﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾
“Hanya Engkau yang kami ibadahi dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”
قوله تعالى: ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾؛ ﴿إِيَّاكَ﴾: مفعول به مقدم؛ وعامله: ﴿نَعۡبُدُ﴾؛ وقُدِّم على عامله لإفادة الحصر؛ فمعناه: لا نعبد إلا إياك؛ وكان منفصلًا؛ لتعذر الوصل حينئذ؛ و﴿نَعۡبُدُ﴾؛ أي: نتذلل لك أكمل ذلّ؛ ولهذا تجد المؤمنين يضعون أشرف ما في أجسامهم في موطىء الۡأقدام ذلًّا لله عز وجل: يسجد على التراب؛ تمتلىء جبهته من التراب – كل هذا ذلًا لله؛ ولو أن إنساناً قال: (أنا أعطيك الدنيا كلها واسجد لي) ما وافق المؤمن أبدًا؛ لأن هذا الذل لله عز وجل وحده.
Firman Allah taala, “Iyyāka na‘budu (Hanya Engkau yang kami ibadahi).” “Iyyāka” adalah maf’ul bih yang dikedepankan. ‘Amilnya adalah “na’budu”. Maf’ul bih didahulukan dari ‘amilnya untuk memberi faedah makna pembatasan. Jadi maknanya adalah kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu. Maf’ul bih ini terpisah karena tidak mungkin tersambung dalam kasus ini.
“Na’budu (kami beribadah)” artinya kami merendahkan diri kepada-Mu dengan serendah-rendahnya. Oleh karena itu, engkau dapati orang-orang mukmin meletakkan anggota tubuhnya yang paling mulia pada tempat yang diinjak oleh kaki dalam rangka merendahkan diri kepada Allah—‘azza wa jalla—. Yakni dia bersujud di atas tanah. Dia penuhi dahinya dengan debu. Semua itu dalam rangka merendahkan diri kepada Allah.
Andai ada orang yang berkata, “Aku akan memberikan seluruh dunia kepadamu dengan syarat engkau sujud kepadaku,” niscaya seorang mukmin tidak akan menyetujuinya selama-lamanya karena perendahan diri ini hanya boleh untuk Allah—‘azza wa jalla.
و (العبادة) تتضمن فعل كل ما أمر الله به، وترك كل ما نهى الله عنه؛ لأن من لم يكن كذلك فليس بعابد: لو لم يفعل المأمور به لم يكن عابدًا حقًّا؛ ولو لم يترك المنهي عنه لم يكن عابدًا حقًّا؛ العبد: هو الذي يوافق المعبود في مراده الشرعي؛ فـ(العبادة) تستلزم أن يقوم الإنسان بكل ما أُمر به، وأن يترك كل ما نُهي عنه؛ ولا يمكن أن يكون قيامه هذا بغير معونة الله؛ ولهذا قال تعالى: ﴿وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾؛ أي: لا نستعين إلا إياك على العبادة وغيرها؛ و(الاستعانة) طلب العون؛ والله سبحانه وتعالى يجمع بين العبادة والاستعانة، أو التوكل في مواطن عدة في القرآن الكريم؛ لأنه لا قيام بالعبادة على الوجه الأكمل إلا بمعونة الله، والتفويض إليه، والتوكل عليه.
Ibadah mencakup melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan Allah karena siapa saja yang tidak demikian keadaannya, maka dia bukanlah ‘abid (orang yang menyembah/beribadah). Kalau dia tidak mengerjakan hal yang diperintahkan, dia pada hakikatnya belum menjadi ‘abid. Begitu pula kalau dia tidak meninggalkan hal yang dilarang, dia pada hakikatnya belum menjadi ‘abid. Seorang hamba adalah yang mematuhi kehendak syariat sesembahannya.
Jadi ibadah mengharuskan seorang insan untuk melaksanakan segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang. Hal ini tidak mungkin terlaksana tanpa pertolongan Allah. Oleh karena itu, Allah taala berfirman, “Hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Artinya kami tidak meminta pertolongan untuk ibadah atau yang lain kecuali kepada-Mu. Istianah artinya permintaan tolong.
Allah—subhanahu wa ta’ala—mengumpulkan ibadah dan istianah atau tawakal dalam beberapa tempat di dalam Al-Qur’an Al-Karim karena pelaksanaan ibadah secara sempurna tidak bisa terwujud kecuali dengan pertolongan Allah, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, dan tawakal kepada-Nya.
الفوائد:
Faedah-faedah:
١ – من فوائد الآية: إخلاص العبادة لله؛ لقوله تعالى: ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾؛ ووجه الإخلاص: تقديم المعمول.
1. Di antara faedah ayat ini adalah agar kita mengikhlaskan ibadah untuk Allah, berdasarkan firman Allah taala, “Hanya kepada-Mu kami beribadah.” Kandungan makna ikhlas ini diambil dari didahulukannya ma’mul.
٢ ـ ومنها: إخلاص الاستعانة بالله عز وجل، لقوله تعالى: ﴿وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ حيث قدم المفعول.
2. Di antara faedah ayat ini adalah agar kita mengikhlaskan istianah kepada Allah—‘azza wa jalla—, berdasarkan firman Allah taala, “Dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan,” karena didahulukannya maf’ul.
فإن قال قائل: كيف يقال: إخلاص الاستعانة بالله، وقد جاء في قوله تعالى: ﴿وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ﴾ [المائدة: ٢]، إثبات المعونة من غير الله عز وجل، وقال النبي ﷺ: (تُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ، فَتَحۡمِلُهُ عَلَيۡهَا، أَوۡ تَرۡفَعُ لَهُ عَلَيۡهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ).
فالجواب: أن الاستعانة نوعان: استعانة تفويض؛ بمعنى أنك تعتمد على الله عز وجل، وتتبرأ من حولك وقوتك؛ وهذا خاص بالله عز وجل؛ واستعانة بمعنى المشاركة فيما تريد أن تقوم به: فهذه جائزة إذا كان المستعان به حيًّا قادرًا على الإعانة؛ لأنه ليس عبادة؛ ولهذا قال الله تعالى: ﴿وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ﴾ [المائدة: ٢].
Jika ada yang bertanya: Bagaimana dikatakan bahwa kita harus memurnikan permintaan tolong kepada Allah padahal disebutkan dalam firman Allah taala,
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ
“Tolong-menolonglah kalian di atas kebajikan dan ketakwaan.” (QS Al-Maidah: 2), adanya pertolongan dari selain Allah—‘azza wa jalla.
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda,
وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ
“Engkau menolong seseorang pada binatang tunggangannya, lalu engkau menaikkan orang itu ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya merupakan sedekah.” (HR Al-Bukhari nomor 2891 dan Muslim nomor 1009).
Jawabannya adalah bahwa istianah (permintaan tolong) ada dua jenis.
Jenis pertama adalah istianah tafwidh (meminta pertolongan dengan menampakkan sikap kehinaan, kerendahan, dan kepasrahan diri). Maknanya engkau bersandar kepada Allah—‘azza wa jalla—dan engkau melepaskan ketergantungan dari upaya dan kekuatanmu. Istianah ini khusus untuk Allah—‘azza wa jalla.
Jenis kedua adalah istianah dengan makna kerjasama untuk melaksanakan keinginanmu. Hal ini boleh apabila pihak yang diminta tolong dalam keadaan hidup dan mampu menolong, karena ini bukan ibadah. Oleh karena inilah, Allah taala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ
“Tolong-menolonglah di atas kebajikan dan ketakwaan.” (QS Al-Maidah: 2).
فإن قال قائل: وهل الاستعانة بالمخلوق جائزة في جميع الأحوال؟
فالجواب: لا؛ الاستعانة بالمخلوق إنما تجوز حيث كان المستعان به قادرًا عليها؛ وأما إذا لم يكن قادرًا فإنه لا يجوز أن تستعين به: كما لو استعان بصاحب قبر فهذا حرام، بل شرك أكبر؛ لأن صاحب القبر لا يغني عن نفسه شيئًا؛ فكيف يعينه! وكما لو استعان بغائب في أمر لا يقدر عليه، مثل أن يعتقد أن الولّي الذي في شرق الدنيا يعينه على مهمته في بلده: فهذا أيضًا شرك أكبر؛ لأنه لا يقدر أن يعينه وهو هناك.
Jika ada yang bertanya, “Apakah meminta pertolongan kepada makhluk dibolehkan dalam segala keadaan?”
Jawab:
Tidak. Meminta tolong kepada makhluk hanya boleh apabila pihak yang diminta tolong memiliki kemampuan untuk itu. Adapun apabila tidak mampu, maka tidak boleh engkau meminta tolong kepadanya. Seperti kalau ada yang meminta tolong kepada mayat di dalam kubur, maka ini haram, bahkan syirik akbar karena mayat di dalam kubur tidak dapat memberi sedikit saja manfaat pada dirinya, lalu bagaimana dia bisa menolong.
Begitu pula kalau ada yang meminta tolong kepada orang yang tidak hadir di situ pada suatu perkara yang tidak dimampuinya, semisal dia berkeyakinan bahwa wali yang berada di belahan timur dunia bisa menolongnya menyelesaikan pekerjaan di daerahnya. Ini juga merupakan syirik akbar karena wali itu tidak mampu menolongnya dalam keadaan dia jauh di sana.
فإن قال قائل: هل يجوز أن يستعين المخلوق فيما تجوز استعانته به؟
فالجواب: الأولى أن لا يستعين بأحد إلا عند الحاجة، أو إذا علم أن صاحبه يُسر بذلك، فيستعين به من أجل إدخال السرور عليه؛ وينبغي لمن طلبت منه الإعانة على غير الإثم والعدوان أن يستجيب لذلك.
Jika ada yang bertanya, “Apakah boleh meminta tolong kepada makhluk dalam urusan yang diperbolehkan?”
Jawab:
Yang lebih utama adalah dia tidak meminta tolong seorang pun kecuali apabila dibutuhkan atau ketika dia tahu bahwa temannya senang membantunya, maka dia boleh meminta tolong kepada temannya agar membuatnya senang. Di sisi lain, sepantasnya bagi orang yang dimintai tolong bukan dalam perkara dosa dan permusuhan untuk memberikan pertolongan.
Sumber: Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, surah Al-Fatihah, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah
Be the first to leave a comment