مِنَ الۡإِيمَانِ) فَجَعَلَهُ مُتَفَاضِلًا.

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Akan keluar dari neraka, siapa saja yang mengatakan la ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah) dan di dalam hatinya ada iman seberat sebutir jelai atau sebiji sawi atau seekor semut kecil.”15 Sahih. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Iman, bab Tambah dan Kurangnya Iman, nomor 44; dan Muslim dalam kitab Iman, bab Kedudukan Penduduk Surga yang Paling Rendah, nomor 193.

Beliau menjadikan iman berbeda-beda tingkatannya.

[الۡإِيمَانُ بِكُلِّ مَا أَخۡبَرَ بِهِ الرَّسُولُ]

Mengimani Seluruh yang Dikabarkan oleh Rasulullah

وَيَجِبُ الۡإِيمَانُ بِكُلِّ مَا أَخۡبَرَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ وَصَحَّ بِهِ النَّقۡلُ عَنۡهُ فِيمَا شَهِدۡنَاهُ أَوۡ غَابَ عَنَّا نَعۡلَمُ أَنَّهُ حَقٌّ وَصِدۡقٌ، سَوَاءٌ فِي ذٰلِكَ مَا عَقَلۡنَاهُ وَجَهِلۡنَاهُ، وَلَمۡ نَطَّلِعۡ عَلَى حَقِيقَةِ مَعۡنَاهُ.

Wajib mengimani seluruh yang dikabarkan oleh Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan yang sahih dinukilkan dari beliau baik yang kita saksikan ataupun tidak. Kita mengetahui bahwa kabar itu merupakan kebenaran dan kejujuran. Sama saja baik kita memahaminya atau tidak memahaminya dan belum mengetahui hakikat maknanya.

مِثۡلُ حَدِيثِ الۡإِسۡرَاءِ وَالۡمِعۡرَاجِ وَكَانَ يَقَظَةً لَا مَنَامًا، فَإِنَّ قُرَيۡشًا أَنۡكَرَتۡهُ وَأَكۡبَرَتۡهُ، وَلَمۡ تَكُنۡ تُنۡكِرُ الۡمَنَامَاتِ. وَمِنۡ ذٰلِكَ: أَنَّ مَلَكَ الۡمَوۡتِ لَمَّا جَاءَ إِلَى مُوسَى عَلَيۡهِ السَّلَامُ لِيَقۡبِضَ رُوحَهُ لَطَمَهُ فَفَقَأَ عَيۡنَهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَرَدَّ عَلَيۡهِ عَيۡنَهُ.

Seperti hadis isra mikraj. Beliau waktu itu dalam keadaan terjaga, tidak dalam keadaan tertidur, karena orang-orang Quraisy mengingkarinya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang besar. Apabila itu hanya mimpi, tentu tidak akan diingkari.

Di antara kabar dari Nabi adalah bahwa ketika malaikat maut datang kepada Nabi Musa—‘alaihis salam—untuk mencabut ruhnya, Nabi Musa menamparnya hingga matanya copot. Malaikat itu kembali kepada Allah, lalu Allah mengembalikan matanya.16 HR. Al-Bukhari nomor 1339, Muslim nomor 2372, An-Nasa`i nomor 2089, dan Ahmad nomor 7634.

وَمِنۡ ذٰلِكَ أَشۡرَاطُ السَّاعَةِ، مِثۡلُ خُرُوجِ الدَّجَّالِ وَنُزُولِ عِيسَى ابۡنِ مَرۡيَمَ عَلَيۡهِ السَّلَامُ فَيَقۡتُلَهُ وَخُرُوجِ يَأۡجُوجَ وَمَأۡجُوجَ، وَخُرُوجِ الدَّابَّةِ، وَطُلُوعِ الشَّمۡسِ مِنۡ مَغۡرِبِهَا، وَأَشۡبَاهِ ذٰلِكَ مِمَّا صَحَّ بِهِ النَّقۡلُ. وَعَذَابُ الۡقَبۡرِ وَنَعِيمُهُ حَقٌّ وَقَدۡ اسۡتَعَاذَ النَّبِيُّ ﷺ مِنۡهُ، وَأَمَرَ بِهِ فِي كُلِّ صَلَاةٍ. وَفِتۡنَةُ الۡقَبۡرِ حَقٌّ، وَسُؤَالُ مُنۡكَرٍ وَنَكِيرٍ حَقٌّ. وَالۡبَعۡثُ بَعۡدَ الۡمَوۡتِ حَقٌّ وَذٰلِكَ حِينَ يَنۡفُخُ إِسۡرَافِيلُ عَلَيۡهِ السَّلَامُ فِي الصُّورِ: ﴿وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ ٱلۡأَجۡدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يَنسِلُونَ﴾ [يس: ٥١].

Dan di antara hal itu adalah tanda-tanda hari kiamat, semisal munculnya Dajjal, turunnya ‘Isa bin Maryam— ‘alaihis salam—lalu beliau akan membunuh Dajjal, keluarnya Yakjuj wa Makjuj, keluarnya dabat, terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya, dan tanda-tanda selain itu dari dalil naqli yang sahih.

Azab dan nikmat kubur adalah benar. Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berlindung dari azab kubur dan memerintahkannya dalam setiap salat.

Ujian di alam kubur adalah benar. Pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah benar.

Kebangkitan setelah kematian adalah benar. Peristiwa itu adalah ketika malaikat Israfil—‘alaihis salam—meniup sangkakala. “Sangkakala pun ditiup, lalu serta-merta mereka keluar dengan segera dari kuburnya menuju Tuhan mereka.” (QS. Yasin: 51).

وَيُحۡشَرُ النَّاسُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرۡلًا بُهۡمًا فَيَقِفُونَ فِي مَوۡقِفِ الۡقِيَامَةِ، حَتَّى يَشۡفَعَ فِيهِمۡ نَبِيُّنَا ﷺ.

Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tanpa busana, tidak berkhitan, dan tangan hampa. Mereka berdiri di suatu tempat berdiri pada hari kiamat hingga Nabi kita—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memberi syafaat kepada mereka.

فَيُحَاسِبُهُمُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَتُنۡصَبُ الۡمَوَازِينُ، وَتُنۡشَرُ الدَّوَاوِينُ، وَتَتَطَايَرُ صَحَائِفُ الۡأَعۡمَالِ إِلَى الۡأَيۡمَانِ وَالشَّمَائِلِ ﴿فَأَمَّا مَنۡ أُوتِىَ كِتَـٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ ۝٧ فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا ۝٨ وَيَنقَلِبُ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ مَسۡرُورًا ۝٩ وَأَمَّا مَنۡ أُوتِىَ كِتَـٰبَهُۥ وَرَآءَ ظَهۡرِهِۦ ۝١٠ فَسَوۡفَ يَدۡعُوا۟ ثُبُورًا ۝١١ وَيَصۡلَىٰ سَعِيرًا﴾ [الانشقاق: ٧-١٢]. وَالۡمِيزَانُ لَهُ كِفَّتَانِ وَلِسَانٌ، تُوزَنُ بِهِ الۡأَعۡمَالُ ﴿فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ۝١٠٢ وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمۡ فِى جَهَنَّمَ خَـٰلِدُونَ﴾ [المؤمنون: ١٠٢-١٠٣].

Lalu Allah—tabaraka wa ta’ala—menghisab mereka, memancangkan mizan-mizan, menyebarkan catatan-catatan, dan lembaran-lembaran amal bertebaran ke kanan dan kiri. “Adapun orang yang diberi kitab dari sebelah kanan, maka kelak dia akan dihisab dengan hisab yang mudah dan dia akan kembali ke keluarganya dalam keadaan bahagia. Adapun orang yang diberi kitabnya dari belakang punggungnya, maka kelak dia akan berteriak: Celaka aku; dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 7-12).

Mizan memiliki dua piringan timbangan dan satu tuas. Amalan ditimbang menggunakan ini. “Barang siapa yang berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan diri-diri mereka. Mereka kekal di dalam neraka Jahannam.” (QS. Al-Mu`minun: 102-103).

وَلِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ﷺ حَوۡضٌ فِي الۡقِيَامَةِ مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحۡلَى مِنَ الۡعَسَلِ، وَأَبَارِيقُهُ عَدَدَ نُجُومِ السَّمَاءِ، مَنۡ شَرِبَ مِنۡهُ شَرۡبَةً لَمۡ يَظۡمَأۡ بَعۡدَهَا أَبَدًا. وَالصِّرَاطُ حَقٌّ يَجُوزُهُ الۡأَبۡرَارُ، وَيَزِلُّ عَنۡهُ الۡفُجَّارُ، وَيَشۡفَعُ نَبِيُّنَا ﷺ فِيمَنۡ دَخَلَ النَّارَ مِنۡ أُمَّتِهِ مِنۡ أَهۡلِ الۡكَبَائِرِ فَيَخۡرُجُونَ بِشَفَاعَتِهِ بَعۡدَ مَا احۡتَرَقُوا وَصَارُوا فَحۡمًا وَحُمَمًا، فَيَدۡخُلُونَ الۡجَنَّةَ بِشَفَاعَتِهِ.

وَلِسَائِرِ الۡأَنۡبِيَاءِ وَالۡمُؤۡمِنِينَ وَالۡمَلَائِكَةِ شَفَاعَاتٌ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرۡتَضَىٰ وَهُم مِّنۡ خَشۡيَتِهِۦ مُشۡفِقُونَ﴾ [الأنبياء: ٢٨].

وَلَا تَنۡفَعُ الۡكَافِرَ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ.

وَالۡجَنَّةُ وَالنَّارُ مَخۡلُوقَتَانِ لَا تَفۡنَيَانِ، فَالۡجَنَّةُ مَأۡوَى أَوۡلِيَائِهِ، وَالنَّارُ عِقَابٌ لِأَعۡدَائِهِ، وَأَهۡلُ الۡجَنَّةِ فِيهَا مُخَلَّدُونَ ﴿إِنَّ ٱلۡمُجۡرِمِينَ فِى عَذَابِ جَهَنَّمَ خَـٰلِدُونَ ۝٧٤ لَا يُفَتَّرُ عَنۡهُمۡ وَهُمۡ فِيهِ مُبۡلِسُونَ﴾ [الزخروف: ٧٤-٧٥].

وَيُؤۡتَى بِالۡمَوۡتِ فِي صُورَةِ كَبۡشٍ أَمۡلَحَ، فَيُذۡبَحُ بَيۡنَ الۡجَنَّةِ وَالنَّارِ، ثُمَّ يُقَالُ: (يَا أَهۡلَ الۡجَنَّةِ خُلُودٌ وَلَا مَوۡتَ، وَيَا أَهۡلَ النَّارِ خُلُودٌ وَلَا مَوۡتَ).

Nabi kita Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memiliki sebuah haud (telaga) di hari kiamat. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Jumlah cereknya sebanyak bintang-bintang di langit. Siapa saja yang minum seteguk darinya, dia tidak akan haus lagi selama-lamanya.

Sirat benar adanya. Orang-orang yang banyak berbuat baik akan melewatinya, sedangkan orang-orang yang durhaka akan terpeleset darinya.

Nabi kita Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memberikan syafaat kepada orang-orang yang telah masuk neraka di antara umatnya dari kalangan para pelaku dosa besar sehingga mereka keluar dengan sebab syafaat beliau setelah mereka dibakar dan menjadi arang. Maka mereka pun masuk janah dengan sebab syafaat beliau.

Begitu pula seluruh para nabi, kaum mukminin, dan para malaikat bisa memberi syafaat. Allah taala berfirman, “Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiya`: 28).

Namun syafaat dari para pemberi syafaat tidak bermanfaat bagi orang kafir.

Janah dan neraka adalah dua makhluk yang tidak akan fana. Janah adalah tempat kembali para wali Allah, sedangkan neraka adalah hukuman bagi para musuh-Nya. Penghuni janah kekal di dalamnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam. Azab itu tidak diringankan dari mereka dan mereka putus asa di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 74-75).

Kematian akan didatangkan dalam bentuk seekor kibas berbulu putih campur hitam. Kibas tersebut akan disembelih di antara janah dan neraka kemudian dikatakan, “Wahai penghuni janah, kalian kekal dan tidak ada kematian. Wahai penghuni neraka, kalian kekal dan tidak ada kematian.”

[مُحَمَّدٌ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ]

Nabi Muhammad adalah Penutup Para Nabi

وَمُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ ﷺ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ وَسَيِّدُ الۡمُرۡسَلِينَ، لَا يَصِحُّ إِيمَانُ عَبۡدٍ حَتَّى يُؤۡمِنَ بِرِسَالَتِهِ، وَيَشۡهَدَ بِنُبُوَّتِهِ، وَلَا يُقۡضَى بَيۡنَ النَّاسِ فِي الۡقِيَامَةِ إِلَّا بِشَفَاعَتِهِ، وَلَا يَدۡخُلُ الۡجَنَّةَ أُمَّةٌ إِلَّا بَعۡدَ دُخُولِ أُمَّتِهِ. صَاحِبُ لِوَاءِ الۡحَمۡدِ وَالۡمَقَامِ الۡمَحۡمُودِ وَالۡحَوۡضِ الۡمَوۡرُودِ، وَهُوَ إِمَامُ النَّبِيِّينَ، وَخَطِيبُهُمۡ، وَصَاحِبُ شَفَاعَتِهِمۡ.

Muhammad Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—adalah penutup para nabi dan pemuka para rasul. Tidak sah iman seorang hamba hingga dia beriman dengan kerasulan beliau, bersaksi dengan kenabian beliau, tidak diputuskan perkara antara manusia pada hari kiamat kecuali dengan syafaat beliau, dan tidak ada satu umat pun yang masuk janah kecuali setelah masuknya umat beliau.

Beliau adalah pemilik liwa/bendera pujian, maqam mahmud (kedudukan yang terpuji), dan haud al-maurud telaga yang paling banyak didatangi. Beliau adalah pemimpin para nabi, juru bicara mereka, dan pemilik syafaat mereka.

أُمَّتُهُ خَيۡرُ الۡأُمَمِ، وَأَصۡحَابُهُ خَيۡرُ أَصۡحَابِ الۡأَنۡبِيَاءِ عَلَيۡهِمُ السَّلَامُ. وَأَفۡضَلُ أُمَّتِهِ أَبُو بَكۡرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ الۡفَارُوقُ، ثُمَّ عُثۡمَانُ ذُو النُّورَيۡنِ، ثُمَّ عَلِيٌّ الۡمُرۡتَضَى رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ أَجۡمَعِينَ.

لِمَا رَوَى عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: كُنَّا نَقُولُ وَالنَّبِيُّ ﷺ حَيٌّ: أَفۡضَلُ هٰذِهِ الۡأُمَّةِ بَعۡدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكۡرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثۡمَانُ ثُمَّ عَلِيٌّ فَيَبۡلُغُ ذٰلِكَ النَّبِيَّ ﷺ فَلَا يُنۡكِرُهُ.

وَصَحَّتِ الرِّوَايَةُ عَنۡ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَنَّهُ قَالَ: (خَيۡرُ هَٰذِهِ الۡأُمَّةِ بَعۡدَ نَبِيِّهَا: أَبُو بَكۡرٍ ثُمَّ عُمَرُ، وَلَوۡ شِئۡتُ سَمَّيۡتُ الثَّالِثَ).

وَرَوَى أَبُو الدَّرۡدَاءِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: (مَا طَلَعَتِ الشَّمۡسُ وَلَا غَرَبَتۡ بَعۡدَ النَّبِيِّينَ وَالۡمُرۡسَلِينَ عَلَى أَفۡضَلَ مِنۡ أَبِي بَكۡرٍ).

وَهُوَ أَحَقُّ خَلۡقِ اللهِ تَعَالَى بِالۡخِلَافَةِ بَعۡدَ النَّبِيِّ ﷺ لِفَضۡلِهِ وَسَابِقَتِهِ وَتَقۡدِيمِ النَّبِيِّ ﷺ لَهُ فِي الصَّلَاةِ عَلَى جَمِيعِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ، وَإِجۡمَاعِ الصَّحَابَةِ عَلَى تَقۡدِيمِهِ وَمُبَايَعَتِهِ، وَلَمۡ يَكُنِ اللهُ لِيَجۡمَعَهُمۡ عَلَى ضَلَالَةٍ.

Umat beliau adalah umat terbaik. Para sahabat beliau adalah sebaik-baik sahabat para nabi—‘alaihimus salam.

Umat beliau yang paling mulia adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq, kemudian ‘Umar Al-Faruq, kemudian ‘Utsman Dzun Nurain, kemudian ‘Ali Al-Murtadha—radhiyallahu ‘anhum—. Berdasarkan hadis riwayat ‘Abdullah bin ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau mengatakan, “Dahulu kami berkata ketika Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—masih hidup: Orang yang paling mulia setelah Nabi adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali. Ucapan itu sampai kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan beliau tidak mengingkarinya.”

Juga sahih riwayat dari ‘Ali—radhiyallahu ‘anhu—bahwa beliau mengatakan, “Umat terbaik setelah nabinya adalah Abu Bakr kemudian ‘Umar. Kalau aku mau, aku akan menyebutkan nama orang ketiga.”

Abu Ad-Darda` meriwayatkan dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bahwa beliau mengatakan, “Tidaklah matahari terbit dan tenggelam sepeninggal para nabi dan rasul pada orang yang lebih mulia daripada Abu Bakr.”

Beliau adalah makhluk Allah taala yang paling berhak dengan kekhalifahan setelah Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—karena kemuliaan, keterdahuluan, dan pengedepanan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—terhadap beliau dalam salat di antara seluruh sahabat— radhiyallahu ‘anhum—. Juga ijmak sahabat dalam mendahulukan beliau dan pembaiatan beliau. Dan Allah tidak akan mengumpulkan mereka dalam kesesatan.

ثُمَّ مِنۡ بَعۡدِهِ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، لِفَضۡلِهِ وَعَهۡدِ أَبِي بَكۡرٍ إِلَيۡهِ. ثُمَّ عُثۡمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، لِتَقۡدِيمِ أَهۡلِ الشُّورَى لَهُ. ثُمَّ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، لِفَضۡلِهِ، وَإِجۡمَاعِ أَهۡلِ عَصۡرِهِ عَلَيۡهِ.

وَهَٰؤُلَاءِ الۡخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ الۡمَهۡدِيُّونَ الَّذِينَ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِيهِمۡ: (عَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنۡ بَعۡدِي عَضُّوا عَلَيۡهَا بِالنَّوَاجِذِ).

وَقَالَ ﷺ: (الۡخِلَافَةُ مِنۡ بَعۡدِي ثَلَاثُونَ سَنَةً) فَكَانَ آخِرُهَا خِلَافَةَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ.

Kemudian sepeninggal Abu Bakr adalah ‘Umar—radhiyallahu ‘anhu—karena keutamaan dan penunjukan beliau oleh Abu Bakr. Kemudian ‘Utsman—radhiyallahu ‘anhu—karena pengutamaan ahli syura terhadapnya. Kemudian ‘Ali—radhiyallahu ‘anhu—karena keutamaan beliau dan kesepakatan kaum muslimin di masa itu.

Mereka inilah para khalifah yang lurus yang mendapat petunjuk yaitu orang-orang yang Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berkata tentang mereka, “Wajib bagi kalian berpegang dengan sunahku dan sunah para khalifah yang lurus sepeninggalku. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham!”17 HR. Ahmad nomor 17274, Abu Dawud nomor 4607, dan At-Tirmidzi nomor 2676.

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Kekhalifahan sepeninggalku adalah selama tiga puluh tahun.”18 HR. Abu Dawud nomor 4646 dan At-Tirmidzi nomor 2226. Sehingga kekhalifahan terakhir adalah kekhilafahan ‘Ali—radhiyallahu ‘anhu—.

وَنَشۡهَدُ لِلۡعَشَرَةِ بِالۡجَنَّةِ، كَمَا شَهِدَ لَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ: (أَبُو بَكۡرٍ فِي الۡجَنَّةِ، وَعُمَرُ فِي الۡجَنَّةِ، وَعُثۡمَانُ فِي الۡجَنَّةِ، وَعَلِيٌّ فِي الۡجَنَّةِ، وَطَلۡحَةُ فِي الۡجَنَّةِ، وَالزُّبَيۡرُ فِي الۡجَنَّةِ، وَسَعۡدٌ فِي الۡجَنَّةِ، وَسَعِيدٌ فِي الۡجَنَّةِ، وَعَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ بۡنُ عَوۡفٍ فِي الۡجَنَّةِ، وَأَبُو عُبَيۡدَةَ بۡنُ الۡجَرَّاحِ فِي الۡجَنَّةِ).

Kita bersaksi untuk sepuluh sahabat dengan janah, sebagaimana Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—telah bersaksi untuk mereka. Nabi bersabda, “Abu Bakr di janah, ‘Umar di janah, ‘Utsman di janah, ‘Ali di janah, Thalhah di janah, Az-Zubair di janah, Sa’d di janah, Sa’id di janah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di janah, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah di janah.”19 HR. At-Tirmidzi nomor 3747 dan Ibnu Majah nomor 133.

وَكُلُّ مَنۡ شَهِدَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ بِالۡجَنَّةِ شَهِدۡنَا لَهُ بِهَا، كَقَوۡلِهِ: (الۡحَسَنُ وَالۡحُسَيۡنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهۡلِ الۡجَنَّةِ).

وَقَوۡلِهِ لِثَابِتِ بۡنِ قَيۡسٍ: (إِنَّهُ مِنۡ أَهۡلِ الۡجَنَّةِ).

Setiap orang yang telah disaksikan oleh Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bahwa dia di janah, maka kita juga menyaksikannya di janah. Seperti sabda beliau, “Al-Hasan dan Al-Husain adalah dua sayid pemuda ahli janah.”20 HR. At-Tirmidzi nomor 3768, Ibnu Majah nomor 118, dan Ahmad nomor 11012.

Juga sabda beliau kepada Tsabit bin Qais, “Sesungguhnya dia termasuk ahli janah.”21 HR. Al-Bukhari nomor 3613 dan Muslim nomor 119.

وَلَا نَجۡزِمُ لِأَحَدٍ مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ إِلَّا مَنۡ جَزَمَ لَهُ الرَّسُولُ ﷺ، لَكِنَّا نَرۡجُو لِلۡمُحۡسِنِ وَنَخَافُ عَلَى الۡمُسِيءِ. وَلَا نُكَفِّرُ أَحَدًا مِنۡ أَهۡلِ الۡقِبۡلَةِ بِذَنۡبٍ، وَلَا نُخۡرِجُهُ عَنِ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ.

وَنَرَى الۡحَجَّ وَالۡجِهَادَ مَاضِيًا مَعَ طَاعَةِ كُلِّ إِمَامٍ، بَرًّا كَانَ أَوۡ فَاجِرًا، وَصَلَاةَ الۡجُمُعَةِ خَلۡفَهُمۡ جَائِزَةٌ. قَالَ أَنَسٌ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (ثَلَاثٌ مِنۡ أَصۡلِ الۡإِيمَانِ: الۡكَفُّ عَمَّنۡ قَالَ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنۡبٍ وَلَا نُخۡرِجُهُ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِعَمَلٍ. وَالۡجِهَادُ مَاضٍ مُنۡذُ بَعَثَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبۡطِلُهُ جَوۡرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدۡلُ عَادِلٍ، وَالۡإِيمَانُ بِالۡأَقۡدَارِ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.

Kami tidak memastikan seorang pun dari kaum muslimin dengan janah atau neraka kecuali orang yang telah dipastikan oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Akan tetapi kami mengharapkan (janah) bagi orang yang berbuat baik dan mengkhawatirkan orang yang berbuat buruk.

Kami tidak mengafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar) dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar).

Kami berpendapat bahwa haji dan jihad terus berlangsung disertai ketaatan kepada seluruh pemimpin, baik pemimpin itu baik maupun jahat. Kami juga berpendapat bahwa salat Jumat di belakang mereka adalah sah.

Anas mengatakan: Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Tiga hal termasuk pokok keimanan: (1) menahan diri dari orang yang telah mengucapkan ‘tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah’, kami tidak mengafirkannya dengan sebab suatu dosa (selain kufur akbar), dan kami tidak mengeluarkannya dari agama Islam dengan sebab suatu perbuatan (dosa selain kufur akbar); (2) jihad (bersama pemimpin kaum muslimin) terus berlangsung sejak Allah—‘azza wa jalla—mengutusku hingga akhir umatku memerangi Dajjal. Jihad ini tidak gugur karena kejahatan atau keadilan pemimpin; (3) iman kepada takdir.” (HR. Abu Dawud22 Nomor 2532.).

وَمِنَ السُّنَّةِ تَوَلِّي أَصۡحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَمَحَبَّتُهُمۡ، وَذِكۡرُ مَحَاسِنِهِمۡ، وَالتَّرَحُّمُ عَلَيۡهِمۡ، وَالاسۡتِغۡفَارُ لَهُمۡ، وَالۡكَفُّ عَنۡ ذِكۡرِ مَسَاوِئِهِمۡ، وَمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ، وَاعۡتِقَادُ فَضۡلِهِمۡ، وَمَعۡرِفَةُ سَابِقَتِهِمۡ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَـٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟﴾ [الحشر: ١٠].

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡ ۖ﴾ [الفتح: ٢٩].

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي، فَإِنَّ أَحَدَكُمۡ لَوۡ أَنۡفَقَ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ وَلَا نَصِيفَهُ).

Termasuk sunah adalah loyal kepada para sahabat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, mencintai mereka, menyebut-nyebut kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan rahmat untuk mereka, memintakan ampunan untuk mereka, menahan diri dari menyebut kejelekan-kejelekan mereka dan pertikaian di antara mereka, meyakini keutamaan mereka, dan meyakini kepeloporan mereka.

Allah taala berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa: Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hasyr: 10).

Allah taala berfirman, “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29).

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku! Karena andai saja salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, tidak dapat menyamai (infak) salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan). Separuhnya pun tidak.”23 HR. Al-Bukhari nomor 3673, Muslim nomor 2541, dan Abu Dawud nomor 4658.

وَمِنَ السُّنَّةِ التَّرَضِّي عَنۡ أَزۡوَاجِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، أُمَّهَاتِ الۡمُؤۡمِنِينَ الۡمُطَهَّرَاتِ الۡمُبَرَّآتِ مِنۡ كُلِّ سُوءٍ.

أَفۡضَلُهُنَّ خَدِيجَةُ بِنۡتُ خُوَيۡلِدٍ وَعَائِشَةُ الصِّدِّيقَةُ بِنۡتُ الصِّدِّيقِ الَّتِي بَرَّأَهَا اللهُ فِي كِتَابِهِ، زَوۡجُ النَّبِيِّ ﷺ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ، فَمَنۡ قَذَفَهَا بِمَا بَرَّأَهَا اللهُ مِنۡهُ فَقَدۡ كَفَرَ بِاللهِ الۡعَظِيمِ.

وَمُعَاوِيَةُ خَالُ الۡمُؤۡمِنِينَ، وَكَاتِبُ وَحۡيِ اللهِ، أَحَدُ خُلَفَاءِ الۡمُسۡلِمِينَ، رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ.

Termasuk sunah adalah mendoakan keridaan untuk para istri Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, ibunda kaum mukminin yang disucikan dan dibersihkan dari keburukan.

Yang paling afdal di antara mereka adalah Khadijah binti Khuwailid dan ‘Aisyah Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq yang telah Allah bebaskan dari tuduhan di dalam kitab-Nya. Yaitu istri Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menuduhnya dengan tuduhan yang sudah Allah bersihkan beliau darinya, maka dia telah kufur kepada Allah yang Maha Agung.

Mu’awiyah adalah khal (paman dari jalur ibu) kaum mukminin, penulis wahyu Allah, dan salah satu khalifah kaum muslimin—radhiyallahu ‘anhum—.

وَمِنَ السُّنَّةِ السَّمۡعُ وَالطَّاعَةُ لِأَئِمَّةِ الۡمُسۡلِمِينَ وَأُمَرَاءِ الۡمُؤۡمِنِينَ، بَرِّهِمۡ وَفَاجِرِهِمۡ، مَا لَمۡ يَأۡمُرُوا بِمَعۡصِيَةِ اللهِ، فَإِنَّهُ لَا طَاعَةَ لِأَحَدٍ فِي مَعۡصِيَةِ اللهِ.

وَمَنۡ وَلِّيَ الۡخِلَافَةَ، وَاجۡتَمَعَ عَلَيۡهِ النَّاسُ، وَرَضُوا بِهِ، أَوۡ غَلَبَهُمۡ بِسَيۡفِهِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً، وَسُمِّيَ أَمِيرَ الۡمُؤۡمِنِينَ، وَجَبَتۡ طَاعَتُهُ، وَحَرُمَتۡ مُخَالَفَتُهُ، وَالۡخُرُوجُ عَلَيۡهِ، وَشَقُّ عَصَا الۡمُسۡلِمِينَ.

Termasuk sunah adalah mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin dan umara kaum mukminin, yang baik maupun yang jahat, selama mereka tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada seorangpun dalam bermaksiat kepada Allah.

Barang siapa mendapat tugas kekhalifahan dan orang-orang bersepakat atasnya dan rida dengannya; atau ada seseorang yang menguasai mereka menggunakan persenjataannya sehingga dia menjadi khalifah dan dinamakan amirulmukminin; maka wajib menaatinya, haram menyelisihinya, haram memberontak kepadanya, dan haram memecah belah persatuan kaum muslimin.

وَمِنَ السُّنَّةِ هِجۡرَانُ أَهۡلِ الۡبِدَعِ وَمُبَايَنَتُهُمۡ وَتَرۡكُ الۡجِدَالِ وَالۡخُصُومَاتِ فىِ الدِّينِ، وَتَرۡكُ النَّظَرِ فِى كُتُبِ الۡمُبۡتَدِعَةِ، وَالۡإِصۡغَاءِ إِلَى كَلَامِهِمۡ. وَكُلُّ مُحۡدَثَةٍ فِى الدِّينِ بِدۡعَةٌ.

وَكُلُّ مُتَّسِمٍ بِغَيۡرِ الۡإِسۡلَامِ وَالسُّنَّةِ مُبۡتَدِعٌ، كَالرَّافِضَةِ، وَالۡجَهۡمِيَّةِ، وَالۡخَوَارِجِ، وَالۡقَدَرِيَّةِ، وَالۡمُرۡجِئَةِ، وَالۡمُعۡتَزِلَةِ، وَالۡكَرَّامِيَّةِ، وَالۡكُلَّابِيَّةِ، وَنُظَرَائِهِمۡ، فَهَٰذِهِ فِرَقُ الضَّلَالِ وَطَوَائِفُ الۡبِدَعِ، أَعَاذَنَا اللهُ مِنۡهَا.

Termasuk sunah adalah menjauhi dan meninggalkan mereka; meninggalkan perdebatan dan perbantahan dalam agama; tidak melihat kepada kitab-kitab ahli bidah dan tidak mendengarkan ucapan-ucapan mereka. Setiap perkara yang diada-adakan dalam agama adalah bidah.

Setiap orang yang diberi label dengan selain Islam dan sunah adalah pengusung kebidahan, seperti Rafidhah, Jahmiyyah, Khawarij, Qadariyyah, Murji`ah, Mu’tazilah, Karramiyyah, Kullabiyyah, dan yang semisal mereka. Ini adalah firkah-firkah sesat dan kelompok-kelompok bidah. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.

وَأَمَّا النِّسۡبَةُ إِلَى إِمَامٍ فِى فُرُوعِ الدِّينِ كَالطَّوَائِفِ الۡأَرۡبَعِ فَلَيۡسَ بِمَذۡمُومٍ، فَإِنَّ الۡاِخۡتِلَافَ فِى الۡفُرُوعِ رَحۡمَةٌ، وَالۡمُخۡتَلِفُونَ فِيهِ مَحۡمُودُونَ فِى اخۡتِلَافِهِمۡ، مُثَابُونَ عَلَى اجۡتِهَادِهِمۡ، وَاخۡتِلَافُهُمۡ رَحۡمَةٌ وَاسِعَةٌ، وَاتِّفَاقُهُمۡ حُجَّةٌ قَاطِعَةٌ.

نَسۡأَلُ اللهَ أَنۡ يَعۡصِمَنَا مِنَ الۡبِدَعِ وَالۡفِتۡنَةِ، وَيُحۡيِينَا عَلَى الۡإِسۡلَامِ وَالسُّنَّةِ، وَيَجۡعَلَنَا مِمَّنۡ يَتَّبِعُ رَسُولَ اللهِ ﷺ فِى الۡحَيَاةِ، وَيَحۡشُرَنَا فِى زُمۡرَتِهِ بَعۡدَ الۡمَمَاتِ، بِرَحۡمَتِهِ وَفَضۡلِهِ آمِينَ.

وَهَٰذَا آخِرُ الۡمُعۡتَقَدِ.

وَالۡحَمۡدُ لِلهِ وَحۡدَهُ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحۡبِهِ وَسَلَّمَ تَسۡلِيمًا.

Adapun menyatakan diri mengikuti seorang imam dalam cabang agama (furuk) seperti imam empat mazhab, tidaklah tercela karena keberagaman dalam furuk adalah rahmat. Orang-orang yang beragam dalam masalah furuk ini dipuji dalam keberagaman mereka. Mereka diganjar karena ijtihad mereka. Keberagaman mereka adalah rahmat yang luas sedangkan kesepakatan mereka adalah hujah yang memuaskan.

Kita meminta kepada Allah agar melindungi kita dari bidah-bidah dan ujian, agar menghidupkan kita di atas Islam dan sunah, agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengikuti Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—semasa hidup, dan agar mengumpulkan kita dalam rombongan beliau setelah meninggal, dengan rahmat dan karunia-Nya. Amin.

Ini adalah akhir pembahasan akidah. Segala puji bagi Allah semata. Semoga selawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *