Tafsir Surah An-Naba Ayat 17-30

ismail  

ولما ذكر الله تعالى ما أنعم به على العباد ذكر حال اليوم الآخر، وأنه ميقات يجمع الله به الأولين والآخرين، فقال تعالى:

Allah taala menyebutkan berbagai kenikmatan yang dicurahkan kepada hamba, lalu Allah menyebutkan keadaan hari akhir dan bahwa hari itu adalah waktu yang ditentukan yang Allah akan mengumpulkan mulai dari awal sampai akhir.

Allah taala berfirman,

﴿إِنَّ يَوْمَ ٱلْفَصْلِ كَانَ مِيقَٰتًا ۝١٧‏ يَوْمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا ۝١٨ وَفُتِحَتِ ٱلسَّمَآءُ فَكَانَتْ أَبْوَٰبًا ۝١٩ وَسُيِّرَتِ ٱلْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا ۝٢٠ إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا ۝٢١ لِّلطَّٰغِينَ مَـَٔابًا ۝٢٢ لَّٰبِثِينَ فِيهَآ أَحْقَابًا ۝٢٣ لَّا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا ۝٢٤ إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا ۝٢٥ جَزَآءً وِفَاقًا ۝٢٦ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ لَا يَرْجُونَ حِسَابًا ۝٢٧ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا كِذَّابًا ۝٢٨ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ كِتَٰبًا ۝٢٩ فَذُوقُوا۟ فَلَن نَّزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا﴾ [النبأ: ١٧-٣٠].

  • Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,
  • yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok,
  • dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,
  • dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.
  • Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai,
  • lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,
  • mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,
  • mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,
  • selain air yang mendidih dan nanah,
  • sebagai pambalasan yang setimpal.
  • Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada hisab,
  • dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya.
  • Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab.
  • Karena itu rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab. (QS An-Naba: 17-30)

Ayat 17

قال تعالى: ﴿إِنَّ يَوْمَ ٱلْفَصْلِ﴾ وهو يوم القيامة، وسمي يوم فصل؛ لأن الله يفصل فيه بين العباد فيما شجر بينهم، وفيما كانوا يختلفون فيه، فيفصل بين أهل الحق وأهل الباطل، وأهل الكفر وأهل الإيمان، وأهل العدوان وأهل الاعتدال، ويفصل فيه أيضًا بين أهل الجنة والنار، فريق في الجنة وفريق في السعير.

Allah taala berfirman,

إِنَّ يَوۡمَ ٱلۡفَصۡلِ

“Sesungguhnya hari keputusan adalah…” Yaitu hari kiamat. Dinamakan hari fal (keputusan) karena Allah memutuskan perkara antara hamba dalam persengketaan antara mereka dan perselisihan mereka, lalu Allah memisahkan antara orang yang benar dengan orang yang salah, orang kafir dengan orang yang beriman, orang yang melampaui batas dengan orang yang adil. Di hari itu pula, Allah memisahkan antara penduduk janah dengan penduduk neraka. Sebagiannya di dalam janah dan sebagian lagi di dalam neraka yang apinya berkobar.

﴿كَانَ مِيقَٰتًا﴾؛ أي: ميقاتًا للجزاء موقوتًا لأجل معدود، كما قال تعالى: ﴿وَمَا نُؤَخِّرُهُۥٓ إِلَّا لِأَجَلٍ مَّعْدُودٍ﴾ [هود: ١٠٤]، وما ظنك بشيء له أجل معدود وأنت ترى الأجل كيف يذهب سريعًا يومًا بعد يوم حتى ينتهي الإنسان إلى آخر مرحلة؟ فكذلك الدنيا كلها تسير يومًا بعد يوم حتى تنتهي إلى آخر مرحلة، ولهذا قال تعالى: ﴿وَمَا نُؤَخِّرُهُۥٓ إِلَّا لِأَجَلٍ مَّعْدُودٍ﴾، وكل شيء معدود فإنه ينتهي.

كَانَ مِيقَٰتًا

“Adalah suatu waktu yang telah ditetapkan” yakni waktu ditetapkannya adanya balasan pada waktu tertentu sebagaimana Allah taala berfirman,

وَمَا نُؤَخِّرُهُۥٓ إِلَّا لِأَجَلٍ مَّعۡدُودٍ

“Dan Kami tidaklah mengundurnya kecuali sampai waktu tertentu.” (QS Hud: 104)

Bagaimana menurutmu dengan sesuatu yang memiliki waktu yang telah ditentukan? Dan engkau bisa melihat bagaimana waktu begitu cepat berlalu, hari demi hari sampai seseorang telah mencapai di akhir tahapan kehidupan.

Begitu pula dengan dunia. Semuanya berjalan hari demi hari hingga dia akan berhenti di batas akhirnya. Oleh karenanya, Allah taala berfirman,

وَمَا نُؤَخِّرُهُۥٓ إِلَّا لِأَجَلٍ مَّعۡدُودٍ

“Dan Kami tidaklah menundanya melainkan sampai waktu yang telah ditentukan.” Segala sesuatu yang bisa dihitung, pasti akan berakhir.

Ayat 18

﴿يَوْمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا﴾ النافخ الموكل فيها إسرافيل، ينفخ فيها نفختين: الأولى: يفزع الناس، ثم يصعقون فيموتون، والثانية: يبعثون من قبورهم وتعود إليهم أرواحهم؛ ولهذا قال هنا: ﴿يَوْمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا﴾، وفي الآية إيجاز بالحذف؛ أي: فتحيون فتأتون أفواجًا؛ فوجًا مع فوج أو يتلو فوجًا، وهذه الأفواج -والله أعلم- بحسب الأمم؛ كل أمة تدعى إلى كتابها؛ لتحاسب عليه، فيأتي الناس أفواجًا في هذا الموقف العظيم الذي تسوى فيه الأرض، فيذرها الله عز وجل قاعًا صفصفًا لا ترى فيها عوجًا ولا أمتًا.

يَوۡمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ فَتَأۡتُونَ أَفۡوَاجًا

“Yaitu hari ditiupnya sangkakala dan kalian akan datang berkelompok-kelompok.” Peniup sangkakala yang ditugasi adalah malaikat Israfil. Dia akan meniupnya dua kali.

Tiupan pertama: mengejutkan manusia, lalu pingsan dan mati.

Tiupan kedua: mereka dibangkitkan dari kubur dan ruh-ruh akan kembali ke jasadnya. Oleh karenanya, Allah di sini berfirman,

يَوۡمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ فَتَأۡتُونَ أَفۡوَاجًا

“yaitu hari ditiupnya sangkakala, lalu kalian akan datang berkelompok-kelompok.”

Di dalam ayat ini ada alur cerita yang diringkas dengan sebagiannya dihilangkan, yaitu: lalu kalian hidup kembali lalu kalian datang dengan berkelompok-kelompok. Satu kelompok bersama kelompok yang lain. Kelompok-kelompok ini—wallahualam—disesuaikan dengan umat-umat tertentu. Setiap umat akan dipanggil dengan catatan kitabnya untuk dihisab.

Manusia akan datang berkelompok-kelompok di tempat berdiri yang sangat besar ini (padang mahsyar). Ketika itu bumi diratakan, lalu Allah—‘azza wa jalla—membiarkannya kosong lagi datar, tidak terlihat ada beda tinggi.

Ayat 19

﴿وَفُتِحَتِ ٱلسَّمَآءُ فَكَانَتۡ أَبۡوَٰبًا﴾ فتحت: وانفرجت، فتكون أبوابًا يشاهدها الناس بعد أن كانت سقفًا محفوظًا تكون في ذلك اليوم أبوابًا مفتوحة، وفي هذا دليل على كمال قدرة الله عز وجل أن هذه السبع الشداد يجعلها الله تعالى يوم القيامة كأن لم تكن، تكون أبوابًا ﴿يَوۡمَ تَكُونُ ٱلسَّمَآءُ كَٱلۡمُهۡلِ ۝٨ وَتَكُونُ ٱلۡجِبَالُ كَٱلۡعِهۡنِ﴾ [المعارج: ٨-٩].

وَفُتِحَتِ ٱلسَّمَآءُ فَكَانَتۡ أَبۡوَٰبًا

“Langit dibuka sehingga menjadi beberapa pintu.” Langit dibuka lalu menjadi beberapa pintu yang dapat disaksikan oleh manusia. Setelah sebelumnya langit berupa atap yang terjaga, lalu pada hari itu menjadi beberapa pintu yang terbuka.

Dalam ayat ini terdapat dalil kesempurnaan kuasa Allah—‘azza wa jalla—bahwa tujuh lapis langit yang kokoh akan Allah jadikan pada hari kiamat tidak sebagaimana sebelumnya. Akan menjadi pintu-pintu.

يَوۡمَ تَكُونُ ٱلسَّمَآءُ كَٱلۡمُهۡلِ ۝٨ وَتَكُونُ ٱلۡجِبَالُ كَٱلۡعِهۡنِ

“Pada hari langit menjadi seperti luluhan perak dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan).” (QS Al-Ma’arij: 8-9)

Ayat 20

وثم صفة أخرى ذكرها الله في قوله: ﴿وَسُيِّرَتِ ٱلۡجِبَالُ فَكَانَتۡ سَرَابًا﴾؛ أي: أن الجبال العظيمة الصماء تُدك فتكون كالرمل، ثم تكون كالسراب تسير ﴿وَسُيِّرَتِ ٱلۡجِبَالُ فَكَانَتۡ سَرَابًا﴾.

Di sana ada sifat yang lain yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

وَسُيِّرَتِ ٱلۡجِبَالُ فَكَانَتۡ سَرَابًا

“Dan gunung-gunung dijalankan, maka menjadi fatamorganalah ia.”

Gunung-gunung yang besar yang kokoh akan Allah hancurleburkan menjadi butiran-butiran pasir kemudian menjadi seperti fatamorgana yang bergerak. “Dan gunung-gunung dijalankan, lalu menjadi fatamorganalah ia.”

Ayat 21

﴿إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتۡ مِرۡصَادًا﴾ أي: مرصدة ومعدة للطاغين، وجهنم أسم من أسماء كثيرة، وسميت بهذا الۡأسم؛ لأنها ذات جهمة وظلمة بسوادها وقعرها، أعاذنا الله وإياكم منها، وهي مرصاد للطاغين قد أعدها الله عز وجل لهم من الآن، فهي موجودة كما قال تعالى: ﴿وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ﴾ [آل عمران: ١٣١]، ورآها النَّبِيُّ صلَّى الله عليه وعلى آله وسلَّم حين عرضت عليه وهو يصلي صلاة الكسوف، ورأي فيها إمرأة تعذب في قطة لها حبستها، لا هي أطعمتها ولا أرسلتها تاكل من خشاش الۡأرض، ورأي فيها عمرو بن لحي الخزاعي يجر قصبه في النار، يعني: أمعاءه؛ لأنه كان أول من أدخل الشرك على العرب.

“Sesungguhnya neraka Jahannam ada tempat pengintai”, yaitu mengintai dan dipersiapkan untuk orang-orang yang melampaui batas. Jahannam adalah salah satu nama dari sekian banyak nama. Neraka dinamakan dengan Jahannam karena kondisinya gelap gulita dikarenakan hitamnya dan dalamnya. Semoga Allah melindungi kami dan kalian darinya. Itu adalah tempat pengintai untuk orang-orang yang melampaui batas yang Allah—‘azza wa jalla—siapkan sejak sekarang. Jadi neraka Jahannam sudah ada sebagaimana Allah taala berfirman,

وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ

“Takutlah kalian terhadap neraka yang telah disiapkan untuk orang-orang yang kafir.” (QS Ali Imran: 131)

Nabi—shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam—telah melihatnya ketika neraka diperlihatkan kepada beliau saat beliau sedang salat kusuf. Beliau melihat di dalamnya ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing yang dikurung tanpa diberi makanan, tidak pula dilepas supaya bisa makan serangga. Beliau melihat di dalamnya ada ‘Amr bin Luhai Al-Khuza’i menarik ususnya di dalam neraka karena dialah orang pertama yang memasukkan kesyirikan kepada bangsa Arab.

Ayat 22

هذه النار يقول الله عز وجل أنها: ﴿لِّلطَّٰغِينَ مَـَٔابًا﴾، والطاغون: جمع طاغ وهو الذي تجاوز الحد؛ لأن الطُّغۡيان مُجاوَزة الحَدِّ، كما قال اللهُ تعالى: ﴿إِنَّا لَمَّا طَغَا ٱلۡمَآءُ حَمَلۡنَٰكُمۡ فِى ٱلۡجَارِيَةِ﴾ [الحاقة: ١١]، أي: زاد وتجاوز حده، وحد الإِنۡسان مذكور في قوله تعالى: ﴿وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ﴾ [الذاريات: ٥٦].

Allah—‘azza wa jalla—berfirman tentang neraka ini,

لِّلطَّٰغِينَ مَـَٔابًا

“menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.” āgūn adalah bentuk jamak dari ṭāg yaitu yang melampaui batas karena ṭugyān artinya perbuatan melampaui batas sebagaimana Allah taala berfirman,

إِنَّا لَمَّا طَغَا ٱلۡمَآءُ حَمَلۡنَٰكُمۡ فِى ٱلۡجَارِيَةِ

“Sesungguhnya ketika air telah melampaui batas, Kami angkut kalian di dalam kapal.” (QS Al-Haqqah: 11).

Artinya melebihi dan melewati batasnya. Batas manusia disebutkan dalam firman Allah taala,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)

وتجاوز الحد يكون في حقوق الله، ويكون في حقوق العباد، أما في حقوق الله عز وجل، فإنه التفريط في الواجب أو التعدي في المحرم، وأما الطغيان في حقوق الآدميين فهو العدوان عليهم في أموالهم ودمائهم وأعراضهم. وهذه الثلاثة التي حرمها رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وأعلن تحريمها في حجة الوداع في أكثر من موضع فقال: (إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام).

Perbuatan melampaui batas bisa terjadi pada hak-hak Allah dan bisa pada hak-hak hamba. Adapun dalam hak-hak Allah—‘azza wa jalla—bisa berupa meremehkan kewajiban atau melanggar keharaman.

Perbuatan melampaui batas dalam hak manusia adalah permusuhan kepada mereka dalam perkara harta, darah, dan kehormatan mereka. Ketiga perkara ini diharamkan oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam—dan mengumumkan pengharamannya saat haji wadak di lebih dari satu tempat. Beliau bersabda, “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram/terjaga atas kalian.”

فالطغاة في حقوق الله وفي حقوق العباد هم أهل النار والعياذ بالله؛ ولهذا قال: ﴿لِّلطَّٰغِينَ مَـَٔابًا﴾، أي: مكان أوۡب، والۡأوب في الۡأصل الرجوع، كما قال تعالى: ﴿نِعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ ۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ﴾ [ص: ٣٠]، أي: رجاع إلى الله عز وجل، ﴿لَّٰبِثِينَ فِيهَآ أَحۡقَابًا﴾ أي: باقين فيها، ﴿أَحۡقَابًا﴾ أي: مددًا طويلة؛ وقد دل القرآن الكريم على أن هذه المدد لا نهاية لها، وأنها مدد أبدية، كما جاء ذلك مصرحًا به في ثلاث آيات من كتاب الله في سورة النساء في قوله تعالى: ﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَظَلَمُوا۟ لَمۡ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَهۡدِيَهُمۡ طَرِيقًا ۝١٦٨ إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا﴾ [النساء: ١٦٨-١٦٩]، وفي سورة الۡأحزاب: ﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَعَنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمۡ سَعِيرًا ۝٦٤ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ لَّا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا﴾ [الأحزاب: ٦٤-٦٥]، وفي سورة الجن في قوله تعالى: ﴿وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا﴾ [الجن: ٢٣].

Orang-orang yang melampaui batas pada hak-hak Allah dan hak-hak sesama hamba adalah penghuni neraka. Oleh karenanya Allah berfirman,

لِّلطَّٰغِينَ مَـَٔابًا

“(Neraka Jahannam adalah) tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.”

Artinya tempat kembali. Al-Aub pada asalnya berarti kembali, sebagaimana Allah taala berfirman,

نِعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ ۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ

“Sebaik-baik hamba dan sesungguhnya dia kembali kepada Allah.” (QS Shad: 30)

Maksudnya adalah pulang kepada Allah—‘azza wa jalla—.

Ayat 23

لَّٰبِثِينَ فِيهَآ أَحۡقَابًا

“Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya.” Artinya mereka akan menetap tinggal di dalamnya. Aqāba artinya waktu yang sangat lama.

Al-Qur’an Al-Karim menunjukkan bahwa waktu yang panjang ini tidak ada akhirnya dan waktu yang selamanya sebagaimana hal tersebut disebutkan secara gamblang dalam tiga ayat dari Al-Qur’an. Dalam surah An-Nisa’ dalam firman Allah taala,

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَظَلَمُوا۟ لَمۡ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَهۡدِيَهُمۡ طَرِيقًا ۝١٦٨ إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang zalim dan kafir itu, Allah tidak mengampuni mereka dan Allah tidak menunjuki mereka kepada jalan kecuali jalan ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS An-Nisa’: 168-169)

Dalam surah Al-Ahzab,

إِنَّ ٱللَّهَ لَعَنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمۡ سَعِيرًا ۝٦٤ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ لَّا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang kafir dan menyiapkan api yang menyala-nyala untuk mereka. Mereka kekal di dalamnya. Mereka tidak mendapatkan seorang pelindung, tidak pula penolong.” (QS Al-Ahzab: 64-65).

Dalam surah Al-Jin, dalam firman Allah taala,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا

“Barang siapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka bagi dia neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS Al-Jin: 23).

فإذا كان الله تعالى صرح في ثلاث آيات من كتابه بأن أصحاب النار مخلدون فيها أبداً، فإنه يلزم أن تكون النار باقيةً أبد الآبدين وهذا هو الذي عليه أهل السنة والجماعة، أن النار والجنة مخلوقتان ولا تفنيان أبدًا، ووجد خلاف يسير من بعض أهل السنة في أبدية النار، وزعموا انها غير مؤبدة.

Ketika Allah taala menegaskan di dalam tiga ayat Al-Qur’an bahwa penduduk neraka kekal di dalamnya selama-lamanya, maka berkonsekuensi bahwa neraka akan tetap ada selama-lamanya. Ini adalah keyakinan ahli sunah waljamaah bahwa neraka dan janah adalah dua makhluk dan keduanya tidak akan lenyap selama-lamanya. Memang didapati sedikit perbedaan pendapat dari sebagian ahli sunah tentang keabadian neraka. Mereka menyangka bahwasanya neraka tidak abadi.

واستدلوا بحجج هي في الحقيقة شبه لا دلالة فيها لما ذهبوا إليه، وإذا قورنت بالأدلة الأخرى تبين أنه لا معول على المخالف فيه ولا على قوله، والواجب على المؤمن أن يعتقد ما دل عليه كتاب الله دلالة صريحة لا تحتمل التأويل، والآيات الثلاث التي ذكرناها كلها آيات محكمة، لا يتطرق إليها النسخ، ولا يتطرق إليها الاحتمال.

Mereka berdalil dengan beberapa hujah yang hakikatnya adalah syubhat yang tidak ada dalil yang mendukung pendapat mereka. Apabila dalil mereka disandingkan dengan dalil lain, akan jelas bahwa tidak ada sandaran bagi pihak yang menyelisihinya, tidak ada pula sandaran pada pendapatnya.

Yang wajib bagi seorang mukmin untuk meyakini apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an berupa dalil yang gamblang yang tidak ada kemungkinan takwil. Tiga ayat yang kami sebutkan semuanya adalah ayat-ayat yang muhkam yang tidak dimasuki nasakh dan tidak ada kemungkinan makna lain.

أما عدم تطرق النسخ إليها فلأنها خبر، واخبار الله عز وجل لا تنسخ، وكذلك أخبار رسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، لأن نسخ أحد الخبرين بالآخر يستلزم كذب أحد الخبرين، إما تعمدًا من المخبر أو جهلًا بالحال، وكل ذلك ممتنع في خبر الله وخبر رسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، المبني على الوحي.

Alasan tidak bisa dimasuki nasakh adalah karena ayat-ayat tersebut berupa kabar. Berita-berita dari Allah—‘azza wa jalla—tidak bisa dinasakh, demikian juga berita-berita dari Rasul-Nya—shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam—. Karena perubahan berita satu dengan berita yang lain berkonsekuensi kedustaan salah satu dari dua berita, bisa disebabkan adanya kesengajaan dari penyampai berita atau ketidaktahuan tentang keadaan. Semua alasan ini tidak mungkin terjadi pada berita Allah dan berita Rasul-Nya—shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam—yang dibangun di atas wahyu.

وأما عدم تطرق الاحتمال فللتصريح بالأبدية في الآيات الثلاث، والمهم أنه يجب علينا أن نعتقد شيئين:

Alasan tidak mungkin ada makna lain  adalah karena adanya penegasan keabadian neraka di dalam tiga ayat tersebut. Yang penting adalah wajib untuk meyakini dua perkara:

الشيء الۡأول: وجود الجنة والنار الآن، وأدلة ذلك من القرأن والسنة كثيرة؛ منها قوله تعالى: ﴿وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ﴾ [آل عمران: ١٣٣]، والإعداد: التهيئة، وهذا الفعل (أعدت) فعل ماضي يدل علي أن الإعداد قد وقع، وكذلك قال الله تعالى في النار: ﴿وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ﴾ [آل عمران: ١٣١]، والإعداد: تهيئة الشيء، والفعل هنا ماض يدل على الوقوع، وقد جاءت السنة صريحة في ذلك في أن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم رأي الجنة ورأي النار.

Pertama: Janah dan neraka sudah ada sejak saat ini. Dalil-dalil akan hal itu dari Al-Qur’an dan sunah ada banyak. Di antaranya adalah firman Allah taala:

وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ

“Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan janah seluas langit dan bumi yang dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran: 133).

Al-I‘dad artinya persiapan. Fiil u’iddat adalah fiil madhi menunjukkan bahwasanya persiapan telah dilaksanakan. Demikian pula Allah berfirman tentang neraka,

وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ

“Jagalah diri kalian dari api neraka yang telah dipersiapkan untuk orang-orang kafir.” (QS Ali Imran: 132).

Al-I‘dad artinya persiapan sesuatu. Fiil di sini fiil madhi menunjukkan bahwa perbuatannya telah dilakukan. Selain itu, ada hadis yang menegaskan bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam—telah melihat janah dan telah melihat neraka.

الشيء الثاني: اعتقاد أنهما داران أبديتان، من دخلهما وهو من أهلهما فإنه يكون فيهما أبدًا، أما الجنة فمن دخلها لا يخرج منها كما قال تعالى: ﴿وَمَا هُم مِّنۡهَا بِمُخۡرَجِينَ﴾ [الحجر: ٤٨]، وأما النار فإن عصاة المؤمنين يدخلون فيها ما شاء الله أن يبقوا فيها، ثم يكون مآلهم الجنة، كما شهدت بذلك الۡأخبار الصحيحة عن رسول الله ﷺ، فقوله تعالى: ﴿لَّٰبِثِينَ فِيهَآ أَحۡقَابًا﴾، لا تدل بأي حال من الۡأحوال على أن هذه الۡأحقاب مؤمدة، يعني: إلى أمد، ثم تنتهي، بل المعنى: أحقابًا كثيرة لا نهاية لها.

Kedua: Keyakinan bahwa janah dan neraka adalah dua negeri yang abadi. Barang siapa yang memasuki janah atau neraka dan dia sudah ditetapkan sebagai penduduknya, maka dia akan kekal selama-lamanya. Siapa saja yang masuk janah, dia tidak akan pernah keluar darinya.

Adapun neraka, maka orang-orang yang bermaksiat dari kalangan orang-orang yang beriman akan memasukinya dan tinggal selama yang Allah kehendaki. Kemudian tempat kembali mereka adalah janah, sebagaimana kabar-kabar yang sahih telah memberikan kesaksian akan hal itu dari Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

Maka firman Allah taala, “Mereka tinggal di neraka berabad-abad lamanya,” tidak menunjukkan bahwa lamanya berabad-abad dalam ayat ini terbatas, yakni sampai batas waktu kemudian berakhir. Justru maknanya abad-abad yang banyak yang tidak ada akhirnya.

Ayat 24

﴿لَّا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرۡدًا وَلَا شَرَابًا﴾ نفى الله سبحانه وتعالى فيها البرد الذي تكون به برودة ظاهر الجسم، والشراب الذي تكون به برودة داخل الجسم؛ وذلك لأنهم -والعياذ بالله- إذا عطشوا واستغاثوا كانو كما قال الله تعالى: ﴿وَإِن يَسۡتَغِيثُوا۟ يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍ كَٱلۡمُهۡلِ يَشۡوِى ٱلۡوُجُوهَ ۚ بِئۡسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا﴾ [الكهف: ٢٩]، وهل الماء الذي كالمهل وإذا قرب من الوجه شوى الوجه، هل ينتفع به صاحبه؟ الجواب استمع قول الله تعالى: ﴿وَسُقُوا۟ مَآءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمۡعَآءَهُمۡ﴾ [محمد: ١٥]، أما في ظاهر الجسم فقد قال الله تعالى: ﴿خُذُوهُ فَٱعۡتِلُوهُ إِلَىٰ سَوَآءِ ٱلۡجَحِيمِ ۝٤٧ ثُمَّ صُبُّوا۟ فَوۡقَ رَأۡسِهِۦ مِنۡ عَذَابِ ٱلۡحَمِيمِ﴾ [الدخان: ٤٧-٤٨]، وقال تعالى: ﴿يُصَبُّ مِن فَوۡقِ رُءُوسِهِمُ ٱلۡحَمِيمُ ۝١٩ يُصۡهَرُ بِهِۦ مَا فِى بُطُونِهِمۡ وَٱلۡجُلُودُ﴾ [الحج: ١٩-٢٠]، ما في بطونهم: الۡأمعاء وهي باطن الجسم، والجلود ظاهر الجسم، فمن كان كذلك فإنهم لا يذوقون فيها بردًا ولا شرابًا يطفئ حرارة بطونهم، ومن تدبر ما في القرأن والسنة من الوعيد الشديد لأهل النار فإنه كما قال السلف: (عجبت للنار كيف ينام هاربها، وعجبت للجنة كيف ينام طالبها).

“Mereka tidak merasakan kesejukan dan minuman di dalamnya.” Allah menafikan kesejukan yang menyejukkan bagian luar badan mereka dan minuman yang menyegarkan rongga-rongga tubuh mereka.

Hal itu dikarenakan mereka—semoga Allah melindungi kita—apabila haus dan meminta pertolongan, kondisi mereka sebagaimana difirmankan oleh Allah taala, “Jika mereka meminta minum, mereka diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang membakar muka-muka mereka. Itulah seburuk-buruk minuman dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS Al-Kahfi: 29)

Air yang seperti besi mendidih ini yang jika dekat dengan wajah akan membakar wajah, apakah bermanfaat untuk peminumnya? Jawabannya: simaklah firman Allah taala, “Mereka diberi minuman dengan air yang mendidih hingga memotong usus-usus mereka.” (QS Muhammad: 15)

Adapun tubuh bagian luar, Allah taala telah berfirman, “Pegang dan seretlah ke tengah-tengah neraka! Kemudian guyurkanlah azab yang panas dari atas kepala mereka.” (QS Ad-Dukhan: 47-48)

Allah taala berfirman, “Air yang panas dituangkan dari atas kepala mereka, yang menghancurkan segala yang ada di dalam perut dan kulit mereka.” (QS Al-Hajj: 19-20).

Yang ada di dalam perut adalah usus, yaitu bagian dalam tubuh. Sedangkan kulit adalah bagian luar tubuh. Siapa saja yang merasakan itu, maka mereka tidak akan merasakan kesejukan dan minuman yang akan meredakan panasnya perut-perut mereka.

Barang siapa merenungkan ancaman keras bagi penghuni neraka di dalam Al-Qur’an dan sunah, maka dia akan menjadi sebagaimana yang dikatakan oleh salaf, “Aku sangat heran kepada neraka, bagaimana orang yang lari darinya akan tidur. Aku pun merasa heran kepada janah, bagaimana orang yang mencarinya akan tidur.”

إننا لو قال لنا قائل: إن لكم في أقصى الدنيا قصورًا وأنهارًا وزوجات وفاكهة لا تنقطع عنا، ولا ننقطع دونها، بل هي إلى أبد الآبدين، لكنا نسير على أهداب أعيننا ليلًا ونهارًا؛ لنصل إلى هذه الجنة التي بها هذا النعيم العظيم، والتي نعيمها دائم لا يقطع، وشباب ساكنها دائم لا يهرم، وصحته دائمة ليس فيها سقم، وأنظروا إلى الناس اليوم يذهبون إلى مشارق الأرض ومغاربها؛ لينالوا درهمًا او دينارًا قد يتمتعون بذلك، وقد لا يتمتعون به، فما بالنا نقف هذا الموقف من طلب الجنة؟! وهذا الموقف من الهرب من النار، نسأل الله أن يعيذنا وإياكم من النار، وأن يجعلنا وإياكم من أهل الجنة.

Kita saja kalau ada yang berkata kepada kita, “Sesungguhnya kalian memiliki istana-istana, sungai-sungai, istri-istri, buah yang tidak pernah habis, dan kenikmatan lain yang takkan pernah habis, bahkan akan terus ada selama-lamanya,” niscaya kita akan menempuh perjalanan dengan sepenuh kemampuan, siang malam, untuk bisa sampai ke janah yang di sana terdapat kenikmatan yang besar, kenikmatannya langgeng tidak ada habisnya, penghuninya senantiasa muda tidak bisa tua, sehat terus tidak ada penyakit di situ.

Lihatlah kepada manusia hari ini! Mereka pergi ke ujung timur dan barat bumi untuk mendapatkan dirham atau dinar, yang bisa jadi mereka nikmati dan terkadang tidak sempat mereka nikmati. Lalu mengapa kita berhenti di tempat dari mencari janah dan berhenti di tempat dari lari menjauhi neraka? Kita meminta kepada Allah agar melindungi kami dan kalian dari neraka, serta menjadikan kami dan kalian termasuk penduduk janah.

Ayat 25

﴿إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا﴾ الاستثناء هنا منقطع عند النحويين؛ لأن المستثنى ليس من جنس المستثنى منه، والمعنى ليس لهم إلا هذا الحميم، وهو الماء الحار المنتهي في الحرارة. ﴿يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍ كَٱلۡمُهۡلِ يَشۡوِى ٱلۡوُجُوهَ﴾ [الكهف: ٢٩]، ﴿وَسُقُوا۟ مَآءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمۡعَآءَهُمۡ﴾ [محمد: ١٥].

“Kecuali air yang mendidih dan nanah.” (QS An-Naba: 25). Pengecualian dalam ayat ini adalah al-istitsna` al-munqathi’ (pengecualian yang terputus) menurut ahli ilmu nahu karena mustatsna-nya tidak termasuk jenis mustatsna minhu. Maknanya adalah mereka tidak mendapatkan kecuali air yang mendidih, yaitu air yang paling panas.

“Mereka diberi minum air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah-wajah.” (QS Al-Kahfi: 29)

“Mereka diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong usus-usus mereka.” (QS Muhammad: 15).

﴿وَغَسَّاقًا﴾ قال المفسرون: إن الغساق هو شراب منتن الرائحة شديد البرودة، فيجمع لهم -والعياذ بالله- بين الماء الحار الشديد الحرارة والماء البارد الشديد البرودة؛ فيجمع لهم -والعياذ بالله- بين الماء الحار الشديد الحرارة والماء البارد الشديد البرودة؛ ليذوقوا العذاب من الناحيتين: من ناحية الحرارة، ومن ناحية البرودة، بل إن بعض أهل التفسير قالوا: إن المراد بالغساق صديد أهل النار، وما يخرج من أجوافهم من النتن والعرق وغير ذلك.

Gassāqa”. Para ahli tafsir berkata: al-ghassaq adalah minuman yang berbau sangat busuk lagi sangat dingin, sehingga terkumpul pada mereka—kita berlindung kepada Allah—antara air yang sangat panas dan air yang sangat dingin agar mereka merasakan azab dari dua sisi: dari sisi panas dan dari sisi dingin.

Namun sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa maksud dari al-ghassaq adalah nanah penduduk neraka dan semua yang keluar dari mulut-mulut mereka berupa cairan yang berbau busuk, keringat mereka, dan selain itu.

وعلى كل حال فالآية الكريمة تدل على أنهم لا يذوقون إلا هذا الشراب الذي يقطع أمعاءهم من حرارته، ويفطّر أكبادهم من برودته، نسأل الله العافية. وإذا اجتمعت هذه الۡأنواع من العذاب كان ذلك زيادة في مضاعفة العذاب عليهم.

Bagaimana pun itu, ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa mereka tidak merasakan kecuali minuman ini yang memotong usus-usus mereka saking panasnya dan mencabik hati-hati mereka saking dinginnya. Kita memohon keselamatan kepada Allah. Apabila berbagai jenis azab ini terkumpul, jadilah hal itu menjadi tambahan azab yang berlipat-lipat kepada mereka.

Ayat 26

﴿جَزَآءً وِفَاقًا﴾؛ أي: يجزون بذلك جزاء موافقًا لأعمالهم من غير أن يظلموا، قال الله تبارك وتعالى: ﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظۡلِمُ ٱلنَّاسَ شَيۡـًٔا وَلَٰكِنَّ ٱلنَّاسَ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ﴾ [يونس: ٤٤]، فهذا الجزاء موافق مطابق لأعمالهم.

“Sebagai balasan yang setimpal.” (QS An-Naba: 26). Artinya mereka dibalas dengan balasan yang sesuai dengan amalan mereka tanpa mereka dizalimi. Allah—tabaraka wa ta’ala—berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit saja akan tetapi manusia itu sendiri yang berbuat zalim.” (QS Yunus: 44).

Balasan ini adalah balasan yang sesuai dan sepadan dengan perbuatan mereka.

Ayat 27 dan 28

ثم بين وجه الموافقة، موافقة هذا العذاب للأعمال فقال: ﴿إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ لَا يَرۡجُونَ حِسَابًا ۝٢٧ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا كِذَّابًا﴾، فذكر انحرافهم في العقيدة، وانحرافهم في القول، ﴿إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ لَا يَرۡجُونَ حِسَابًا﴾؛ أي: لا يؤملون أن يحاسبوا، بل ينكرون الحساب، ينكرون البعث، يقولون: ﴿مَا هِىَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُ﴾ [الجاثية: ٢٤]، فلا يرجون حسابًا يحاسبون به؛ لأنهم ينكرون ذلك، هذه عقيدة قلوبهم، أما ألسنتهم فيكذبون يقولون: هذا كذب، هذا سحر، هذا جنون، وما أشبه ذلك، كما جاء في كتاب الله ما يصف به هؤلاء المكذبون رسل الله، كما قال عز وجل: ﴿كَذَٰلِكَ مَآ أَتَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُوا۟ سَاحِرٌ أَوۡ مَجۡنُونٌ﴾ [الذاريات: ٥٢].

Kemudian Allah menjelaskan sisi kecocokan, yakni kesesuaian azab terhadap perbuatan. Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka tidak mengharapkan adanya hisab. Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sebenar-benar pendustaan.” (QS An-Naba: 27-28).

Allah menyebutkan penyimpangan mereka dalam akidah dan penyimpangan mereka dalam ucapan.

“Mereka tidak mengharapkan adanya hisab.” Artinya mereka tidak peduli mereka nanti akan dihisab bahkan mereka mengingkari hisab. Mereka mengingkari kebangkitan. Mereka mengatakan, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan dunia. Kita mati dan kita hidup. Tidaklah yang membinasakan kita kecuali masa.” (QS Al-Jasiyah: 24).

Mereka tidak mengharapkan hisab yang mereka dihisab dengannya karena mereka mengingkari itu. Ini adalah keyakinan di hati-hati mereka.

Adapun mulut-mulut mereka mendustakan. Mereka mengatakan ini adalah dusta, ini adalah sihir, ini adalah kegilaan, dan ungkapan semisal itu, sebagaimana yang datang dalam Al-Qur’an tentang sifat-sifat mereka yang mendustakan para rasul. Sebagaimana firman Allah—‘azza wa jalla—, “Demikianlah, tidak ada seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang sebelum mereka kecuali mereka mengatakan: Dia adalah tukang sihir atau orang gila.” (QS Adz-Zariyat: 52).

وقال الله تعالى عن المكذبين لمحمد صلى الله عليه وآله وسلم: ﴿وَقَالَ ٱلۡكَٰفِرُونَ هَٰذَا سَٰحِرٌ كَذَّابٌ﴾ [ص: ٤]، وقالوا إنه شاعر؛ ﴿أَمۡ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَّتَرَبَّصُ بِهِۦ رَيۡبَ ٱلۡمَنُونِ﴾ [الطور: ٣٠]، ﴿وَقَالُوا۟ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِى نُزِّلَ عَلَيۡهِ ٱلذِّكۡرُ إِنَّكَ لَمَجۡنُونٌ ۝٦ لَّوۡ مَا تَأۡتِينَا بِٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ﴾ [الحجر: ٦-٧]، ولولا أن الله ثبت أقدام الرسل وصبرهم على قومهم ما صبروا على هذا الۡأمر، ثم إن قومهم المكذبين لهم لم يقتصروا على هذا بل آذوهم بالفعل كما فعلوا مع الرسول عليه الصلاة والسلام من الۡأذية العظيمة، بل آذوهم بحمل السلاح عليهم.

Allah taala berfirman menceritakan tentang orang-orang yang mendustakan Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam—, “Orang-orang kafir mengatakan: Orang ini adalah tukang sihir lagi banyak berdusta.” (QS Sad: 4).

Mereka juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah penyair, “Mereka mengatakan: Dia adalah penyair yang sedang kami tunggu-tunggu kecelakaan akan menimpanya.” (QS At-Tur: 30).

“Mereka mengatakan: Wahai orang-orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya engkau adalah orang gila. Mengapa engkau tidak mendatangkan malaikat kepada kami jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” (QS Al-Hijr: 7).

Kalau seandainya Allah tidak meneguhkan kaki-kaki para rasul dan menyabarkan mereka dalam menghadapi kaumnya, niscaya mereka tidak sabar menghadapinya. Kemudian sesungguhnya kaumnya yang mendustakan mereka, tidak cukup sampai di sini, bahkan kaumnya menyakiti mereka dengan perbuatan sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Rasulullah—‘alaihish shalatu was salam—berupa gangguan yang hebat bahkan menyakiti para rasul dengan mengangkat senjata memerangi mereka.

فمن كانت هذه حاله فجزاؤه جهنم جزاءً موافقًا مطابقًا لعمله، كما في هذه الآية الكريمة: ﴿جَزَآءً وِفَاقًا ۝٢٦ إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ لَا يَرۡجُونَ حِسَابًا ۝٢٧ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا كِذَّابًا﴾.

Jadi siapa saja yang demikian kelakuannya, maka balasannya adalah neraka Jahannam sebagai balasan yang sesuai dan cocok dengan perbuatannya sebagaimana dalam ayat yang mulia ini, “Sebagai balasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka dahulu tidak mengharapkan hisab dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami.”

Ayat 29

قوله تعالى: ﴿وَكُلَّ شَىۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ كِتَٰبًا﴾، ﴿وَكُلَّ شَىۡءٍ﴾ يشمل ما يفعله الله عز وجل من الخلق والتدبير في الكون، ويشمل ما يعمله العباد من أقوال وأفعال، ويشمل كل صغير وكبير.

﴿أَحۡصَيۡنَٰهُ﴾؛ أي: ضبطناه بالإحصاء الدقيق الذي لا يختلف.

Firman Allah taala, “Kami benar-benar mencatat segala sesuatu dalam suatu kitab.”

“Segala sesuatu” mencakup segala yang dilakukan oleh Allah  seperti menciptakan, mengatur alam semesta. Juga mencakup segala perbuatan hamba berupa perkataan dan perbuatan. Juga mencakup segala sesuatu yang kecil maupun yang besar.

Aḥṣaināhu” kami catat dengan teliti dan rinci tanpa kekeliruan sedikit pun.

﴿كِتَٰبًا﴾؛ يعني: كتبًا، وقد ثبت في الحديث الصحيح أن الله تعالى كتب مقادير كل شيء إلى أن تقوم الساعة، ومن جملة ذلك أعمال بني آدم فإنها مكتوبة، بل كل قول يكتب، قال الله تعالى: ﴿مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾ [ق: ١٨]، رقيب يعني: مراقب، والعتيد يعني: الحاضر. ودخل رجل على الإمام أحمد رحمه الله وهو مريض يئن من مرضه، فقال له: يا أبا عبد الله، إن طاووسًا -وهو أحد التابعين المشهورين- يقول: إن أنين المريض يكتب. فتوقف رحمه الله عن الأنين خوفًا من أن يكتب عليه أنين مرضه.

Kitāban” yakni buku-buku catatan. Telah tetap dalam hadis yang sahih bahwa Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Termasuk dari itu adalah perbuatan-perbuatan manusia. Semua itu tertulis, bahkan semua ucapan juga tertulis.

Allah taala berfirman, “Tidaklah ada satu ucapan yang diucapkan melainkan di sisinya ada raqib ‘atid.” Raqib yakni malaikat yang mengawasi. ‘Atid artinya malaikat yang selalu hadir.

Ada seseorang masuk ke rumah Imam Ahmad ketika beliau sakit. Beliau merintih kesakitan. Orang itu berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Abu ‘Abdullah, sesungguhnya Thawus—salah satu tabiin terkenal—mengatakan: Sesungguhnya rintihan orang yang sakit itu ditulis.” Lalu Imam Ahmad berhenti merintih karena takut rintihan sakitnya akan ditulis.

فكيف بأقوال لا حدّ لها ولا ممسك لها، ألفاظ تترى طوال الليل والنهار ولا يحسب لها الحساب،  فكل شيء يكتب حتى الهم يكتب إما لك، وإما عليك، من همّ بالسيئة فلم يعملها عاجزًا عنها فإنها تكتب عليه، وإن هم بها وتركها لله فإنها تكتب له، فلا يضيع شيء، كل شيء أحصيناه كتابًا.

Lantas bagaimana dengan ucapan-ucapan yang tidak ada batasnya dan tidak ditahan. Lafaz-lafaz yang terus keluar sepanjang malam dan siang, kemudian tidak dihisab?!

Segala sesuatu ditulis sampai pun hanya tekad. Tekad akan dicatat, bisa berbuah pahala atau berbuah dosa bagimu. Barang siapa bertekad kuat dalam hati melakukan kejelekan, lalu tidak melaksanakannya karena tidak mampu, hal itu akan dicatat dosa atasnya. Kalau dia bertekad berbuat kejelekan lalu dia meninggalkannya karena Allah, maka itu akan ditulis sebagai pahala.

Sesuatu tidak akan terluput. Segala sesuatu akan Kami catat dalam catatan.

Ayat 30

﴿فَذُوقُوا۟ فَلَن نَّزِيدَكُمۡ إِلَّا عَذَابًا﴾ هذا الأمر للإهانة والتوبيخ، يعني: يقال لأهل النار: ذوقوا العذاب إهانة وتوبيخًا فلن نرفعه عنكم، ولن نخففه عنكم، بل ولا نبقيكم على ما أنتم عليه، لا نزيدكم إلا عذابًا في قوته ومدته ونوعه، وفي آية أخرى أنهم يقولون لخزنة جهنم: ﴿ٱدۡعُوا۟ رَبَّكُمۡ يُخَفِّفۡ عَنَّا يَوۡمًا مِّنَ ٱلۡعَذَابِ﴾ [غافر: ٤٩]، تأمل هذه الكلمة من عدة أوجه:

“Maka rasakanlah! Kami tidak akan menambah kalian kecuali azab.” Perintah ini dalam rangka menghinakan dan mencela. Yakni, dikatakan kepada penduduk neraka: rasakanlah siksaan ini sebagai penghinaan dan celaan. Kami tidak akan mengangkatnya dari kalian dan Kami tidak akan meringankannya dari kalian. Bahkan Kami tidak membiarkan kalian tetap dalam keadaan yang kalian derita ini. Tidaklah Kami menambah untuk kalian kecuali azab yang lebih kuat, lebih lama, dan lebih beraneka ragam.

Dalam ayat yang lain, penghuni neraka berkata kepada penjaga neraka Jahannam, “Mohonkanlah kepada Rab kalian agar Dia meringankan azab untuk kami satu hari saja.” (QS Ghafir: 49).

Perhatikan kalimat ini dari beberapa segi!

أولًا: أنهم لم يسألوا الله سبحانه وتعالى، وإنما طلبوا من خزنة جهنم أن يدعوا لهم؛ لأن الله قال لهم: ﴿ٱخۡسَـُٔوا۟ فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ﴾ [المؤمنون: ١٠٨]،  فرأوا أنفسهم أنهم ليسوا أهلًا لأن يسألوا الله ويدعوه بأنفسهم، بل لا يدعونه إلا بواسطة.

Pertama: mereka tidak meminta langsung kepada Allah—subhanahu wa ta’ala—. Mereka hanya meminta kepada penjaga pintu neraka Jahannam agar memohonkan untuk mereka karena Allah telah berkata kepada mereka, “Tinggallah kalian dengan hina di dalamnya dan janganlah kalian berbicara dengan-Ku!” (QS Al-Mu’minun: 108).

Mereka melihat bahwa diri mereka tidak layak untuk meminta kepada Allah dan berdoa kepada-Nya dengan diri mereka sendiri, tetapi mereka meminta kepada-Nya dengan perantara.

ثانيًا: أنهم قالوا: ﴿ٱدۡعُوا۟ رَبَّكُمۡ﴾ ولم يقولوا: ادعوا ربنا؛ لأن وجوههم وقلوبهم لا تستطيع أن تتحدث أو أن تتكلم بإضافة ربوبية الله لهم؛ أي: بأن يقولوا: ربنا. عندهم من العار والخزي ما يرون أنهم ليسوا أهلًا لأن تضاف ربوبية الله إليهم بل قالوا: ﴿رَبَّكُمۡ﴾.

Kedua: Mereka mengatakan, “Mintalah kepada Rab kalian,” dan tidak mengatakan, “Mintalah kepada Rab kita.” Karena wajah-wajah dan hati-hati mereka tidak mampu untuk mengungkapkannya atau berbicara dengan menyandarkan sifat rububiyah/ketuhanan Allah kepada mereka, yaitu dengan mengucapkan Rab kami. Mereka merasakan kecelakaan dan kehinaan sehingga merasa tidak pantas untuk menyandarkan rububiyah Allah kepada mereka, tetapi mereka mengatakan, “Rab kalian.”

ثالثًا: لم يقولوا: يرفع عنا العذاب، بل قالوا: ﴿يُخَفِّفۡ﴾؛ لأنهم -نعوذ بالله- آيسون من أن يرفع عنهم.

Ketiga: mereka tidak mengatakan agar Allah mengangkat azab dari kami. Tetapi mereka hanya mengatakan “meringankan” karena mereka sudah putus asa dari diangkatnya azab. Kita berlindung kepada Allah.

رابعًا: أنهم لم يقولوا: يخفف عنا العذاب دائمًا. بل قالوا: ﴿يَوۡمًا مِّنَ ٱلۡعَذَابِ﴾ يومًا واحدًا، بهذا يتبين ما هم عليه من العذاب والهوان والذل ﴿وَتَرَىٰهُمۡ يُعۡرَضُونَ عَلَيۡهَا خَٰشِعِينَ مِنَ ٱلذُّلِّ يَنظُرُونَ مِن طَرۡفٍ خَفِىٍّ﴾ [الشورى: ٤٥]، أعاذنا الله منها.

Keempat: mereka tidak mengatakan: ringankan azab dari kami selamanya, tetapi mereka hanya mengatakan, “sehari dari siksaan.” Satu hari saja.

Dengan ini, jelaslah bagaimana (dahsyatnya) siksaan, kehinaan, dan kerendahan yang menimpa mereka. “Engkau akan melihat mereka akan dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina. Mereka melihat dengan pandangan yang lesu.” (QS Asy-Syura: 45).

Semoga Allah melindungi kita darinya.

Sumber: Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, surah An-Naba, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *