Tafsir Kalimat Tauhid

ismail  

سُئِلَ الشَّيۡخُ مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الۡوَهَّابِ -رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى- عَنۡ مَعۡنَی (لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ)، فَأَجَابَ بِقَوۡلِهِ: اعۡلَمۡ رَحِمَكَ اللهُ تَعَالَى أَنَّ هَٰذِهِ الۡكَلِمَةَ هِيَ الۡفَارِقَةُ بَیۡنَ الۡكُفۡرِ وَالۡإِسۡلَامِ.

Syekh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab—rahimahullahu ta’ala—ditanya tentang makna kalimat “laa ilaaha illallaah”. Beliau menjawab dengan ucapan beliau:

Ketahuilah, semoga Allah taala merahmatimu, bahwa kalimat ini merupakan pemisah antara kekufuran dengan Islam.

وَهِيَ كَلِمَةُ التَّقۡوَى، وَهِيَ الۡعُرۡوَةُ الۡوُثۡقَى، وَهِيَ الَّتِي جَعَلَهَا إِبۡرَاهِيمُ عَلَيۡهِ السَّلَامُ بَاقِيةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ.

Kalimat ini juga dinamakan kalimat takwa. Kalimat ini dinamakan pula al-‘urwah al-wutsqa (pegangan yang paling kokoh). Kalimat ini adalah yang dijadikan oleh Nabi Ibrahim—‘alaihis salam—sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali.

وَلَيۡسَ الۡمُرَادُ قَوۡلَهَا بِاللِّسَانِ مَعَ الۡجَهۡلِ بِمَعۡنَاهَا.

Yang dimaukan bukanlah mengucapkannya dengan lisan tapi tidak mengerti maknanya.

فَإِنَّ الۡمُنَافِقِينَ يَقُولُونَها وَهُمۡ تَحۡتَ الۡكُفَّارِ ﴿فِى ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ﴾ [النساء: ١٤٥].

Karena orang-orang munafik pun mengucapkannya, padahal mereka berada di bawah orang-orang kafir “di kerak neraka yang paling dasar.” (QS. An-Nisa`: 145).

مَعَ كَوۡنِهِمۡ يُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ.

Padahal orang-orang munafik itu ikut salat dan bersedekah.

وَلَكِنَّ الۡمُرَادَ قَوۡلُهَا مَعَ مَعۡرِفَتِهَا بِالۡقَلۡبِ، وَمَحَبَّتِهَا وَمَحَبَّةِ أَهۡلِهَا وَبُغۡضِ مَنۡ خَالَفَهَا وَمُعَادَاتِهِ.

Akan tetapi yang dimaukan adalah mengucapkannya disertai memahaminya dalam hati, mencintainya dan mencintai orang-orang yang bertauhid, serta membenci dan memusuhi orang-orang yang menyelisihi kalimat tersebut.

كَمَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (مَنۡ قَالَ: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، مُخۡلِصًا)، وَفِي رِوَايَةٍ: (خَالِصًا مِنۡ قَلۡبِهِ)، وَفِي رِوَايَةٍ: (صَادِقًا مِنۡ قَلۡبِهِ) وَفِي حَدِيثٍ آخَرَ: (مَنۡ قَالَ: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَكَفَرَ بِمَا يُعۡبَدُ مِنۡ دُونِ اللهِ).

إِلَى غَيۡرِ ذٰلِكَ مِنَ الۡأَحَادِيثِ الدَّالَّةِ عَلَى جَهَالَةِ أَكۡثَرِ النَّاسِ بِهَٰذِهِ الشَّهَادَةِ.

Sebagaimana sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Siapa saja yang mengucapkan, ‘laa ilaaha illallaah’ dengan ikhlas.” Dalam riwayat lain, “dengan ikhlas dari hatinya.” Dalam riwayat lain, “dengan jujur dari hatinya.” Dalam hadis yang lain, “Siapa saja yang mengucapkan, ‘laa ilaaha illallaah’ dan mengingkari segala yang disembah selain Allah.”

Serta hadis-hadis selain itu yang menunjukkan betapa banyak orang yang tidak mengerti apa yang dimaukan dari persaksian ini.

فَاعۡلَمۡ أَنَّ هَٰذِهِ الۡكَلِمَةَ نَفۡيٌ وَإِثۡبَاتٌ. نَفۡيُ الۡإِلَٰهِيَةِ عَمَّا سِوَى اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى مِنَ الۡمُرۡسَلِينَ حَتَّى مُحَمَّدٍ ﷺ، وَمِنَ الۡمَلَائكَةِ حَتَّى جِبۡرِيلَ، فَضۡلًا عَنۡ غَيۡرِهِمۡ مِنَ الۡأَنۡبِيَاءِ وَ الصَّالِحِينَ، وَ إِثۡبَاتُهَا لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Ketahuilah bahwa kalimat ini ada nafi dan isbat.

  • Nafi/peniadaan ketuhanan dari semua yang selain Allah—subhanahu wa ta’ala—, baik dari kalangan para rasul, sampai Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—sekalipun, dan dari kalangan malaikat, sampai Jibril sekalipun. Apalagi dari selain mereka dari kalangan para nabi dan orang-orang saleh.
  • Isbat/penetapan ketuhanan untuk Allah—‘azza wa jalla.

إِذَا فَهِمۡتَ ذٰلِكَ فَتَأَمَّلَ الۡأُلُوهِيِّةَ الَّتِي أَثۡبَتَهَا اللهُ تَعَالَى لِنَفۡسِهِ، وَ نَفَاهَا عَنۡ مُحَمَّدٍ ﷺ وَجِبۡرِيلَ وَغَيۡرِهِمَا أَنۡ يَكُونَ لَهُمۡ مِنۡ مِثۡقَالِ حَبَّةٍ مِنۡ خَرۡدَلٍ.

Jika engkau sudah memahami itu, maka renungkanlah tentang ketuhanan yang Allah taala tetapkan untuk diri-Nya dan Dia nafikan dari Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan Jibril, serta selain keduanya. Allah menafikan bahwa mereka memiliki sifat ketuhanan seberat biji sawi (artinya: mereka sama sekali tidak memiliki hak untuk disembah).

فَاعۡلَمۡ أَنَّ هَٰذِهِ الۡأُلُوهِيِّةَ هِيَ الَّتِي تُسَمِّيهَا الۡعَامَّةُ فِي زَمَانِنَا: السِّرَّ وَالۡوِلَايَةَ.

Ketahuilah bahwa sifat ketuhanan inilah yang dinamakan oleh kebanyakan orang di zaman kita ini dengan as-sirr (ilmu sir/gaib) dan al-wilayah (kedudukan kewalian).

وَالۡإِلَهُ مَعۡنَاهُ الۡوَلِيُّ الَّذِي فِيهِ السِّرُّ، وَهُوَ الَّذِي يُسَمُّونَهُ الۡفَقِيرَ وَالشَّيۡخَ.

Sedangkan al-ilah, maknanya menurut mereka adalah wali yang padanya ada as-sirr, yaitu yang mereka namakan dengan al-faqir dan asy-syaikh.

وَتُسَمِّيهِ الۡعَامَّةُ: السَّيِّدَ وَأَشۡبَاهَ هَٰذَا.

Kebanyakan orang menamakannya as-sayyid dan yang semisal ini.

وَذٰلِكَ أَنَّهُمۡ يَظُنُّونَ أَنَّ اللهَ جَعَلَ لِخَوَاصِ الۡخَلۡقِ عِنۡدَهُ مَنۡزِلَةً يَرۡضَى أَنۡ يَلۡتَجِئَ الۡإِنۡسَانُ إِلَيۡهِمۡ، وَيَرۡجُوَهُمۡ وَيَسۡتَغِيثَ بِهِمۡ، وَيَجۡعَلَهُمۡ وَاسِطَةً بَيۡنَهُ وَبَيۡنَ اللهِ.

Hal itu karena mereka menyangka bahwa Allah telah menjadikan makhluk-makhluk pilihan itu memiliki kedudukan di sisi-Nya yang Dia ridai agar orang-orang mencari perlindungan kepada mereka, berharap kepada mereka, beristigasah dengan mereka, dan menjadikan mereka sebagai perantara antara dia dengan Allah.

فَالَّذِي يَزۡعَمُ أَهۡلُ الشِّرۡكِ فِي زَمَانِنَا أَنَّهُمۡ وَسَائِطُهُمۡ هُمُ الَّذِينَ يُسَمِّيهِمُ الۡأَوَّلُونَ الۡآلِهَةَ، وَالوَاسِطَةُ هُوَ الۡإِلَهُ. فَقَوۡلُ الرَّجُلِ: (لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ) إِبۡطَالٌ لِلۡوَسَائِطِ.

Yang disangkakan oleh orang-orang musyrik di zaman kita bahwa mereka adalah perantara-perantara, itu adalah yang dinamakan oleh orang-orang dahulu sebagai ilah-ilah. Jadi perantara itu adalah ilah. Makanya, ucapan seseorang, “Laa ilaaha illallaah,” merupakan pernyataan yang menunjukkan batilnya perantara-perantara itu.

وَإِذَا أَرَدۡتَ أَنۡ تَعۡرِفَ هَٰذَا مَعۡرِفَةً تَامَّةً فَذٰلِكَ بِأَمۡرَيۡنِ:

Apabila engkau ingin untuk mengetahui hal ini dengan pengetahuan yang sempurna, maka bisa dicapai dengan dua perkara:

الۡأَوَّلُ: أَنۡ تَعۡرِفَ أَنَّ الۡكُفَّارَ الَّذِينَ قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَقَتَلَهُمۡ وَأَبَاحَ أَمۡوَالَهُمۡ وَاسۡتَحَلَّ نِسَاءَهُمۡ كَانُوا مُقِرِّينَ لِلهِ سُبۡحَانَهُ بِتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهُوَ أَنَّهُ لَا يَخۡلُقُ وَلَا يَرۡزُقُ وَلَا يُحۡيِي وَلَا يُمِيتُ وَلَا يُدَبِّرُ الۡأُمُورَ إِلَّا اللهُ وَحۡدَهُ،

Pertama: Engkau seharusnya mengetahui bahwa orang-orang kafir yang Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—perangi, beliau bunuh, beliau halalkan harta-harta mereka, beliau halalkan wanita-wanita mereka; mereka itu dahulunya adalah orang-orang yang menetapkan tauhid rububiyyah untuk Allah—subhanahu wa ta’ala—. Yaitu bahwa tidak ada yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatur segala urusan, kecuali Allah semata.

كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَىَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَىِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُ ۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ﴾ [يونس: ٣١].

Sebagaimana Allah taala berfirman, “Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi? Siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup? Dan siapa yang mengatur segala urusan? Niscaya mereka akan menjawab: Allah. Lalu mengapa kalian tidak bertakwa?” (QS. Yunus: 31).

وَهَٰذِهِ مَسۡأَلَةٌ عَظِيمَةٌ جَلِيلَةٌ مُهِمَّةٌ، وَهِيَ أَنۡ تَعۡرِفَ أَنَّ الۡكُفَّارَ الَّذِينَ قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ شَاهِدُونَ بِهَٰذَا كُلِّهِ وَمُقِرُّونَ بِهِ، وَمَعَ هَٰذَا لَمۡ يُدۡخِلۡهُمۡ ذٰلِكَ فِي الۡإِسۡلَامِ، وَلَمۡ يُحَرِّمۡ دِمَاءَهُمۡ وَلَا أَمۡوَالَهُمۡ، وَكَانُوا أَيۡضًا يَتَصَدَّقُونَ وَيَحُجُّونَ وَيَعۡتَمِرُونَ وَيَتَعَبَّدُونَ وَيَتۡرُكُونَ أَشۡيَاءَ مِنَ الۡمُحَرَّمَاتِ خَوۡفًا مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Ini adalah masalah yang besar, agung, lagi penting. Yaitu engkau mengerti bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—itu mempersaksikan ini semua dan mengakuinya. Namun bersamaan dengan sikap mereka ini, tidak lantas memasukkan mereka ke dalam agama Islam dan tidak pula menyebabkan darah dan harta mereka terjaga. Padahal mereka dahulu juga bersedekah, haji, umrah, beribadah, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan karena takut dari Allah ‘azza wa jalla.

وَلَكِنَّ الۡأَمۡرَ الثَّانِي هُوَ الَّذِي كَفَّرَهُمۡ وَأَحَلَّ دِمَاءَهُمۡ وَأَمَوَالَهُمۡ، وَهُوَ أَنَّهُمۡ لَمۡ يَشۡهَدُوا لِلهِ بِتَوۡحِيدِ الۡأُلُوهِيَّةِ، وَتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ.

Akan tetapi perkara kedua yang menyebabkan Nabi mengafirkan mereka, menghalalkan darah dan harta mereka, yaitu bahwa mereka tidak mempersaksikan tauhid uluhiyyah untuk Allah.

وَهُوَ أَلَّا يُدۡعَى وَلَا يُرۡجَى إِلَّا اللهُ وَحۡدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ.

Tauhid uluhiyyah adalah dengan tidak berdoa dan berharap kecuali kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

وَلَا يُسۡتَغَاثَ بِغَيۡرِهِ وَلَا يُذۡبَحَ لِغَيۡرِهِ، وَلَا يُنۡذَرَ لِغَيۡرِهِ، لَا لِمَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا نَبِيٍّ مُرۡسَلٍ، فَمَنِ اسۡتَغَاثَ بِغَيۡرِهِ فَقَدۡ كَفَرَ، وَمَنۡ ذَبَحَ لِغَيۡرِهِ فَقَدۡ كَفَرَ، وَمَنۡ نَذَرَ لِغَيۡرِهِ فَقَدۡ كَفَرَ، وَأَشۡبَاهُ ذٰلِكَ.

Juga tidak boleh beristigasah kepada selain Allah. Tidak boleh menyembelih untuk selain-Nya. Tidak boleh bernazar untuk selain-Nya. Baik itu untuk malaikat yang didekatkan atau untuk nabi yang diutus. Jadi, siapa saja yang beristigasah kepada selain Allah, maka dia telah kafir. Siapa saja yang menyembelih untuk selain Allah, maka dia telah kafir. Siapa saja yang bernazar untuk selain Allah, maka dia telah kafir. Dan lain sebagainya.

وَتَمَامُ هَٰذَا: أَنۡ تَعۡرِفَ أَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ الَّذِينَ قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ، كَانُوا يَدۡعُونَ الصَّالِحِينَ مِثۡلَ الۡمَلَائِكَةِ وَعِيسَى وَأُمِّهُ وَعُزَيۡرَ، وَغَيۡرَهُمۡ مِنَ الۡأَوۡلِيَاءِ، فَكَفَرُوا بِهَٰذَا مَعَ إِقۡرَارِهِمۡ بِأَنَّ اللهَ سُبۡحَانَهُ هُوَ الۡخَالِقُ الرَّازِقُ الۡمُدَبِّرُ.

Kesimpulannya, engkau harus mengetahui bahwa orang-orang musyrik yang dahulu diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, dahulunya mereka berdoa kepada makhluk-makhluk Allah yang saleh, seperti kepada malaikat, ‘Isa, ibunya, ‘Uzair, dan wali-wali selain mereka. Mereka kafir dengan sebab ini, padahal mereka mengakui bahwa Allah—subhanahu wa ta’ala—adalah yang menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta.

وَإِذَا عَرَفۡتَ هَٰذَا عَرَفۡتَ مَعۡنَى (لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ) وَعَرَفۡتَ أَنَّ مَنۡ نَخَّى نَبِيًّا أَوۡ مَلَكًا أَوۡ نَدَبَهُ أَوِ اسۡتَغَاثَ بِهِ فَقَدۡ خَرَجَ مِنَ الۡإِسۡلَامِ، وَهَٰذَا هُوَ الۡكُفۡرُ الَّذِي قَاتَلَهُمۡ عَلَيۡهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ.

Apabila engkau sudah mengerti ini, maka engkau mengerti makna “laa ilaaha illallaah” dan engkau pun mengerti bahwa siapa saja yang berdoa meminta perlindungan kepada nabi atau malaikat, mengeluhkan kebutuhan kepadanya, atau beristigasah kepadanya, maka dia telah keluar dari Islam. Kekufuran inilah yang diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—.

فَإِنۡ قَالَ قَائلٌ مِنَ الۡمُشۡرِكِينَ: نَحۡنُ نَعۡرِفُ أَنَّ اللهَ هُوَ الۡخَالِقُ الرَّازِقُ الۡمُدَبِّرُ، لَكِنَّ هَٰؤُلَاءِ الصَّالِحُونَ مُقَرَّبُونَ، وَنَحۡنُ نَدۡعُوهُمۡ وَنَنۡذُرُ لَهُمۡ وَنَدۡخُلُ عَلَيۡهِمۡ وَنَسۡتَغِيثُ بِهِمۡ، وَنُرِيدُ بِذٰلِكَ الوَجَاهَةَ وَالشَّفَاعَةَ، وَإِلَّا فَنَحۡنُ نَفۡهَمُ أَنَّ اللهَ هُوَ الۡخَالِقُ الرَّازِقُ الۡمُدَبِّرُ، فَقُلۡ: كَلَامُكَ هَٰذَا مَذۡهَبُ أَبِي جَهۡلٍ وَأَمۡثَالِهِ.

Jika ada salah seorang musyrik berkata, “Kami mengetahui bahwa Allah adalah Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pengatur segala urusan. Akan tetapi mereka ini adalah orang-orang saleh yang didekatkan, maka kami berdoa kepada mereka, bernazar untuk mereka, mengunjungi mereka, sembari beristigasah kepada mereka. Kami menginginkan kedudukan dan syafaat mereka dengan itu. Kami sebenarnya paham bahwa Allah-lah yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur segala urusan.”

Maka katakanlah, “Ucapanmu ini adalah mazhab Abu Jahl dan yang semisal dengannya.”

فَإِنَّهُمۡ يَدۡعُونَ عِيسَى وَعُزَيرًا وَالۡمَلَائكَةَ وَالۡأَوۡلِيَاءَ، يُرِيدُونَ ذٰلِكَ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ﴾ [الزمر: ٣]، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَـٰٓؤُلَآءِ شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ﴾ [يونس: ١٨].

Karena orang-orang musyrik itu berdoa kepada ‘Isa, ‘Uzair, malaikat, dan para wali, juga bertujuan sama seperti itu, sebagaimana Allah taala berfirman, “Orang-orang yang menjadikan pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3).

Allah taala berfirman, “Mereka beribadah kepada selain Allah, sesembahan yang tidak bisa mendatangkan madarat  dan manfaat kepada mereka. Mereka mengatakan bahwa sesembahan ini adalah pemberi syafaat untuk kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18).

فَإِذَا تَأَمَّلۡتَ هَٰذَا تَأَمُّلًا جَيِّدًا، وَعَرَفۡتَ أَنَّ الۡكُفَّارَ يَشۡهَدُونَ لِلهِ بِتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهُوَ تَفَرُّدُ بِالۡخَلۡقِ وَالرِّزۡقِ وَالتَّدۡبِيرِ، وَهُمۡ يُنَخُّونَ عِيسَى وَالۡمَلَائكَةَ وَالۡأَوۡلِيَاءَ يَقۡصُدُونَ أَنَّهُمۡ يُقَرِّبُونَهُمۡ إِلَى اللهِ زُلۡفَى، وَيَشۡفَعُونَ لَهُمۡ عِنۡدَهُ،

Apabila engkau merenungkan ini dengan baik, engkau pun mengetahui bahwa orang-orang kafir itu mempersaksikan tauhid rububiyyah untuk Allah, yaitu pengesaan Allah dalam hal penciptaan, pemberian rezeki, dan pengaturan segala urusan, namun mereka berdoa meminta perlindungan kepada ‘Isa, malaikat, dan para wali dengan tujuan mereka dapat mendekatkan kepada Allah sedekat-dekatnya dan memberi syafaat di sisi Allah,

وَعَرَفۡتَ أَنَّ مِنَ الۡكُفَّارِ -خُصُوصًا النَّصَارَى مِنۡهُمۡ- مَنۡ يَعۡبُدُ اللهَ اللَّيۡلَ وَالنَّهَارَ، وَيَزۡهَدُ فِي الدُّنۡيَا وَيَتَصَدَّقُ بِمَا دَخَلَ عَلَيۡهِ مِنۡهَا، مُعۡتَزِلًا فِي صَوۡمَعَةٍ عَنِ النَّاسِ.

Engkau juga mengetahui bahwa di antara orang-orang kafir itu, khususnya orang-orang Nasrani, ada yang beribadah kepada Allah siang malam, zuhud terhadap dunia, bersedekah dengan sebagian dunia yang dia peroleh, dengan mengasingkan diri dari orang-orang di dalam biara.

وَهُوَ مَعَ هَٰذَا كَافِرٌ عَدُوٌّ لِلهِ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ بِسَبَبِ اعۡتِقَادِهِ فِي عِيسَى أَوۡ غَيۡرِهِ مِنَ الۡأَوۡلِيَاءِ، يَدۡعُوهُ أَوۡ يَذۡبَحُ لَهُ أَوۡ يَنۡذُرُ لَهُ، تَبَيَّنَ لَكَ كَيۡفَ صِفَةُ الۡإِسۡلَامِ الَّذِي دَعَا إِلَيۡهِ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَتَبَيَّنَ لَكَ أَنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنۡهُ بِمَعۡزِلٍ، وَتَبَيَّنَ لَكَ مَعۡنَى قَوۡلِهِ ﷺ: (بَدَأ الۡإِسۡلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ).

Bersamaan dengan ini, dia adalah orang yang kafir, musuh Allah, kelak akan dikekalkan di dalam neraka, dengan sebab keyakinan dia tentang ‘Isa atau wali-wali selain beliau. Dia berdoa kepada beliau, menyembelih untuk beliau, dan bernazar untuk beliau. Jelaslah bagimu, bagaimana gambaran Islam yang didakwahkan oleh Nabimu Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Jelaslah bagimu, bahwa banyak orang jauh dari Islam yang beliau dakwahkan. Jelas pula bagimu, makna sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, “Islam ini mulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti awal mulanya.”

فَاللهَ اللهَ يَا إِخۡوَانِي، تَمَسَّكُوا بِأَصۡلِ دِينِكُمۡ، وَأَوَّلِهِ وَآخِرِهِ، وَأُسُّهُ وَرَأۡسُهُ شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاعۡرِفُوا مَعۡنَاهَا، وَأَحِبُّوهَا وَأَحِبُّوا أَهۡلَهَا، وَاجَعَلُوهُمۡ إِخَوَانَكُمۡ وَلَوۡ كَانُوا بَعِيدِينَ، وَاكۡفُرُوا بِالطَّوَاغِيتِ، وَعَادُوهُمۡ وَأَبۡغِضُوهُمۡ، وَأَبۡغِضُوا مَنۡ أَحَبَّهُمۡ أَوۡ جَادَلَ عَنۡهُمۡ، أوۡ لَمۡ يُكَفِّرۡهُمۡ، أَوۡ قَالَ: مَا عَلَيَّ مِنۡهُمۡ، أَوۡ قَالَ: مَا كَلَّفَنِيَّ اللهُ بِهِمۡ، فَقَدۡ كَذَبَ هَٰذَا عَلَى اللهِ وَافۡتَرَى، فَقَدۡ كَلَّفَهُ اللهُ بِهِمۡ، وَافۡتَرَضَ عَلَيۡهِ الۡكُفۡرَ بِهِمۡ وَالۡبَرَاءَةَ مِنۡهُمۡ، وَلَوۡ كَانُوا إِخۡوَانَهُمۡ وَأَوۡلَادَهُمۡ.

Bertakwalah kepada Allah wahai saudara-saudaraku! Bertakwalah kepada Allah! Berpegang teguhlah dengan pokok agama kalian! Dari awal sampai akhirnya. Asas dan pokok agama ini adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Ketahuilah maknanya! Cintailah kalimat tersebut dan cintailah pengusungnya! Jadikan mereka saudara-saudara kalian meskipun mereka itu jauh!

Kufurilah tagut-tagut! Musuhi dan bencilah mereka! Bencilah siapa saja yang mencintai tagut-tagut itu, yang membela mereka, dan yang tidak mengingkari mereka, atau dia berkata, “Tidak ada kewajibanku terhadap mereka”, atau dia berkata, “Allah tidak membebaniku untuk menyikapi mereka”.

Sesungguhnya yang berkata demikian ini telah berdusta dan mengada-ada atas nama Allah. Sesungguhnya Allah taala telah membebaninya syariat untuk menyikapi mereka dan mewajibkannya untuk mengingkari dan berlepas diri terhadap mereka walaupun mereka adalah saudara-saudara dan anak-anaknya.

فَاللهَ اللهَ يَا إِخۡوَانِي، تَمَسَّكُوا بِذٰلِكَ لَعَلَّكُمۡ تَلۡقَونَ رَبَّكُمۡ وَأَنۡتُمۡ لَاتُشۡرِكُونَ بِهِ شَيۡئًا، اللّٰهُمَّ تَوَفَّنَا مُسۡلِمِينَ وَأَلۡحِقۡنَا بِالصَّالِحِينَ.

Wahai saudara-saudaraku, bertakwalah kepada Allah! Bertakwalah kepada Allah! Berpegang teguhlah dengan pokok agama ini agar kalian menjumpai Tuhan kalian dalam keadaan kalian tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya. Ya Allah, wafatkan kami sebagai muslimin dan gabungkan kami bersama orang-orang yang saleh!

وَلِنَخۡتِمۡ الۡكَلَامَ بِآيَةٍ ذَكَرَهَا اللهُ فِي كِتَابِهِ تُبَيِّنَ لَكَ أَنَّ كُفۡرَ الۡمُشۡرِكِينَ مِنۡ أَهلِ زَمَانِنَا أَعۡظَمُ مِن كُفۡرِ الَّذِينَ قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ.

Kita akan tutup pembicaraan ini dengan ayat yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya untuk menjelaskan kepadamu bahwa kekufuran orang-orang musyrik di zaman kita ini lebih parah daripada kekufuran orang-orang yang dahulu diperangi oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فِى ٱلۡبَحۡرِ ضَلَّ مَن تَدۡعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُ ۖ فَلَمَّا نَجَّىٰكُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ أَعۡرَضۡتُمۡ ۚ وَكَانَ ٱلۡإِنسَـٰنُ كَفُورًا﴾ [الإسراء: ٦٧]، فَقَدۡ ذَكَرَ اللهُ عَنِ الۡكُفَّارِ أَنَّهُمۡ إِذَا مَسَّهُمُ الضَّرُّ تَرَكُوا السَّادَةَ وَالۡمَشَايِخَ فَلَمۡ يَدۡعُوا أَحَدًا مِنۡهُمۡ، وَلَمۡ يَسۡتَغِيثُوا بِهِ، بَلۡ يُخۡلِصُونَ لِلهِ وَحۡدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَيَسۡتَغِيثُونَ بِهِ وَحۡدَهُ، فَإِذَا جَاءَ الرَّخَاءُ أَشۡرَكُوا.

Allah taala berfirman, “Apabila bahaya di lautan menimpa kalian, maka hilanglah semua yang kalian seru kecuali hanya Allah. Namun ketika Dia telah menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Manusia itu selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al-Isra`: 67).

Allah telah menyebutkan tentang orang-orang kafir bahwasanya mereka apabila ditimpa mara bahaya, mereka meninggalkan para tokoh dan syekh itu. Orang-orang kafir itu tidak berdoa kepada salah seorang pun dari mereka dan tidak beristigasah kepada mereka. Bahkan orang-orang kafir itu memurnikan doa kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, beristigasah hanya kepada-Nya. Namun ketika kelapangan sudah datang, mereka berbuat kesyirikan.

وَأَنۡتَ تَرَى الۡمُشۡرِكِينَ مِنۡ أَهۡلِ زَمَانِنَا، وَلَعَلَّ بَعۡضَهُمۡ يَدَّعِي أَنَّهُ مِنۡ أَهۡلِ الۡعِلۡمِ وَفِيهِ زُهۡدٌ وَاجۡتِهَادٌ وَعِبَادَةٌ، إِذَا مَسَّهُ الضَّرُّ قَامَ يَسۡتَغِيثُ بِغَيۡرِ اللهِ مِثۡلِ: مَعۡرُوفٍ أَوۡ عَبۡدِ الۡقَادِرِ الۡجَيۡلَانِي، وَأَجَلِّ مِنۡ هَٰؤُلَاءِ مِثۡلِ زَيۡدِ بۡنِ الۡخَطَّابِ وَالزُّبَيۡرِ، وَأَجَلِّ مِنۡ هَٰؤُلَاءِ مِثۡلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَاللهُ الۡمُسۡتَعَانُ، وَأَعۡظَمُ مِنۡ ذٰلِكَ وَأَطَمُّ أَنَّهُمۡ يَسۡتَغِيثُونَ بِالطَّوَاغِيتِ وَالۡكَفَرَةِ وَالۡمَرَدَةِ مِثۡلِ شَمۡسَانِ وَإِدۡرِيسَ وَيُقَالُ لَهُ: الۡأَشۡقَرُ، وَيُوسُفَ وَأَمۡثَالِهِمۡ، وَاللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى أَعۡلَمُ.

Engkau lihat orang-orang musyrik di zaman kita ini, yang bisa jadi sebagian mereka mengaku bahwa dia termasuk ulama karena pada dirinya ada sifat zuhud, kesungguhan, dan semangat beribadah. Apabila bahaya menimpanya, dia bangkit beristigasah kepada selain Allah. Seperti kepada Ma’ruf atau ‘Abdul Qadir Al-Jailani. Atau kepada orang yang lebih mulia daripada mereka seperti Zaid bin Al-Khaththab dan Az-Zubair. Atau kepada orang yang lebih mulia daripada mereka, seperti Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Hanya kepada Allah kita meminta pertolongan.

Yang lebih parah dan berat daripada itu adalah mereka beristigasah kepada tagut-tagut, orang-orang yang kufur, orang-orang yang durhaka, semisal Syamsan, Idris, yang dipanggil dengan Al-Asyqar, Yusuf, dan yang semisal mereka. Wallahualam.

وَالۡحَمۡدُ لِلهِ أَوَّلًا وَآخِرًا، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحۡبِهِ أَجۡمَعِينَ… آمِين.

Segala puji bagi Allah di awal dan di akhir. Semoga selawat dan salam selalu Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga beliau, dan sahabat beliau seluruhnya. Amin.

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *