Penjelasan Al-Birr (Kebajikan) dan Al-Itsm (Dosa)

ismail  

ما جاء في تفسير البر والإثم

٣ – وعن النَّوَّاس بن سمعان رضي الله عنه قال : سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ عن الْبِرِّ وَالإِثْم؟ فقال: (الْبِرُّ: حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ: ما حَاكَ في صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عليه الناس). رواه مسلم.

3. Dari An-Nawwas bin Sam’an—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Aku bertanya kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengenai kebajikan dan dosa. Beliau bersabda, “Kebajikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja yang menyesakkan dadamu dan engkau tidak suka hal itu terlihat oleh manusia.” (HR Muslim nomor 2553).

الشرح

Syarah

(النواس بن سمعان) بكسر السين، ويجوز فتحها.

An-Nawwas bin Sim’an dengan mengasrah huruf sin atau boleh memakai harakat fathah.

(البر): كلمة جامعة تجمع خصال الخير كلها، قال تعالى: ﴿لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ﴾ [البقرة: ١٧٧].

Al-Birr adalah kalimat yang meliputi seluruh perkara kebajikan. Allah taala berfirman, “Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 177).

فالبر كلمة جامعة تجمع خصال الخير، ويقابلها الإثم، والإثم يجمع كل شر، وكلُّ معصية فإنها إثم، فهما متقابلان البر والإثم.

Jadi al-birr (kebajikan) adalah kata yang komprehensif yang mencakup sifat-sifat baik dan lawan katanya adalah al-itsm (dosa). Dosa mencakup semua kejahatan dan setiap kemaksiatan adalah dosa. Jadi, al-birr dan al-itsm adalah dua hal yang berlawanan.

وقوله ﷺ: (البرُّ حسنُ الخُلُق)، أي: من أعظم خصال البر حسن الخُلُق، وليس المعنى أن البر محصور في حسن الخلق، ولكن حسن الخلق من أعظم خصال البر، كما قال ﷺ: (الحج عَرَفَةٌ)، أي: أن الوقوف بعرفة هو أعظم مناسك الحج، وقال ﷺ: (الدعاء العبادة)، فليست العبادة محصورة في الدعاء، بل العبادة أنواع كثيرة، ولكن الدعاء أعظمها، فيجوز أن يعبر ببعض الشيء عن كله إذا كان هذا الشيء مهمًا، وقوله ﷺ: (البر حسن الخُلُق) أي: أن حسن الخلق من أعظم خصال البر، ومن أعظم أنواع البر، والخلق صفةٌ يجعلها الله بالإنسان، قد تكون هذه الصفة حسنة فتسمى حسن الخلق، وقد تكون سيئة فتسمى سوء الخلق.

Sabda beliau—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Al-Birr (kebajikan) adalah akhlak yang baik,” artinya: di antara perangai kebajikan yang paling besar adalah akhlak yang baik. Maknanya bukanlah bahwa kebajikan terbatas pada akhlak yang baik, tetapi akhlak yang baik termasuk perangai kebajikan terbesar, sebagaimana beliau—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Haji adalah Arafah.”1 HR Abu Dawud nomor 1949, At-Tirmidzi nomor 889, An-Nasa`i nomor 3016, Ibnu Majah nomor 3015, dan Ahmad dalam Musnad-nya (4/309). Artinya bahwa wukuf di Arafah merupakan manasik haji yang paling agung.

Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—juga bersabda, “Doa adalah ibadah.”2HR Abu Dawud nomor 1479, At-Tirmidzi nomor 3247, Ibnu Majah nomor 3828, dan Ahmad dalam Al-Musnad (4/267). Ibadah tidak hanya terbatas doa. Bahkan ibadah ada banyak jenisnya, namun doa adalah ibadah yang paling agung. Jadi, boleh memakai ungkapan sebagian dari suatu hal untuk mewakili keseluruhan hal itu apabila bagian itu merupakan bagian yang penting.

Sabda Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Kebajikan adalah akhlak yang baik.” Artinya bahwa akhlak yang baik merupakan salah satu perangai kebajikan yang paling agung dan salah satu jenis kebajikan yang paling agung. Akhlak adalah sifat yang Allah jadikan kepada manusia. Terkadang sifat ini baik sehingga dinamakan akhlak yang baik dan terkadang sifat ini jelek sehingga dinamakan akhlak yang jelek.

(حسن الخلق): يراد به البَشاشة، وبذل المعروف، وكف الأذى عن الناس، وكلُّ ما فيه إحسان إلى الناس فهو من حسن الخُلُق، وقد أثنى الله على نبيه ﷺ فقال : ﴿وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ﴾، فحسن الخلق صفة عظيمة يجعلها الله في بعض عبادِهِ مِنَّةً منه سبحانه وتعالى، وقد يكون حسن الخلق جبلة في الإنسان، جَبَلَهُ الله عليها، وقد يكون مكتسبًا بأن يعود نفسه التخلق بالأخلاق الحميدة.

“Akhlak yang baik” maksudnya adalah keceriaan, mengupayakan kebaikan untuk orang lain, menahan diri dari menyakiti orang lain, dan segala sesuatu yang mengandung perbuatan baik kepada orang lain termasuk dari akhlak yang baik. Allah menyanjung Nabi-Nya—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dengan berfirman, “Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang agung.”

Akhlak yang baik adalah sifat mulia yang Allah berikan kepada sebagian hamba-Nya sebagai anugerah dari-Nya—subhanahu wa ta’ala—. Akhlak yang baik bisa jadi merupakan bawaan dalam diri seseorang, yang Allah ciptakan dalam dirinya, atau bisa juga diperoleh dengan melatih diri untuk memiliki akhlak yang baik.

فعلى كل حال حسن الخلق خصلة طيبة، وعبر عنه النبي ﷺ في هذا الحديث بأنه البر؛ لأن من رزق حسن الخلق وفق للأعمال الصالحة والإحسان، فحسن الخلق خصلةٌ جميلة طيبة تكسب الإنسان فعل الطاعات، بخلاف سوء الخلق – والعياذ بالله – فإنه يحرم الإنسان من كثير من الخير، وينفّر الناس عنه.

Bagaimanapun, akhlak yang baik adalah perangai yang baik, dan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menggambarkannya dalam hadis ini sebagai al-birr (kebajikan), karena siapa pun yang dianugerahi akhlak yang baik, dia akan diberi taufik untuk beramal saleh dan berbuat baik. Akhlak yang baik adalah perangai yang indah dan baik yang memberi seseorang kemampuan untuk melakukan ketaatan. Lain halnya dengan akhlak yang buruk—kita berlindung kepada Allah—yang akan menghalangi dari banyak kebaikan dan membuat orang-orang menjauh dari pelakunya.

ثم قال : (والإثم) هذا مقابل البر (ما حاك في صدرك)، يعني تردد في صدرك، ولم تطمئن إليه في أمر من الأمور، (وكرهت أن يطلع عليه الناس) هذا هو ضابط الإثم، فإذا رأيت في نفسك ترددًا في شيء ولم تقبله نفسك، ولم ترتح إليه نفسك فاتركه، هذا يدل على أنه إثم، فالإثم استدلوا عليه بأمرين:

Kemudian beliau bersabda, “(Al-Itsm) Dosa” adalah lawan dari kebajikan. “Perasaan yang mengganjal di dalam dadamu” artinya adalah kegelisahan di dalam dadamu dan engkau tidak merasa tenang tentang suatu hal. “Dan engkau benci jika orang lain mengetahuinya” inilah definisi dosa. Jadi, jika engkau melihat kegelisahan dalam dirimu tentang sesuatu, jiwamu tidak menerimanya, dan jiwamu tidak merasa nyaman dengannya, maka tinggalkanlah. Perasaan ini menunjukkan bahwa itu adalah dosa.

Mereka membuktikan dosa dengan dua hal:

الأمر الأول: الأدلة الشرعية، ما دلتِ الأدلة على أنه حرام، فإنه إثم، لأن الله سبحانه وتعالى يقول: ﴿قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡىَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ﴾ [الأعراف: ۳۳]، فالإثم كله حرام، ويُعرف هذا بالأدلة.

Pertama: Dalil dari syariat. Amalan yang ditunjukkan oleh dalil bahwa amalan tersebut haram, maka itu adalah dosa, karena Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Rabku hanya mengharamkan kekejian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.’” (QS Al-A’raf: 33).

Jadi, semua dosa adalah haram dan ini bisa diketahui melalui dalil.

الأمر الثاني: فإذا خفيت الأدلة فراجع نفسك، إذا لم تجد دليلًا على أن هذا الشيء حرامٌ وأنه ممنوع فراجع نفسك، فإن وجدت في نفسك طمأنينة في قبوله فاعلم أنه خير، وإذا وجدت في نفسك، نفرةً عنه ، وعدم قبول له وعدم اطمئنان له، فهذا دليل على أنه شر؛ لأن نفس المؤمن لا ترتاح إلى الشر، وإنما ترتاح إلى الخير، فهي ميزان لما هو خير وما هو شر، وكون الإنسان يستحي من الناس أن يظهر بهذا الشيء يدل على أن هذا الشيء إثمٌ؛ لأنه لو كان براً لما استحيا من الناس.

Kedua: Jika dalilnya tersembunyi, maka periksalah dirimu. Jika engkau tidak menemukan dalil bahwa amalan ini haram dan terlarang, maka periksalah dirimu. Jika engkau menemukan dalam dirimu rasa tenang dalam menerimanya, maka ketahuilah bahwa itu baik. Jika engkau menemukan dalam dirimu keengganan terhadapnya, kurangnya penerimaan terhadapnya, dan kurangnya rasa tenang terhadapnya, maka ini adalah dalil bahwa amalan itu jahat. Ini karena jiwa orang beriman tidak merasa nyaman dengan kejahatan, melainkan merasa nyaman dengan kebaikan. Itu adalah timbangan kebaikan dan keburukan. Fakta bahwa seseorang merasa malu di hadapan orang lain untuk tampil dengan amalan tersebut menunjukkan bahwa hal ini adalah dosa. Ini karena jika amalan tersebut merupakan kebajikan, dia tidak akan merasa malu di hadapan orang lain.3 Imam An-Nawawi—rahimahullah—berkata dalam tafsirnya atas Shahih Muslim (8/112), “Para ulama berkata: Kebajikan dapat berupa hubungan kekerabatan, sedekah, keramahan, pemberian, persahabatan dan pergaulan yang baik, serta ketaatan. Semua itu merupakan kumpulan dari akhlak yang baik. Makna ‘mengganjal di dalam dada’ adalah rasa gelisah dan bimbang, dada tidak nyaman karenanya, dan timbul keraguan serta ketakutan di dalam hati karena hal itu merupakan dosa …”


Sumber: Ithaf Al-Kiram bi Syarh Kitab Al-Jami’ fi Al-Akhlaq wa Al-Adab min Bulugh Al-Maram syarah Syekh Doktor Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *