Hukum Penggunaan Ungkapan Ambigu untuk Maslahat Pribadi

ismail  

حكم استعمال المعاريض للمصلحة الخاصة

🎙 Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz (wafat 1420 H) rahimahullah

السؤال:

Pertanyaan:

المعاريض هذه قد يقع من بعض الناس لمصالحه الخاصة؟

Ungkapan-ungkapan ambigu terkadang muncul dari sebagian manusia untuk maslahat pribadi.

الجواب:

Jawaban:

المعاريض فيها مندوحة عن الكذب، وهي أن يأتي بكلمة تسد الباب ولا يحصل بها الكذب، ولكن قد يُفهم منها غير المطلوب؛ لأنه لا يريد أن يكذب، يتحرّج أن يكذب؛ فيأتي بكلمة لا تعتبر كذبًا ويعتبر بها قد تخلص إذا كان ليس بظالم، إذا كان ليس بظالم بل مظلوم، أو أنه لا ظالم ولا مظلوم، هذا لا بأس.

Ungkapan ambigu bisa menjadi jalan keluar dari kebohongan, yaitu dengan membuat ungkapan untuk menutup pembicaraan dengan tidak mengadakan kedustaan, akan tetapi dari ungkapan itu dipahami lain dengan yang dimaksud oleh pengucap, karena si pengucap tidak ingin berbohong, dia ingin menghindar dari berbohong, maka dia boleh menyampaikan ucapan yang tidak dianggap dusta dan dianggap selamat dari kedustaan, jika dia bukan orang yang zalim. Yaitu ketika dia bukan orang yang zalim tetapi dia yang dizalimi. Atau dia bukan orang yang zalim, bukan pula orang yang dizalimi. Ini tidak mengapa.

أما إن كان ظالمًا ما ينفعه التأويل، مثل ما قال النبي ﷺ: اليمين على نية المستحلف، وفي اللفظ الآخر: يمينك على ما يصدقك عليه صاحبك رواه مسلم، 

Adapun jika dia zalim, maka takwil ini tidak bermanfaat baginya. Seperti yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sumpah sesuai niat orang yang meminta sumpah.” Dalam lafaz yang lain, “Sumpahmu didasarkan kepada pikiran yang ada di benak temanmu yang membuatnya mempercayaimu atas sumpahmu.” (HR Muslim1 nomor 1653)

فإذا كان ظالماً لا ينفعه التأويل، بل هو مؤاخذ، فلو قال مثلًا يدّعي عليه إنسان يقول إنك عندك لي ألف ريال أو مائة ريال أو أكثر أو أقل ثمن كذا أو ثمن كذا أو قرض ثم حلف وتأوّل في حلفه قال: والله ما عندي لك شيء، يعني شيء أكثر من هذا، يعني تأويل شيء أكثر من هذا، أو ما عندي شيء صفته كذا وصفته كذا، يتأول، ما ينفع التأويل، تسمى يمينه غموسًا؛ لأنه ظالم في هذا التأويل، ما ينفعه التأويل.

Jika dia zalim, cara ini tidak boleh untuknya, bahkan dia kelak disiksa. Misal ada yang menagihnya dengan berkata, “Sesungguhnya engkau memiliki utang atau pinjam kepadaku sejumlah seribu rial atau seratus rial atau lebih banyak atau lebih sedikit dari itu.”

Kemudian dia bersumpah dan melakukan takwil dalam sumpahnya. Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak memiliki sesuatu untuk kuberikan kepadamu.”

Yang dia maksud dalam hatinya adalah uang yang lebih banyak daripada ini. Yakni dia menakwilkan ucapannya dengan uang yang lebih besar daripada ini. Atau aku tidak memiliki uang yang jumlahnya sekian dan sekian. Perbuatan ini tidak boleh. Sumpahnya dinamakan ghamus (sumpah dusta) karena dia zalim dalam penakwilan ini. Takwil semacam ini tidak boleh.

لكن واحد جاءك يقول مثلًا: عندك فلان تخاف أنه يضره تخاف أنه يفعل به ما يؤذيه، تقول: والله ما هو عندي، تنوي ما هو عندك في المكان الذي أنت واقف فيه، وإن كان عندك في حجرة في الداخل، لكن ما هو عندك في المكان هذا أو في المجلس، وهو يحادثك في المجلس، وهو في الغرفة الأخرى، تقول: والله ما هو عندي، يعني في هذا المجلس، فهذا ينفع؛ لأنك لست بظالم، تدافع عن أخيك، أو لأسباب أخرى أو ما أشبه ذلك، يدّعي عليك أشياء باطلة فتحلف وتتأول تأويلًا نافعًا ليس بكذب؛ لدفع هذا المبطل.

Sebaliknya, misal, ada seseorang yang datang kepadamu lalu bertanya, “Apakah ada Polan di tempatmu?”

Engkau khawatir dia akan membahayakan si Polan. Engkau khawatir dia akan melakukan perbuatan yang menyakiti si Polan. Lalu engkau katakan, “Demi Allah, dia tidak ada di tempatku.”

Engkau meniatkan bahwa si Polan tidak berada di tempatmu berdiri. Padahal si Polan ada di tempatmu, yaitu di sebuah kamar di dalam rumah, akan tetapi si Polan tidak ada di tempatmu berada sekarang ini atau di majelis itu.

Orang itu berbincang denganmu di majelis sedangkan si Polan di kamar lain. Engkau katakan, “Demi Allah, dia tidak ada di tempatku.” Yakni di majelis ini. Hal ini boleh karena engkau bukan orang yang zalim. Engkau sedang menghindarkan bahaya dari saudaramu atau sebab lainnya atau yang semisal itu. Dia menuntutmu perkara yang batil lalu engkau bersumpah dan menakwil dengan takwilan yang dibolehkan, bukan kedustaan agar bisa selamat dari pelaku kebatilan ini.

Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/24220/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D8%B3%D8%AA%D8%B9%D9%85%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B9%D8%A7%D8%B1%D9%8A%D8%B6-%D9%84%D9%84%D9%85%D8%B5%D9%84%D8%AD%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%AE%D8%A7%D8%B5%D8%A9

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *