Syarah Ba’dh Fawa`id Surah Al-Fatihah

ismail  

Syekh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab–rahimahullah–dalam Ba’dh Fawa`id Surah Al-Fatihah berkata:

﴿بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ ۝١ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ ۝٢ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ ۝٣ مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾. هَٰذِهِ الۡآيَاتُ الثَّلَاثُ تَضَمَّنَتۡ ثَلَاثَ مَسَائِلَ:

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penguasa hari pembalasan.”[1]

Tiga ayat ini mengandung tiga permasalahan:[2]

الۡآيَةُ الۡأُولَى: فِيهَا الۡمَحَبَّةُ؛ لِأَنَّ اللهَ مُنۡعِمٌ، وَالۡمُنۡعِمُ يُحَبُّ عَلَى قَدۡرِ إِنۡعَامِهِ.

وَالۡمَحَبَّةُ تَنۡقَسِمُ إِلَى أَرۡبَعَةِ أَنۡوَاعٍ:

Ayat pertama mengandung mahabah (rasa cinta), karena Allah adalah Pemberi kenikmatan. Pemberi kenikmatan dicintai sesuai kadar pemberian nikmatnya.[3]

Mahabah terbagi menjadi empat macam:

مَحَبَّةٌ شِرۡكِيَّةٌ: وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ الله فِيهِمۡ: ﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ﴾ إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿وَمَا هُم بِخَـٰرِجِينَ مِنَ ٱلنَّارِ﴾ [البقرة: ١٦٥ – ١٦٧].

Mahabah syirik. Mereka adalah orang-orang yang disebut oleh Allah, “Di antara manusia ada yang menjadikan yang selain Allah sebagai tandingan. Mereka mencintainya seperti mencintai Allah…” hingga firman-Nya, “dan mereka tidak bisa keluar dari neraka.” (QS. Al-Baqarah: 165-167).[4]

الۡمَحَبَّةُ الثَّانِيَةُ: حُبُّ الۡبَاطِلِ وَأَهۡلِهِ، وَبُغۡضُ الۡحَقِّ وَأَهۡلِهِ، وَهَٰذِهِ صِفَةُ الۡمُنَافِقِينَ.

Jenis mahabah kedua adalah mencintai kebatilan dan pelakunya; serta membenci kebenaran dan pelakunya. Ini adalah sifat orang-orang munafik.[5]

الۡمَحَبَّةُ الثَّالِثَةُ: طَبِيعِيَّةٌ، وَهِيَ مَحَبَّةُ الۡمَالِ وَالۡوَلَدِ، إِذَا لَمۡ تُشۡغِلۡ عَنۡ طَاعَةِ اللهِ، وَلَمۡ تُعِنۡ عَلَى مَحَارِمِ اللهِ فَهِيَ مُبَاحَةٌ.

Mahabah ketiga adalah yang bersifat tabiat seperti mencintai harta dan anak. Jika tidak sampai menyibukkan diri dari ketaatan kepada Allah dan tidak membantu kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah, maka ini mahabah yang dibolehkan.[6]

وَالۡمَحَبَّةُ الرَّابِعَةُ: حُبُّ أَهۡلِ التَّوۡحِيدِ، وَبُغۡضُ أَهۡلِ الشِّرۡكِ، وَهِيَ أَوۡثَقُ عُرَى الۡإِيمَانِ، وَأَعۡظَمُ مَا يَعۡبُدُ بِهِ الۡعَبۡدُ رَبَّهُ.

Mahabah keempat adalah mencintai orang-orang yang bertauhid dan membenci pelaku kesyirikan. Ini adalah tali keimanan yang paling kuat dan bentuk ibadah teragung dari hamba kepada Tuhannya.[7]

الۡآيَةُ الثَّانِيَةُ: فِيهَا الرَّجَاءُ.

Ayat kedua mengandung rasa harap.[8]

وَالۡآيَةُ الثَّالِثَةُ: فِيهَا الۡخَوۡفُ.

Ayat ketiga mengandung rasa takut.[9]

﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾ أَيۡ: أَعۡبُدُكَ يَا رَبِّ بِمَا مَضَى، بِهَٰذِهِ الثَّلَاثِ: بِمَحَبَّتِكَ، وَرَجَائِكَ، وَخَوۡفِكَ.

“Hanya kepada-Mu, kami beribadah.” Artinya: Aku beribadah kepada-Mu, wahai Tuhanku, dengan tiga perkara yang telah lewat. Yaitu dengan perasaan mencintai-Mu, berharap kepada-Mu, dan takut dari-Mu.[10]

فَهَٰذِهِ الثَّلَاثُ أَرۡكَانُ الۡعِبَادَةِ، وَصَرَفَهَا لِغَيۡرِ اللهِ شِرۡكٌ.

Tiga perasaan ini adalah rukun-rukun ibadah. Memalingkannya kepada selain Allah merupakan kesyirikan.[11]

وَفِي هَٰذِهِ الثَّلَاثِ الرَّدُّ عَلَى مَنۡ تَعَلَّقَ بِوَاحِدَةٍ مِنۡهُنَّ كَمَنۡ تَعَلَّقَ بِالۡمَحَبَّةِ وَحۡدَهَا.

أَوۡ تَعَلَّقَ بِالرَّجَاءِ وَحۡدَهُ أَوۡ تَعَلَّقَ بِالۡخَوۡفِ وَحۡدَهُ، فَمَنۡ صَرَفَ مِنۡهَا شَيۡئًا لِغَيۡرِ اللهِ فَهُوَ مُشۡرِكٌ.

Dalam tiga ayat ini ada bantahan terhadap orang yang menautkan hatinya dengan hanya salah satu dari tiga perasaan itu. Seperti orang yang memunculkan perasaan mahabah saja[12], atau harap saja[13], atau takut semata[14]. Jadi siapa saja yang memalingkan satu saja darinya kepada selain Allah, maka dia musyrik.

وَفِيهَا مِنَ الۡفَوَائِدِ: الرَّدُّ عَلَى الطَّوَائِفِ الثَّلَاثِ الَّتِي كُلُّ طَائِفَةٍ تَتَعَلَّقُ بِوَاحِدَةٍ مِنۡهَا. كَمَنۡ عَبَدَ اللهَ تَعَالَى بِالۡمَحَبَّةِ وَحۡدَهَا.

وَكَذٰلِكَ مَنۡ عَبَدَ اللهَ بِالرَّجَاءِ وَحۡدَهُ كَالۡمُرۡجِئَةِ، وَكَذٰلِكَ مَنۡ عَبَدَ اللهَ بِالۡخَوۡفِ وَحۡدَهُ كَالۡخَوَارِجِ.

Dalam ayat ini ada faedah bantahan terhadap tiga kelompok yang tiap kelompok hanya memunculkan salah satu dari tiga perasaan itu dalam hatinya. Seperti orang yang beribadah kepada Allah taala dengan perasaan mahabah saja. Begitu pula yang beribadah kepada Allah dengan rasa harap belaka seperti kelompok Murji`ah.[15] Demikian pula yang beribadah kepada Allah dengan perasaan takut semata seperti kelompok Khawarij.[16]

﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ فِيهَا تَوۡحِيدُ الۡأُلُوهِيَّةِ وَتَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾ فِيهَا تَوۡحِيدُ الۡأُلُوهِيَّةِ، ﴿وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ فِيهَا تَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ.

“Hanya kepada-Mu, kami beribadah dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan.” Ayat ini mengandung tauhid uluhiyyah (pengesaan Allah dalam ibadah) dan tauhid rububiyyah (pengesaan Allah sebagai pencipta, pemilik, dan pengatur alam semesta).

“Hanya kepada-Mu, kami beribadah.” Ayat ini mengandung tauhid uluhiyyah.

“Dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan.” Ayat ini mengandung tauhid rububiyyah.[17]

﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ﴾ فِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡمُبۡتَدِعِينَ.

 “Berilah kepada kami petunjuk ke jalan yang lurus.” Ayat ini mengandung bantahan terhadap para pelaku kebidahan.[18]

وَأَمَّا الۡآيَتَانِ الۡأَخِيرَتَانِ فَفِيهِمَا مِنَ الۡفَوَائِدِ ذِكۡرُ أَحۡوَالِ النَّاسِ.

قَسَمَهُمُ اللهُ تَعَالَى ثَلَاثَةَ أَصۡنَافٍ: مُنۡعَمٌ عَلَيۡهِ، وَمَغۡضُوبٌ عَلَيۡهِ، وَضَالٌّ.

Dua ayat terakhir mengandung faedah penyebutan perihal manusia. Allah taala membagi mereka menjadi tiga golongan. Yaitu: yang diberi nikmat, yang dimurkai, dan yang sesat.[19]

فَالۡمَغۡضُوبُ عَلَيۡهِمۡ: أَهۡلُ عِلۡمٍ لَيۡسَ مَعَهُمۡ عَمَلٌ.

وَالضَّالُّونَ: أَهۡلُ عِبَادَةٍ لَيۡسَ مَعَهَا عِلۡمٌ.

وَإِذَا كَانَ سَبَبُ النُّزُولِ فِي الۡيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَهِيَ لِكُلِّ مَنِ اتَّصَفَ بِذٰلِكَ.

الثَّالِثُ: مَنِ اتَّصَفَ بِالۡعِلۡمِ وَالۡعَمَلِ وَهُمُ الۡمُنۡعَمُ عَلَيۡهِمۡ.

Yang dimurkai adalah orang yang berilmu namun tidak beramal.[20] Yang sesat adalah ahli ibadah yang tidak berilmu.[21] Walaupun sebab turunnya ayat ini kepada orang Yahudi dan Nasrani, namun berlaku pula kepada siapa saja yang memiliki sifat seperti itu.[22] Golongan ketiga adalah orang yang menyandang sifat berilmu dan beramal. Merekalah yang mendapat kenikmatan.[23]

وَفِيهَا مِنَ الۡفَوَائِدِ: التَّبَرُّؤُ مِنَ الۡحَوۡلِ وَالۡقُوَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُنۡعَمٌ عَلَيۡهِ.

وَكَذٰلِكَ فِيهَا مَعۡرِفَةُ اللهِ عَلَى التَّمَامِ وَنَفۡيُ النَّقَائِصِ عَنۡهُ – تَبَارَكَ وَتَعَالَى -.

Ayat ini mengandung beberapa faedah. Yaitu, kenikmatan yang ada pada seorang hamba bukanlah karena daya dan upayanya. Sebenarnya dia hanyalah diberi kenikmatan.[24]

Begitu pula ayat ini memiliki faedah mengenali Allah dengan sifat-Nya yang sempurna dan meniadakan sifat kekurangan dari-Nya—tabaraka wa ta’ala.[25]

وَفِيهَا مَعۡرِفَةُ الۡإِنۡسَانِ رَبَّهُ، وَمَعۡرِفَةُ نَفۡسِهِ.

فَإِنَّهُ إِذَا كَانَ رَبٌّ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَرۡبُوبٍ، وَإِذَا كَانَ هُنَا رَاحِمٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَرۡحُومٍ،

Ayat ini mengandung faedah pengenalan seseorang kepada Tuhannya dan pengenalan dirinya.[26] Karena apabila di sana ada Rabb (pencipta, pemilik, pengatur), maka pasti ada marbub (yang diciptakan, yang dimiliki, yang diatur).[27] Jika di sana ada Yang Maha Penyayang, maka pasti ada yang disayang.[28]

وَإِذَا كَانَ هُنَا مَالِكٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَمۡلُوكٍ، وَإِذَا كَانَ هُنَا عَبۡدٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَعۡبُودٍ، وَإِذَا كَانَ هُنَا هَادٍ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَهۡدِيٍّ،

Jika di sana ada penguasa, maka pasti ada yang dikuasai.[29] Jika di sana ada hamba, maka pasti ada yang disembah.[30] Jika di sana ada Yang memberi petunjuk, maka pasti ada yang ditunjuki.[31]

وَإِذَا كَانَ هُنَا مُنۡعِمٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مُنۡعَمٍ عَلَيۡهِ، وَإِذَا كَانَ هُنَا مَغۡضُوبٌ عَلَيۡهِ فَلَا بُدَّ مِنۡ غَاضِبٍ، وَإِذَا كَانَ هُنَا ضَالٌّ فَلَا بُدَّ مِنۡ مُضِلٍّ.

Jika di sana ada Yang memberi kenikmatan, maka pasti ada yang diberi kenikmatan.[32] Jika di sana ada yang dimurkai, maka pasti ada Yang memurkai.[33] Jika di sana ada yang sesat, maka pasti ada Yang menjadikannya sesat.

فَهَٰذِهِ السُّورَةُ تَضَمَّنَتِ الۡأُلُوهِيَّةَ وَالرُّبُوبِيَّةَ، وَنَفۡيَ النَّقَائِصِ عَنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَتَضَمَّنَتۡ مَعۡرِفَةَ الۡعِبَادَةِ وَأَرۡكَانِهَا. وَاللهُ أَعۡلَمُ.

Jadi surah ini mengandung tauhid uluhiyyah dan rububiyyah, serta peniadaan sifat kekurangan dari Allah.[34] Juga mengandung pengenalan kepada ibadah dan rukun-rukunnya.[35] Wallahualam.[36]


Syekh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan–hafizhahullah–dalam syarahnya berkata:

[1]

الۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصۡحَابِهِ أَجۡمَعِينَ.

Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Semoga Allah curahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya semua.

هَٰذِهِ الرِّسَالَةُ تَخۡتَصُّ بِبَيَانِ فَوَائِدِ سُورَةِ الۡفَاتِحَةِ، هَٰذِهِ السُّورَةُ الۡعَظِيمَةُ، سُمِّیَتۡ بِالۡفَاتِحَةِ؛ لِأَنَّهَا افۡتُتِحَ بِهَا الۡمُصۡحَفُ الشَّرِيفُ، فَهِيَ أَوَّلُ سُورَةٍ فِيهِ، وَتُسَمَّى بِالسَّبۡعِ الۡمَثَانِي؛ لِأَنَّهَا سَبۡعُ آيَاتٍ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَـٰكَ سَبۡعًا مِّنَ ٱلۡمَثَانِى وَٱلۡقُرۡءَانَ ٱلۡعَظِيمَ﴾ [الحجر: ٨٧] فَهِيَ السَّبۡعُ الۡمَثَانِي.

وَقِيلَ: سُمِّيَتۡ بِالۡمَثَانِي؛ لِأَنَّهَا تُكَرِّرُ قِرَاءَتُهَا فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ،

Risalah ini khusus menjelaskan beberapa faedah surah Al-Fatihah. Ini adalah surah yang amat agung. Surah ini dinamakan surah Al-Fatihah karena mengawali mushaf yang mulia. Jadi surah Al-Fatihah adalah surah pertama di dalam mushaf.

Surah ini dinamakan as-sab’ al-matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) karena terdiri dari tujuh ayat. Allah taala berfirman, “Sungguh Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Alquran yang mulia.” (QS. Al-Hijr: 87). Jadi surah Al-Fatihah adalah as-sab’ al-matsani.

Ada yang berkata: Surah ini dinamakan dengan al-matsani karena bacaannya diulang-ulang dalam setiap rakaat.

وَتُسَمَّى أُمَّ الۡقُرۡآنِ؛ لِأَنَّ أُمَّ الشَّيۡءِ: الۡأَصۡلُ الَّذِي يَرۡجِعُ إِلَيۡهِ الشَّيۡءُ، الۡقُرۡآنُ يَرۡجِعُ فِي مَعَانِيهِ إِلَى مَا تَضَمَّنَتۡهُ هَٰذِهِ السُّورَةُ،

Surah ini dinamakan ummul qur`an (induk Alquran) karena pengertian induknya sesuatu adalah pokok yang sesuatu itu kembali kepadanya. Alquran kembali dalam makna-maknanya kepada kandungan surah ini.

وَتُسَمَّى بِالصَّلَاةِ؛ لِقَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ فِي الۡحَدِيثِ الَّذِي يَرۡوِيهِ عَنۡ رَبِّهِ، أَنَّ اللهَ -جَلَّ وَعَلَا- يَقُولُ: (قَسَمۡتُ الصَّلَاةَ بَيۡنِي وَبَيۡنَ عَبۡدِي نِصۡفَیۡنِ) يَعۡنِي: الۡفَاتِحَةَ (فَإِذَا قَالَ: ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾، قَالَ اللهُ: حَمِدَنِي عَبۡدِي، فَإِذَا قَالَ: ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ﴾، قَالَ اللهُ: أَثۡنَى عَلَيَّ عَبۡدِي، وَإِذَا قَالَ: ﴿ مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾، قَالَ اللهُ: مَجَّدَنِي عَبۡدِي، فَإِذَا قَالَ: ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾، قَالَ: هَٰذَا بَيۡنِي وَبَيۡنَ عَبۡدِي نِصۡفَيۡنِ وَلِعَبۡدِي مَا سَأَلَ).

Surah Al-Fatihah ini juga dinamakan salat. Berdasarkan sabda Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—di dalam hadis yang beliau riwayatkan dari Tuhannya—jalla wa ‘ala—,

Allah berkata, “Aku membagi salat menjadi dua paruh antara Aku dengan hamba-Ku.” Yakni surah Al-Fatihah.

Apabila si hamba mengucapkan, “Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn (Segala pujian untuk Allah Tuhan alam semesta),” Allah berkata, “Hamba-Ku memuji-Ku.”

Jika si hamba mengucapkan, “Ar-raḥmānir-rahīm (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang),” Allah berkata, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”

Apabila si hamba mengucapkan, “Māliki yaumid-dīn (Yang menguasai hari pembalasan),” Allah berkata, “Hamba-Ku memuliakan-Ku.”

Apabila si hamba mengatakan, “Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn (Kami beribadah hanya kepada-Mu dan kami meminta pertolongan hanya kepada-Mu),” Allah berkata, “Inilah dua paruh antara Aku dengan hamba-Ku. Maka, untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”

(HR. Muslim nomor 395 dari hadis Abu Hurairah).

وَسُورَةُ الۡفَاتِحَةِ سَبۡعُ آيَاتٍ، ثَلَاثُ آیَاتٍ وَنِصۡفٌ مِنۡهَا لِلهِ، ثَنَاءٌ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَثَلَاثٌ وَنِصۡفٌ مِنۡهَا لِلۡعَبۡدِ، مِنۡ قَوۡلِهِ: ﴿وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ.

Surah Al-Fatihah ada tujuh ayat. Tiga setengah ayat darinya adalah untuk Allah, yaitu sanjungan kepada Allah. Lalu tiga setengah ayat berikutnya untuk hamba. Yaitu dari firman-Nya, “Hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan,” sampai akhir surah.

فَهَٰذَا مَعۡنَى قَوۡلِهِ -جَلَّ وَعَلَا-: (قَسَمۡتُ الصَّلَاةَ) يَعۡنِي سُورَةَ الۡفَاتِحَةِ (بَيۡنِي وَبَيۡنَ عَبۡدِي نِصۡفَيۡنِ).

Ini makna perkataan Allah—jalla wa ‘ala—, “Aku membagi salat,” yakni surah Al-Fatihah, “dua paruh antara Aku dengan hamba-Ku.”

وَتُسَمَّى بِالۡكَافِيَةِ، وَتُسَمَّى بِالرُّقۡيَةِ؛ لِأَنَّ النَّفَرَ مِنَ الصَّحَابَةِ الَّذِينَ نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنۡ أَحۡيَاءِ الۡعَرَبِ اسۡتَضَافُوهُمۡ فَلَمۡ يُضِيفُوهُمۡ، فَلُدِغَ كَبِيرُهُمۡ، فَجَاءُوا يَطۡلُبُونَ مِنَ الصَّحَابَةِ الرُّقۡيَةَ.

Dinamakan dengan al-kafiyah. Dinamakan pula dengan ruqyah. Karena pernah serombongan sahabat singgah di salah satu desa Arab. Mereka minta untuk diterima layaknya tamu, namun penduduk desa itu tidak mau menerima mereka. Lalu seorang pemuka penduduk desa itu tersengat. Penduduk desa itu datang untuk minta ruqyah dari para sahabat.

فَقَالَ أَحَدُ الصَّحَابَةِ: إِنَّنَا نَرۡقِي وَلَٰكِنۡ أَبَيۡتُمۡ أَنۡ تُضِيفُونَا، فَلَا نَرۡقِي إِلَّا بِجُعۡلٍ -يَعۡنِي: بِأُجۡرَةٍ- فَشَرَطُوا لَهُمۡ قَطِيعًا مِنَ الۡغَنَمِ، فَقَرَأَ عَلَيۡهِ سُورَةَ الۡفَاتِحَةِ، فَقَامَ کَأَنَّمَا بُعِثَ مِنۡ عِقَالٍ.

فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى النَّبِيِّ ﷺ أَخۡبَرُوهُ بِمَا حَصَلَ، فَقَالَ: (وَمَا أَدۡرَاكَ أَنَّهَا رُقۡيَةٌ)، فَتُسَمَّى بِالرُّقۡيَةِ.

Salah seorang sahabat berkata, “Sesungguhnya kami bisa meruqyah, akan tetapi kalian tidak mau menjamu kami. Jadi kami tidak mau meruqyah kecuali dengan imbalan.” Yakni upah.

Maka penduduk desa itu menjanjikan untuk mereka beberapa kambing. Sahabat tadi membacakan surah Al-Fatihah kepada pemimpin desa itu. Lalu pemimpin desa bangkit seakan-akan terlepas dari ikatan.

Ketika para sahabat datang kepada Nabi, mereka menceritakan peristiwa yang terjadi kepada beliau. Lalu Nabi bersabda, “Bagaimana engkau tahu kalau surah Al-Fatihah adalah ruqyah?” (HR. Al-Bukhari nomor 2276, 5007, 5736, 5749, dan Muslim nomor 2201 dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri). Jadi surah Al-Fatihah dinamakan ruqyah.

وَهِيَ سُورَةٌ عَظِيمَةٌ، يَدُلُّ عَلَى عَظَمَتِهَا أَنَّ اللهَ جَعَلَ قِرَاءَتَهَا رُكۡنًا مِنۡ أَرۡكَانِ الصَّلَاةِ، وَأَنَّهَا تُكَرَّرُ فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ، فَهَٰذَا يَدُلُّ عَلَى عَظَمَةِ هَٰذِهِ السُّورَةِ.

Surah Al-Fatihah adalah surah yang agung. Yang menunjukkan keagungannya adalah Allah menjadikan membacanya sebagai salah satu rukun salat. Juga surah Al-Fatihah diulang-ulang dalam setiap rakaat. Ini menunjukkan keagungan surah ini.

وَهِيَ تَتَضَمَّنُ مَعَانِيَ جَلِيلَةً، فَفِيهَا أَنۡوَاعُ التَّوۡحِيدِ الثَّلَاثَةُ فِي أَوَّلِهَا: ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ هَٰذَا فِيهِ تَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ ۝٣ مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ هَٰذَا فِيهِ تَوۡحِيدُ الۡأَسۡمَاءِ وَالصِّفَاتِ ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ هَٰذَا فِيهِ تَوۡحِيدُ الۡعُبُودِيَّةِ، فَتَضَمَّنَتۡ إِذَنۡ أَنۡوَاعَ التَّوۡحِيدِ الثَّلَاثَةَ.

Surah ini mengandung makna-makna yang mulia. Surah ini mengandung tiga jenis tauhid. Di awal surah, “Segala puji untuk Allah Tuhan alam semesta.” Ayat ini mengandung makna tauhid rububiyyah (mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan). “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Ayat ini mengandung makna tauhid al-asma` wash-shifat (mengesakan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya).

“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Ayat ini mengandung makna tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah dalam ibadah). Jadi surah ini mengandung ketiga jenis tauhid.

وَتَضَمَّنَتۡ نَوۡعَيِ الدُّعَاءِ؛ لِأَنَّ الدُّعَاءَ عَلَى قِسۡمَيۡنِ: دُعَاءُ عِبَادَةٍ، وَدُعَاءُ مَسۡأَلَةٍ.

دُعَاءُ الۡعِبَادَةِ: هُوَ الثَّنَاءُ عَلَى اللهِ -جَلَّ وَعَلَا- وَذِكۡرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

وَدُعَاءُ الۡمَسۡأَلَةِ: وَهُوَ طَلَبُ الۡحَوَائِجِ مِنَ اللهِ -جَلَّ وَعَلَا- فَهَٰذَا مَوۡجُودٌ فِيهَا

Surah ini juga mengandung dua macam doa. Karena doa terbagi menjadi dua: doa (dalam bentuk) ibadah dan doa (dalam bentuk) permintaan.

Doa dalam bentuk ibadah adalah sanjungan kepada Allah dan zikir kepada Allah.

Doa dalam bentuk permintaan adalah permintaan kebutuhan kepada Allah—jalla wa ‘ala.

Keduanya terdapat di dalam surah ini.

﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ۝٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ﴾ كُلُّهُ طَلَبٌ وَدُعَاءٌ، وَلِذٰلِكَ يُسۡتَحَبُّ بَعۡدَ الۡفَرَاغِ مِنۡ قِرَاءَتِهَا أَنۡ يَقُولَ: (آمِين) أَيۡ: اللّٰهُمَّ اسۡتَجِبۡ، وَالتَّأۡمِينُ إِنَّمَا يَكُونُ عَلَى دُعَاءٍ، وَسُورَةُ الۡفَاتِحَةِ دُعَاءٌ كُلُّهَا، دُعَاءُ عِبَادَةٍ وَدُعَاءُ مَسۡأَلَةٍ.

“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau telah beri nikmat kepada mereka.” Ini semua adalah permintaan dan doa. Karena itu, setelah selesai membacanya disunahkan membaca amin. Artinya: Ya Allah, kabulkanlah!

Bacaan amin hanya dilakukan pada doa dan seluruh surah Al-Fatihah adalah doa. Yaitu doa ibadah dan doa permintaan.

وَفِيهَا إِثۡبَاتُ الرِّسَالَاتِ، وَذٰلِكَ لِأَنَّ مُقۡتَضَى قَوۡلِهِ: ﴿رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ وَالرَّبُّ هُوَ الَّذِي يُصۡلِحُ عِبَادَهُ وَيُرَبِّيهِمۡ، وَمُقۡتَضَى تَرۡبِيَتِهِمۡ أَنۡ يُرۡسِلَ إِلَيۡهِمُ الرُّسُلَ لِهِدَايَتِهِمۡ وَتَرۡبِيَتِهِمۡ، وَهَٰذَا مِنۡ مُقۡتَضَى الرُّبُوبِيَّةِ، وَمِنۡ مُقۡتَضَى الۡهِدَايَةِ ﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ﴾ لَا يُمۡكِنُ الۡاِهۡتِدَاءُ إِلَى الصِّرَاطِ الۡمُسۡتَقِيمِ إِلَّا بِالرُّسُلِ -عَلَيۡهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ-، فَفِيهَا إِثۡبَاتُ الرِّسَالَاتِ.

Surah Al-Fatihah mengandung penetapan kerasulan. Alasannya karena konsekuensi firman Allah, “Rabb al-‘aalamiin”, Rabb adalah yang mengurus dan memelihara hamba-hamba-Nya. Konsekuensi pemeliharaan hamba adalah mengutus para rasul kepada mereka untuk menunjuki dan membimbing mereka. Inilah konsekuensi dari rububiyyah (pemeliharaan hamba).

Ini juga termasuk konsekuensi hidayah/petunjuk. “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” Tidak mungkin pemberian petunjuk ke jalan yang lurus kecuali melalui para rasul—‘alaihimush shalatu was salam—. Jadi dalam surah ini ada penetapan kerasulan.

وَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى جَمِيعِ الطَّوَائِفِ الۡمُنۡحَرِفَةِ، فَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡمَلَاحِدَةِ الَّذِينَ يُعَطِّلُونَ الۡكَوۡنَ مِنۡ خَالِقِهِ، فِيهَا الرَّدُّ عَلَيۡهِمۡ بِإِثۡبَاتِ أَنَّ هَٰذَا الۡكَوۡنَ لَهُ رَبٌّ خَلَقَهُ وَهُوَ ﴿رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾.

Di dalamnya juga ada bantahan terhadap seluruh kelompok yang menyimpang. Di dalamnya ada bantahan terhadap kelompok mulhid/ateis yang meniadakan Tuhan Pencipta alam semesta ini. Di dalamnya ada bantahan terhadap mereka dengan menetapkan bahwa alam semesta ini dimiliki oleh Rabb yang telah menciptakannya, yaitu “Rabb al-‘aalamiin”.

وَالرَّبُّ مَعۡنَاهُ: الۡخَالِقُ الۡمُرَبِّي لِجَمِيعِ الۡخَلۡقِ بِالنِّعَمِ، وَالۡمُصۡلِحُ وَالۡمَالِكُ، كُلُّ هَٰذِهِ تَدۡخُلُ فِي مَعَانِي الرَّبِّ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، فَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡمَلَاحِدَةِ الۡمُعَطِّلَةِ.

Rabb bermakna pencipta, pengatur seluruh makhluk dengan berbagai kenikmatan, pemelihara, dan penguasa. Semua ini masuk ke dalam makna rabb. Jadi di dalam surah ini ada bantahan untuk kelompok mulhid ateis.

وَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡمُشۡرِكِينَ الَّذِينَ يَعۡبُدُونَ غَيۡرَ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾ حَيۡثُ إِنَّ فِيهَا إِخۡلَاصَ الۡعِبَادَةِ لِلهِ، فَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡمُشۡرِكِينَ الَّذِينَ يَعۡبُدُونَ مَعَ اللهِ غَيۡرَهُ.

Di dalam surah ini ada bantahan terhadap orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah. “Hanya kepada-Mu kami beribadah.” Ayat ini mengandung pengikhlasan ibadah untuk Allah. Jadi di dalam surah ini ada bantahan terhadap orang-orang musyrik yang di samping menyembah Allah juga menyembah sembahan selain-Nya.

وَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى طَوَائِفِ هَٰذِهِ الۡأُمَّةِ الَّتِي اشۡتَطَّتۡ عَنۡ طَرِيقِ الۡحَقِّ، کَالۡجَهۡمِيَّةِ وَالۡمُعۡتَزِلَةِ وَالۡأَشَاعِرَةِ الَّذِينَ ضَلُّوا فِي بَابِ الۡقَضَاءِ وَالۡقَدَرِ، وَالرَّدُّ عَلَى نُفَاةِ الصِّفَاتِ، الۡمُعَطِّلَةِ الَّذِينَ عَطَّلُوا الۡأَسۡمَاءَ وَالصِّفَاتِ مِنۡ جَهۡمِيَّةٍ وَمُعۡتَزِلَةٍ وَأَشَاعِرَةٍ وَمَاتُرِيدِيَّةٍ وَغَيۡرِهِمۡ، كُلُّ مَنۡ نَفَي الصِّفَاتِ أَوۡ نَفَى شَيۡئًا مِنۡهَا، فَهَٰذِهِ السُّورَةُ تَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ.

Di dalam surah ini ada bantahan terhadap kelompok-kelompok umat ini yang menjauh dari jalan kebenaran, seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah yang sesat dalam masalah qada dan kadar/takdir. Juga ada bantahan terhadap penolak sifat. Yaitu kelompok Mu’aththilah yang menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah, yaitu dari kelompok Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah, dan selain mereka. Setiap kelompok yang menafikan sifat-sifat Allah atau menafikan sebagiannya, maka mereka dibantah oleh surah Al-Fatihah ini.

وَفِيهَا إِثۡبَاتُ الۡبَعۡثِ ﴿مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ وَيَوۡمُ الدِّينِ: هُوَ يَوۡمُ الۡحِسَابِ؛ لِأَنَّ الدِّينَ هُنَا مَعۡنَاهُ: الۡحِسَابُ، وَيَوۡمُ الدِّينِ هُوَ يَوۡمُ الۡقِيَامَةِ، سُمِّيَ يَوۡمَ الدِّينِ؛ لِأَنَّ اللهَ يُحَاسِبُ عِبَادَهُ وَيُجَازِيهِمۡ عَلَى أَعۡمَالِهِمۡ.

Di dalam surah ini ada penetapan kebangkitan. “Yang menguasai hari perhitungan.” Yaum ad-din adalah hari perhitungan karena ad-din di sini artinya perhitungan. Hari perhitungan adalah hari kiamat. Dinamakan dengan hari perhitungan karena Allah menghisab hamba-hamba-Nya dan membalas mereka sesuai amalan mereka.

وَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى الۡيَهُودِ وَهُمُ الۡمَغۡضُوبُ عَلَيۡهِمۡ، وَمَنۡ سَارَ عَلَى نَهۡجِهِمۡ مِنۡ كُلِّ عَالِمٍ لَا يَعۡمَلُ بِعِلۡمِهِ.

Di dalam surah ini ada bantahan terhadap Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang dimurkai. Juga bantahan terhadap siapa saja yang mengikuti jalan mereka, dari setiap orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya.

وَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى النَّصَارَى الَّذِينَ يَعۡبُدُونَ اللهَ عَلَى غَيۡرِ هُدًى.

Dalam surah ini ada bantahan terhadap Nasrani yang mereka itu menyembah Allah tidak di atas petunjuk.

فَفِيهَا الرَّدُّ عَلَى كُلِّ مُبۡتَدِعٍ يَعۡبُدُ اللهَ بِغَيۡرِ دَلِيلٍ مِنَ النَّصَارَى وَغَيۡرِهِمۡ؛ لِأَنَّ الضَّالَّ: هُوَ الَّذِي يَعۡبُدُ اللهَ عَلَى غَيۡرِ هُدًى.

Dalam surah ini ada bantahan terhadap setiap pengusung bidah dari Nasrani dan selain mereka yang dia melakukan peribadahan kepada Allah dengan tanpa dalil. Karena orang yang sesat adalah orang yang beribadah kepada Allah namun tidak sesuai dengan petunjuk.

فَالنَّصَارَى وَالۡمُبۡتَدِعَةُ وَالۡخُرَافِيُّونَ كُلُّهُمۡ يَدۡخُلُونَ تَحۡتَ الضَّالِّينَ؛ لِأَنَّهُمۡ يَعۡبُدُونَ اللهَ بِالۡبِدَعِ وَالۡمُحۡدَثَاتِ وَالۡخُرَافَاتِ الَّتِي مَا أَنۡزَلَ اللهُ بِهَا مِنۡ سُلۡطَانٍ.

Jadi Nasrani, pengusung bidah, dan orang-orang yang gemar akan khurafat, mereka ini semua termasuk golongan orang yang sesat karena mereka beribadah kepada Allah dengan bidah, sesuatu yang dibuat-buat, dan khurafat-khurafat yang Allah tidak menurunkan keterangan apapun tentangnya.

كَمَا أَنَّ فِيهَا الرَّدَّ عَلَى عُلَمَاءِ الضَّلَالِ الَّذِينَ يُحَرِّفُونَ الۡكَلِمَ عَنۡ مَوَاضِعِهِ، وَيَعۡمَلُونَ بِأَهۡوَائِهِمۡ، وَيُحَرِّفُونَ النُّصُوصَ وَيُؤَوِّلُونَهَا عَلَى غَيۡرِ مُرَادِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى لِتَتَوَافَقَ عَلَى أَهۡوَائِهِمۡ، وَفِي مُقَدِّمَةِ هَٰؤُلَاءِ الۡيَهُودُ وَكُلُّ مَنۡ سَارَ عَلَى نَهۡجِهِمۡ.

Begitu pula dalam surah ini ada bantahan terhadap ulama sesat yang mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, mereka beramal sesuai dengan hawa nafsu mereka, mereka mengubah nas-nas dan menakwilkannya kepada makna yang tidak dimaukan oleh Allah—subhanahu wa ta’ala—agar sesuai dengan hawa nafsu mereka. Pelopor orang-orang semacam ini adalah Yahudi dan setiap orang yang menempuh jalan mereka.

كَمَا أَنَّ فِي مُقَدِّمَةِ الۡمُبۡتَدِعَةِ النَّصَارَى، وَلِهَٰذَا يَقُولُ بَعۡضُ السَّلَفِ: مَنۡ ضَلَّ مِنۡ عُلَمَائِنَا فَفِيهِ شِبۡهٌ مِنَ الۡيَهُودِ، وَمَنۡ ضَلَّ مِنۡ عُبَّادِنَا فَفِيهِ شِبۡهٌ مِنَ النَّصَارَى.

فَالۡوَاقِعُ أَنَّ هَٰذِهِ سُورَةٌ عَظِيمَةٌ، وَسَيَتَكَلَّمُ الشَّيۡخُ رَحِمَهُ اللهُ عَنۡ فَوَائِدِهَا الۡمُهِمَّةِ.

Sebagaimana pelopor bagi pengusung bidah adalah orang-orang Nasrani.

Oleh karena itu, sebagian ulama salaf berkata, “Siapa saja yang sesat dari kalangan ulama kita, maka ada kemiripan dengan Yahudi. Siapa saja yang sesat dari kalangan abid (ahli ibadah) kita, maka dia ada kemiripan dengan Nasrani.” Jadi, nyatalah bahwa ini adalah surah yang agung. Syekh—rahimahullah—akan berbicara tentang faedah-faedah yang penting dari surah ini.

[2] الثَّلَاثُ آيَاتٌ الَّتِي تَلَاهَا فِي أَوَّلِ الرِّسَالَةِ ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ ۝٢ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ ۝٣ مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ تَضَمَّنَتۡ ثَلَاثَ مَسَائِلَ.

Tiga ayat yang beliau baca di awal tulisan ini, “Segala puji untuk Allah Tuhan alam semesta. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan;”  mengandung tiga permasalahan.

[3] ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ الۡحَمۡدُ لِلهِ عَلَى مَاذَا؟ عَلَى نِعَمِهِ، فَهُوَ يُحۡمَدُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى لِذَاتِهِ وَلِأَسۡمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَأَفۡعَالِهِ، فَهُوَ الۡمُنۡعِمُ عَلَى عِبَادِهِ، فَكُلُّ مُنۡعِمٍ فَهُوَ يُحۡمَدُ عَلَى قَدۡرِ مَا أَنۡعَمَ، وَهَٰذَا يَقۡتَضِي أَنۡ يُحَبَّ؛ لِأَنَّ النُّفُوسَ جُبِلَتۡ عَلَى حُبِّ مَنۡ أَحۡسَنَ إِلَيۡهَا، وَاللهُ -جَلَّ وَعَلَا- هُوَ الۡمُحۡسِنُ وَهُوَ الۡمُنۡعِمُ وَهُوَ الۡمُتَفَضِّلُ عَلَى عِبَادِهِ، فَتُحِبُّهُ الۡقُلُوبُ عَلَى نِعَمِهِ وَعَلَى فَضۡلِهِ وَإِحۡسَانِهِ مَحَبَّةً لَا يُعَادِلُهَا مَحَبَّةٌ.

“Segala puji untuk Allah, Tuhan alam semesta.” Segala puji atas apa? Atas nikmat-nikmat-Nya. Jadi Allah—subhanahu wa ta’ala—dipuji pada Zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Allah adalah pemberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Setiap yang memberi rezeki akan dipuji sesuai kadar nikmat yang diberikan. Akibatnya adalah pemberi rezeki akan dicintai karena jiwa pada dasarnya mencintai siapa saja yang berbuat baik kepadanya. Allah—jalla wa ‘ala—adalah Maha berbuat baik, Pemberi kenikmatan, Yang memiliki keutamaan di atas hamba-hamba-Nya. Maka, hati-hati akan mencintai-Nya atas nikmat-nikmat-Nya, keutamaan-Nya, perbuatan baik-Nya dengan kecintaan yang tiada tara.

وَلِذٰلِكَ كَانَتِ الۡمَحَبَّةُ أَعۡظَمَ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَةِ، فَالۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ تَتَضَمَّنُ الۡمَحَبَّةَ. وَسَيَذۡكُرُ الشَّيۡخُ رَحِمَهُ اللهُ أَنَّ الۡمَحَبَّةَ عَلَى أَرۡبَعَةِ أَنۡوَاعٍ:

Oleh karena itu, mahabah merupakan jenis ibadah yang paling agung. Jadi ayat “segala puji untuk Allah Tuhan alam semesta” mengandung mahabah. Syekh—rahimahullah—akan menyebutkan bahwa mahabah ada empat jenis.

مَحَبَّةٌ شِرۡكِيَّةُ: وَهِيَ مَحَبَّةُ الۡأَصۡنَامِ وَالۡأَوۡثَانِ وَكُلِّ مَا يُعۡبَدُ مِنۡ دُونِ اللهِ ﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ﴾ [البقرة: ١٦٥]. لِأَنَّ مَحَبَّتَهُمۡ مَحَبَّةُ تَوۡحِيدٍ وَإِخۡلَاصٍ.

Mahabah yang merupakan kesyirikan. Yaitu mencintai berhala, patung, dan setiap yang disembah selain Allah. “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165). Karena kecintaan orang-orang yang beriman merupakan kecintaan yang berasal dari tauhid dan ikhlas.

النَّوۡعُ الثَّانِي: مَحَبَّةٌ مُحَرَّمَةٌ، وَهِيَ مَحَبَّةُ مَا يُبۡغِضُهُ اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى مِنَ الۡمَمۡنُوعَاتِ وَالۡمَنۡهِيَّاتِ وَالۡمُحَرَّمَاتِ، وَمِنۡ ذٰلِكَ مَحَبَّةُ الۡمُشۡرِكِينَ وَمَحَبَّةُ الۡكُفَّارِ.

Jenis kedua adalah mahabah yang diharamkan. Yaitu kecintaan yang menyebabkan kemurkaan Allah—subhanahu wa ta’ala—, berupa kecintaan terhadap hal-hal yang dilarang dan diharamkan. Termasuk jenis ini adalah mencintai orang-orang musyrik dan orang-orang kafir.

وَالنَّوۡعُ الثَّالِثُ: مَحَبَّةٌ طَبِيعِيَّةٌ، وَهِيَ مَحَبَّةُ الۡإِنۡسَانِ لِأَوۡلَادِهِ وَلِأَبَوَيۡهِ وَلِزَوۡجَتِهِ وَلِأَصۡدِقَائِهِ، هَٰذِهِ مَحَبَّةٌ طَبِيعِيَّةٌ لَا يُؤَاخَذُ عَلَيۡهَا الۡإِنۡسَانُ.

Jenis ketiga adalah kecintaan yang bersifat tabiat. Yaitu kecintaan seseorang kepada anak-anak, orang tua, istri, dan teman-temannya. Ini adalah kecintaan yang bersifat tabiat. Seseorang tidak disiksa karenanya.

النَّوۡعُ الرَّابِعُ: مَحَبَّةٌ وَاجِبَةٌ، وَهِيَ مَحَبَّةُ أَوۡلِيَاءِ اللهِ، وَهِيَ الۡمَحَبَّةُ فِي اللهِ وَالۡمُوَالَاةُ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ. كُلُّ هَٰذَا دَاخِلٌ فِي قَوۡلِهِ: ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾.

Jenis keempat adalah kecintaan yang wajib, yaitu mencintai wali-wali Allah. Ini merupakaan kecintaan karena Allah dan loyal untuk Allah—‘azza wa jalla—. Semua ini masuk ke dalam firman-Nya, “Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta.”

[4] ﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا﴾ أَيۡ: شُبَهَاءُ وَنُظَرَاءُ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَكُلُّ مَا عُبِدَ مِنۡ دُونِ اللهِ فَقَدِ اتُّخِذَ نِدًّا لِلهِ وَشَبِيهًا لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدِيلًا لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالۡمُشۡرِكُونَ يُحِبُّونَ مَعۡبُودَاتِهِمۡ مَحَبَّةً شَدِيدَةً، وَلِذٰلِكَ يَمُوتُونَ دُونَهَا وَيُقۡتَلُونَ دُونَهَا، وَلَوۡ كَانُوا لَا يُحِبُّونَهَا مَا قَاتَلُوا دُونَهَا، لَٰكِنۡ يَتَمَسَّكُونَ بِهَا وَيُحِبُّونَهَا، لِأَنَّهَا أُشۡرِبَتۡ فِي قُلُوبِهِمۡ وَالۡعِيَاذُ بالله. ﴿وَإِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَحۡدَهُ ٱشۡمَأَزَّتۡ قُلُوبُ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡءَاخِرَةِ ۖ وَإِذَا ذُكِرَ ٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦٓ إِذَا هُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ﴾ [الزمر: ٤٥]، ﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ﴾ [البقرة: ١٦٥].

“Di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan,” artinya yang menyerupai dan menandingi Allah—‘azza wa jalla—. Setiap yang disembah selain Allah, maka itu telah dijadikan sebagai tandingan bagi Allah, yang diserupakan dengan Allah—‘azza wa jalla—, dan bandingan untuk Allah—‘azza wa jalla—. Orang-orang musyrik sangat mencintai sesembahan mereka. Karena itulah mereka rela mati membelanya dan dibunuh karenanya. Andai mereka tidak mencintainya, niscaya mereka tidak akan berperang membelanya. Akan tetapi mereka berpegang teguh dengannya dan mencintainya, karena kecintaan itu sudah merasuk ke dalam hati mereka. Kita berlindung kepada Allah.

“Apabila hanya Allah yang disebut, maka hati-hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat itupun kesal, namun apabila sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergembira.” (QS. Az-Zumar: 45).

“Di antara manusia ada yang menjadikan yang selain Allah sebagai tandingan. Mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165).

لِأَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ يُحِبُّونَ اللهَ مَحَبَّةً مُشۡتَرِكَةً بَيۡنَهُ وَبَيۡنَ غَيۡرِهِ، وَأَمَّا مَحَبَّةُ الۡمُؤۡمِنِینَ لِلهِ فَهِيَ مَحَبَّةٌ خَالِصَةٌ، ﴿وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ﴾ [البقرة: ١٦٥].

Ini dikarenakan orang-orang musyrik mencintai Allah dengan kecintaan yang mendua antara Allah dengan selain-Nya. Adapun kecintaan orang-orang mukmin kepada Allah merupakan kecintaan yang murni. “Andai orang-orang yang zalim itu mengetahui ketika mereka melihat azab, bahwa kekuatan itu milik Allah semuanya dan bahwasanya Allah sangat keras azabnya.” (QS. Al-Baqarah: 165).

يَقُولُ -جَلَّ وَعَلَا-: لَوۡ يَعۡلَمُونَ مَا سَيَئُولُونَ إِلَيۡهِ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ مَعَ مَنۡ عَبَدُوهُمۡ لَكَانَ لَهُمۡ حَالٌ آخَرُ؛ لِأَنَّهُمۡ فِي يَوۡمِ الۡقِيَامَةِ، يَتَبَرَّأُ الۡمَتۡبُوعُونَ مِنَ الۡأَتۡبَاعِ، وَيُكَذِّبُونَهُمۡ وَيَقُولُونَ: نَحۡنُ مَا أَمَرۡنَاكُمۡ بِعِبَادَتِنَا، وَلَا عَلِمۡنَا أَنَّكُمۡ تَعۡبُدُونَنَا ﴿إِذۡ تَبَرَّأَ ٱلَّذِينَ ٱتُّبِعُوا۟ مِنَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوا۟ وَرَأَوُا۟ ٱلۡعَذَابَ وَتَقَطَّعَتۡ بِهِمُ ٱلۡأَسۡبَابُ﴾ [البقرة: ١٦٦]

Allah—jalla wa ‘ala—berkata, “Andai mereka tahu tempat kembali mereka pada hari kiamat bersama dengan yang mereka sembah, niscaya mereka memiliki keadaan yang lain.” Karena di hari kiamat yang diikuti akan berlepas diri dari pengikutnya. Yang diikuti akan mendustakan para pengikutnya dan berkata, “Kami tidak memerintahkan kalian untuk menyembah kami dan kami tidak tahu bahwa kalian menyembah kami.” “Ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti dan mereka melihat azab; dan ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS. Al-Baqarah: 166).

وَالۡأَسۡبَابُ هِيَ الۡمَحَبَّةُ -كَمَا يَقُولُ ابۡنُ عَبَّاسٍ- الۡمَحَبَّةُ الَّتِي كَانَتۡ فِي الدُّنۡيَا بَيۡنَهُمۡ وَبَيۡنَ مَعۡبُودَاتِهِم انۡقَطَعَتۡ، بَعۡدَ أَنۡ كَانُوا يَتَحَابُّونَ فِي الدُّنۡيَا صَارُوا يَتَلَاعَنُونَ فِي الۡآخِرَةِ ﴿إِنَّمَا ٱتَّخَذۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ أَوۡثَـٰنًا مَّوَدَّةَ بَيۡنِكُمۡ فِى ٱلۡحَيَو‌ٰةِ ٱلدُّنۡيَا ۖ ثُمَّ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ يَكۡفُرُ بَعۡضُكُم بِبَعۡضٍ وَيَلۡعَنُ بَعۡضُكُم بَعۡضًا وَمَأۡوَىٰكُمُ ٱلنَّارُ﴾ [العنكبوت: ٢٥].

Asbab” (yang tersebut dalam ayat) adalah kecintaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas. Kecintaan yang dahulu terjadi di dunia antara mereka dengan sesembahan mereka akan terputus. Yaitu setelah dahulunya mereka saling mencintai di dunia, maka kelak mereka akan saling melaknat di akhirat. “Sesungguhnya perbuatan kalian menjadikan sesembahan selain Allah itu sebagai berhala-berhala hanyalah untuk menumbuhkan rasa cinta di antara kalian di kehidupan dunia. Kemudian di hari kiamat, sebagian kalian akan mengingkari dan melaknat sebagian yang lain. Tempat kembali kalian adalah neraka.” (QS. Al-‘Ankabut: 25).

أَمَّا الَّذِينَ عَبَدُوا اللهَ وَأَخۡلَصُوا لَهُ الۡعِبَادَةَ؛ فَإِنَّ اللهَ -جَلَّ وَعَلَا- يَتَوَلَّاهُمۡ فِي الۡآخِرَةِ وَيُكۡرِمُهُمۡ وَيُدۡخِلُهُمُ الۡجَنَّةَ.

Orang-orang yang beribadah kepada Allah dan memurnikan ibadah untuk-Nya, maka sesungguhnya Allah—jalla wa ‘ala—akan melindungi mereka di akhirat, memuliakan dan memasukkan mereka ke dalam janah.

هَٰذَا مَآلُ الۡمُؤۡمِنِينَ فِي الۡآخِرَةِ، وَذَاكَ مَآلُ الۡمُشۡرِكِينَ فِي الۡآخِرَةِ، وَإِنۡ كَانُوا فِي الدُّنۡيَا يَتَمَسَّكُونَ بِعِبَادَةِ تِلۡكَ الۡمَعۡبُودَاتِ، وَيُقَاتِلُونَ دُونَهَا وَيَسۡتَمِيتُونَ وَيُزۡهِقُونَ أَنۡفُسَهُمۡ دِفَاعًا عَنۡهَا، فَإِنَّهَا يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ سَتَنۡقَلِبُ هَٰذِهِ الۡمَوَدَّةُ وَهَٰذِهِ الصِّلَةُ، تَنۡقَلِبُ عَدَاوَةً وَقَطِيعَةً وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ

(Janah) ini adalah tempat kembalinya orang-orang beriman di akhirat, sedangkan (neraka) itu adalah tempat kembalinya orang-orang musyrik di akhirat. Walaupun orang-orang musyrik ketika di dunia berpegang teguh dalam beribadah kepada sesembahan itu, berperang membelanya, mati-matian mengorbankan diri-diri mereka membelanya, namun pada hari kiamat, kecintaan dan hubungan ini akan berbalik berubah menjadi permusuhan dan putus hubungan. Kita berlindung kepada Allah.

﴿ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذٍۭ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ﴾ [الزخرف: ٦٧] مَا يَبۡقَى إِلَّا الۡمَوَدَّةُ بَيۡنَ الۡمُتَّقِينَ؛ لِأَنَّهَا مُؤَسَّسَةً عَلَى أَسَاسٍ صَحِيحٍ، تَبۡقَى فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ، أَمَّا الۡمَوَدَّةُ الَّتِي بَيۡنَ الۡكُفَّارِ وَالۡمُشۡرِكِينَ فَإِنَّهَا تَنۡقَطِعُ وَتَنۡقَلِبُ إِلَى عَدَاوَةٍ.

“Pada hari itu, sahabat-sahabat kental, sebagian mereka adalah musuh sebagian lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Tidak ada kecintaan yang tersisa kecuali kecintaan antara orang-orang bertakwa karena kecintaan ini dibangun di atas dasar yang sahih, yang akan kekal di dunia dan akhirat. Adapun kecintaan antara orang-orang kafir dan musyrik, maka itu adalah kecintaan yang akan terputus dan akan berbalik menjadi permusuhan.

[5] النَّوۡعُ الثَّانِي: مَحَبَّةُ الۡبَاطِلِ وَأَهۡلِهِ، وَبُغۡضُ الۡحَقِّ وَأَهۡلِهِ، هَٰذِهِ صِفَةُ الۡمُنَافِقِينَ، فَإِنَّهُمۡ يُحِبُّونَ الۡبَاطِلَ وَيَكۡرَهُونَ الۡحَقَّ، يُحِبُّونَ الۡكُفَّارَ وَيُبۡغِضُونَ الۡمُؤۡمِنِينَ.

Jenis mahabah kedua adalah kecintaan terhadap kebatilan dan pelakunya, serta kebencian terhadap kebenaran dan pelakunya. Ini adalah sifat orang-orang munafik. Mereka mencintai kebatilan dan membenci kebenaran. Mereka mencintai orang-orang kafir dan membenci orang-orang mukmin.

وَالنِّفَاقُ: هُوَ إِظۡهَارُ الۡإِسۡلَامِ وَإِبۡطَانُ الۡكُفۡرِ. وَعَلَامَةُ الۡمُنَافِقِينَ: أَنَّهُمۡ يُحِبُّونَ أَهۡلَ الۡبَاطِلِ وَيُبۡغِضُونَ أَهۡلَ الۡحَقِّ، فَإِذَا رَأَيۡتَ مَنۡ يَبۡغُضُ أَهۡلَ الۡحَقِّ خُصُوصًا صَحَابَةَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، وَيُبۡغِضُ عُلَمَاءَ

الۡأُمَّةِ وَأَئِمَّةَ الۡمُسۡلِمِينَ، فَاعۡلَمۡ أَنَّهُ مُنَافِقٌ، وَإِنۡ كَانَ يُظۡهِرُ الۡإِسۡلَامَ، وَيَشۡهَدُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فِي الظَّاهِرِ، لَٰكِنَّهُ فِي الۡبَاطِنِ مُلۡحِدٌ کَافِرٌ يَتَسَتَّرُ بِالۡإِسۡلَامِ وَبِالشَّهَادَتَيۡنِ، وَإِلَّا فَهُوَ كَافِرٌ فِي الدَّرۡكِ الۡأَسۡفَلِ مِنَ النَّارِ.

Nifak adalah menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Ciri-ciri orang-orang munafik adalah mereka mencintai pelaku kebatilan dan membenci pembela kebenaran. Jadi, apabila engkau melihat orang yang membenci pembela kebenaran terkhusus para sahabat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan membenci ulama umat serta para pemimpin kaum muslimin, maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang munafik. Walaupun dia menampakkan keislaman, walaupun dia bersaksi secara lahiriah bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, akan tetapi di dalam batin dia adalah seorang mulhid kafir yang menyembunyikan jati dirinya dengan Islam dan dua kalimat syahadat. Kalau bukan (seorang mulhid), maka dia adalah seorang kafir yang berada di kerak paling bawah di neraka.

[6] الثَّالِثَةُ: مَحَبَّةٌ طَبِيعِيَّةٌ، أَيۡ: مَطۡبُوعٌ عَلَيۡهَا الۡإِنۡسَانُ وَمَفۡطُورٌ عَلَيۡهَا، يُحِبُّ الۡإِنۡسَانُ أَقَارِبَهُ، يُحِبُّ أَوۡلَادَهُ، يُحِبُّ أَصۡدِقَاءَهُ، يُحِبُّ مَنۡ أَحۡسَنَ إِلَيۡهِ، هَٰذِهِ مَحَبَّةٌ طَبِيعِيَّةٌ لَا يُؤَاخَذُ عَلَيۡهَا الۡإِنۡسَانُ إِلَّا إِذَا قَدَّمَهَا عَلَى مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُولِهِ، فَإِنَّهُ حِينَئِذٍ يَأۡثَمُ

Jenis mahabah yang ketiga adalah mahabah yang bersifat tabiat. Yaitu: manusia diciptakan memiliki tabiat dasar ini. Manusia mencintai kerabat-kerabatnya, mencintai anak-anaknya, mencintai teman-temannya, mencintai orang yang berbuat baik kepadanya. Ini adalah kecintaan yang bersifat tabiat. Seseorang tidak dihukum karenanya kecuali apabila dia lebih mengedepankannya daripada kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika demikian, baru dia berdosa.

﴿قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَ‌ٰنُكُمۡ وَأَزۡوَ‌ٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَ‌ٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ﴾ [التوبة: ٢٤]. فَإِذَا قَدَّمَ مَحَبَّةَ هَٰذِهِ الۡأَشۡيَاءِ عَلَى مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، فَإِنَّهُ مُتَوَعَّدٌ بِهَٰذَا الۡوَعِيدِ.

“Katakanlah: Jika ayah-ayah kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kerabat-kerabat kalian, harta-harta yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian takutkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).

Jadi, apabila seseorang mengedepankan kecintaan terhadap hal-hal ini daripada apa yang Allah dan Rasul-Nya cintai, maka dia mendapat ancaman dalam ayat ini.

[7] الۡمَحَبَّةُ الرَّابِعَةُ: مَحَبَّةُ أَوۡلِيَاءِ اللهِ وَبُغۡضُ أَعۡدَاءِ اللهِ، فَهَٰذِهِ هِيَ الۡمُوَالَاةُ فِي اللهِ وَالۡمُعَادَاةُ فِي اللهِ، فَيُحِبُّ أَهۡلَ التَّوۡحِيدِ وَيُبۡغِضُ أَهۡلَ الشِّرۡكِ، هَٰذَا أَوۡثَقُ عُرَى الۡإِيمَانِ، وَهَٰذَا هُوَ الۡحُبُّ فِي اللهِ وَالۡبُغۡضُ فِي اللهِ، هَٰذَا هُوَ الۡوَلَاءُ وَالۡبَرَاءُ. وَهَٰذَا مِنۡ أَصۡعَبِ الۡأُمُورِ عَلَى الۡإِنۡسَانِ، فَإِنۡ كَانَ يُحِبُّ أَهۡلَ التَّوۡحِيدِ وَيُوَالِيهِمۡ، وَيُبۡغِضُ أَهۡلَ الشِّرۡكِ وَيُعَادِيهِمۡ، فَهَٰذِهِ عَلَامَةُ الۡإِيمَانِ الرَّاسِخِ.

Jenis mahabah yang keempat adalah kecintaan terhadap para wali Allah dan kebencian kepada musuh-musuh Allah. Ini adalah mencinta karena Allah dan bermusuhan karena Allah. Seorang muslim hendaknya mencintai orang yang bertauhid dan membenci pelaku kesyirikan. Ini adalah pegangan keimanan yang paling kuat. Inilah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Inilah al-wala` wal-bara`. Ini termasuk perkara yang berat bagi seseorang. Jika dia mencintai dan mendukung orang-orang yang bertauhid; jika dia membenci pelaku kesyirikan dan memusuhi mereka; maka ini adalah tanda keimanan yang mendalam.

[8] الۡآيَةُ الثَّانِيَةُ مِنۡ سُورَةِ الۡفَاتِحَةِ وَهِيَ: ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ﴾ فِيهَا الرَّجَاءُ، رَجَاءُ رَحۡمَةِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى؛ لِأَنَّهُ إِذَا كَانَ رَحۡمَانَ رَحِيمًا، فَإِنَّهُ تُرۡجَی رَحۡمَتُهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى.

Ayat kedua dari surah Al-Fatihah yaitu, “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” mengandung perasaan harap. Yaitu harapan akan rahmat Allah—subhanahu wa ta’ala—karena apabila Allah adalah Yang Maharahman lagi Maharahim, maka kita mengharap rahmat-Nya—subhanahu wa ta’ala—.

[9] وَهِيَ قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ فِيهَا التَّخۡوِيفُ مِنۡ هَٰذَا الۡيَوۡمِ، وَالۡإِدَانَةُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ بِالۡأَعۡمَالِ السَّيِّئَةِ، فَفِيهَا الۡخَوۡفُ.

Yaitu firman Allah taala, “Yang menguasai hari pembalasan.” Ayat ini mengandung makna memberikan rasa takut dari hari tersebut dan pembalasan amalan yang buruk pada hari kiamat. Jadi ayat ini mengandung ibadah khauf.

فَالۡآيَةُ الۡأُولَى فِيهَا مَحَبَّةُ اللهِ ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ وَالثَّانِيَةُ ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ﴾ فِيهَا الرَّجَاءُ، رَجَاءُ رَحۡمَةِ اللهِ، وَالثَّالِثَةُ فِيهَا الۡخَوۡفُ مِنۡ عِقَابِ اللهِ ﴿مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾، فَإِذَا اجۡتَمَعَتۡ هَٰذِهِ الۡأُمُورُ الثَّلَاثَةُ: الۡمَحَبَّةُ وَالرَّجَاءُ وَالۡخَوۡفُ فَهِيَ أَسَاسُ الۡعِبَادَةِ.

Jadi ayat pertama mengandung ibadah rasa cinta kepada Allah, yaitu “Segala puji untuk Allah Tuhan alam semesta.” Ayat kedua “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” mengandung ibadah rasa harap. Harapan akan rahmat Allah. Ayat ketiga mengandung ibadah rasa takut dari hukuman Allah, yaitu ayat “Yang menguasai hari pembalasan.” Apabila tiga perkara ini terkumpul, yaitu rasa cinta, harap, dan takut, maka ini merupakan asas ibadah.

أَمَّا مَنۡ أَخَذَ بِوَاحِدَةٍ مِنۡهَا فَقَطۡ فَإِنَّهُ يَكُونُ ضَالًّا، فَمَنۡ عَبَدَ اللهَ بِالۡمَحَبَّةِ فَقَطۡ وَلَا يَخَافُ وَلَا يَرۡجُو، فَهَٰذِهِ طَرِيقَةُ الصُّوفِيَّةِ الَّذِينَ يَقُولُونَ: لَا نَعۡبُدُ اللهَ خَوۡفًا مِنۡ نَارِهِ وَلَا طَمَعًا فِي جَنَّتِهِ، وَإِنَّمَا نَعۡبُدُهُ لِأَنَّنَا نُحِبُّهُ.

Adapun orang yang mengambil satu saja darinya, maka dia bisa menjadi sesat. Siapa saja yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta semata, dia tidak takut dan tidak mengharap, maka ini merupakan jalannya kelompok sufi yang mengatakan: Kami tidak beribadah kepada Allah karena takut dari neraka-Nya dan tidak mengharap janah-Nya, kami beribadah kepada-Nya hanya karena kami mencintai-Nya.

وَهَٰذَا ضَلَالٌ وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ؛ لِأَنَّ الرُّسُلَ وَالۡمَلَائِكَةَ أَفۡضَلُ الۡخَلۡقِ، يَخَافُونَ اللهَ وَيَرۡجُونَهُ ﴿إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ يُسَـٰرِعُونَ فِى ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَـٰشِعِينَ﴾ [الأنبياء: ۹۰] الرُّسُلُ يَخَافُونَهُ وَيَرۡجُونَهُ

Ini merupakan kesesatan. Kita berlindung kepada Allah. Karena Rasulullah dan malaikat adalah makhluk yang paling mulia. Mereka saja takut dan berharap kepada Allah. “Sesungguhnya mereka bersegera dalam kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan rasa harap cemas, serta mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya`: 90). Para rasul takut kepada Allah dan berharap kepada Allah.

﴿أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ﴾ [الإسراء: ٥٧] هَٰؤُلَاءِ كَمَا جَاءَ فِي التَّفۡسِيرِ أَنَّهُمُ الۡعُزَيۡرُ وَعِيسَى وَأُمُّهُ الَّذِينَ كَانَ يَعۡبُدُهُمُ الۡمُشۡرِكُونَ، هُمۡ عِبَادٌ يَرۡجُونَ رَحۡمَةَ اللهِ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ، فَكَيۡفَ يُعۡبَدُونَ مَعَ اللهِ؟!!

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” (QS. Al-Isra`: 57). Mereka ini—sebagaimana disebutkan dalam tafsir—adalah ‘Uzair, ‘Isa, dan ibunya yang disembah oleh orang-orang musyrik. Mereka sendiri adalah hamba-hamba yang mengharapkan rahmat Allah dan takut akan azab-Nya. Lalu bagaimana mereka disembah bersama Allah?!

وَمَنۡ عَبَدَ اللهَ بِالرَّجَاءِ فَقَطۡ فَهُوَ مِنَ الۡمُرۡجِئَةِ الَّذِينَ يَعۡتَمِدُونَ عَلَى الرَّجَاءِ وَلَا يَخَافُونَ مِنَ الذُّنُوبِ وَالۡمَعَاصِي.

Siapa saja yang beribadah kepada Allah dengan rasa harap saja, maka dia termasuk kelompok Murji`ah yang bertumpu pada rasa harap namun tidak takut dari dosa-dosa dan kemaksiatan.

يَقُولُونَ: الۡإِيمَانُ تَصۡدِيقٌ فِي الۡقَلۡبِ، أَوِ التَّصۡدِیقُ بِالۡقَلۡبِ مَعَ النُّطۡقِ بِاللِّسَانِ.

Mereka berkata, “Iman adalah pembenaran dalam hati atau pembenaran dalam hati disertai pengucapan di lisan.”

وَيَقُولُونَ: الۡأَعۡمَالُ إِنَّمَا هِيَ مُكَمِّلَاتٌ، وَهَٰذَا ضَلَالٌ -وَالۡعِيَاذُ بِاللهِ-؛ لِأَنَّ الۡإِيمَانَ قَوۡلٌ وَعَمَلٌ وَاعۡتِقَادٌ، لَا يَكۡفِي وَاحِدٌ مِنۡ هَٰذِهِ الۡأُمُورِ، لَابُدَّ مِنۡهَا جَمِيعًا، لَيۡسَ قَوۡلًا فَقَطۡ، وَلَا عَمَلًا فَقَطۡ، وَلَا اعۡتِقَادًا فَقَطۡ، بَلۡ لَابُدَّ مِنۡ هَٰذِهِ الۡأُمُورِ الثَّلَاثَةِ حَتَّى يَتَحَقَّقَ الۡإِيمَانَ، وَمَنۡ عَبَدَ اللهَ بِالۡخَوۡفِ فَقَطۡ، فَهُوَ عَلَى طَرِيقَةِ الۡخَوَارِجِ الَّذِينَ يَعۡبُدُونَ اللهَ بِالۡخَوۡفِ، فَيَأۡخُذُونَ بِنُصُوصِ الۡوَعِيدِ فَقَطۡ، وَيَتۡرُكُونَ نُصُوصَ الۡوَعۡدِ وَالۡمَغۡفِرَةِ وَالرَّحۡمَةِ.

Mereka berkata, “Amalan-amalan itu penyempurna saja.”

Ini adalah kesesatan. Kita berlindung kepada Allah. Iman adalah ucapan, amalan, dan keyakinan. Salah satu saja dari perkara-perkara ini tidaklah mencukupi. Harus ada semuanya. Tidak bisa ucapan saja. Tidak bisa amalan saja. Tidak bisa pula keyakinan semata. Tetapi ketiga perkara ini harus ada sehingga akan mewujudkan keimanan.

Siapa saja yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut saja, maka dia menempuh jalannya orang-orang khawarij yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut. Mereka mengambil nas-nas tentang ancaman saja dan meninggalkan nas-nas tentang janji, ampunan, dan rahmat.

فَهَٰذِهِ طَوَائِفُ الۡغُلَاةِ: الصُّوفِيَّةُ وَالۡمُرۡجِئَةُ وَالۡخَوَارِجَ.

أَمَّا طَرِيقُ الۡحَقِّ فَهُوَ الۡجَمۡعُ بَيۡنَ هَٰذِهِ الۡأُمُورِ: الۡمَحَبَّةِ وَالۡخَوۡفِ وَالرَّجَاءِ.

Ini adalah kelompok-kelompok ekstrem, yaitu: Sufi, Murji`ah, dan Khawarij. Adapun jalan kebenaran adalah dengan mengumpulkan semua perkara ini, yaitu: rasa cinta, takut, dan harap.

هَٰذَا هُوَ الإِيمَانُ، وَهَٰذِهِ طَرِيقَةُ الۡمُؤۡمِنِينَ، وَهَٰذَا هُوَ التَّوۡحِيدُ. وَهَٰذَا مَا جَمَعَتۡهُ هَٰذِهِ الۡآيَاتُ الثَّلَاثُ ﴿ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ هَٰذِهِ فِيهَا الۡمَحَبَّةُ ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ﴾ هَٰذِهِ فِيهَا الرَّجَاءُ ﴿مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ هَٰذِهِ فِيهَا الۡخَوۡفُ.

Inilah iman. Inilah jalan orang-orang yang beriman. Inilah tauhid. Ini pula yang dikumpulkan oleh ketiga ayat ini. “Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta.” Ayat ini mengandung rasa cinta. “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Ayat ini mengandung rasa harap. “Yang menguasai hari pembalasan.” Ayat ini mengandung rasa takut.

[10] ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾ نَعۡبُدُهُ بِهَٰذِهِ الثَّلَاثَةِ: الۡمَحَبَّةِ وَالۡخَوۡفِ وَالرَّجَاءِ؛ لِأَنَّهَا لَا تَتَحَقُّ الۡعِبَادَةُ إِلَّا بِهَا؛ أَيۡ: بِمَجۡمُوعِ الثَّلَاثَةِ.

“Hanya kepada-Mu, kami beribadah.” Kita beribadah kepada Allah dengan tiga hal ini, yaitu: mahabah, khauf, dan rasa harap. Karena ibadah tidak bisa terwujud kecuali dengannya. Yaitu dengan ketiga-tiganya.

[11] أَيۡ: مَنۡ أَحَبَّ غَيۡرَ اللهِ فَهُوَ مُشۡرِكٌ، مَنۡ رَجَا غَيۡرَ اللهِ فَهُوَ مُشۡرِكٌ، مَنۡ خَافَ مِنۡ غَيۡرِ اللهِ فَهُوَ مُشۡرِكٌ.

Yaitu barang siapa memberikan ibadah kecintaan kepada selain Allah maka dia musyrik. Siapa saja yang memberikan ibadah pengharapan kepada selain Allah, maka dia musyrik. Siapa saja yang memberikan ibadah takut dari selain Allah, maka dia musyrik.

[12] وَهُمُ الصُّوفِيَّةُ.

Mereka adalah kelompok sufi.

[13] وَهُمُ الۡمُرۡجِئَةُ.

Mereka adalah kelompok Murji`ah.

[14] وَهُمُ الۡخَوَارِجُ وَالۡوَعِيدِيَّةُ، يُسَمَّوۡنَ الۡوَعِيدِيَّةَ؛ لِأَنَّهُمۡ أَخَذُوا نُصُوصَ الۡوَعِيدِ فَقَطۡ.

Mereka adalah kelompok Khawarij dan al-Wa’idiyyah. Dinamakan al-Wa’idiyyah karena mereka hanya mengambil nas-nas ancaman (wa’id).

[15] وَالۡمُرۡجِئَةُ سُمُّوا مُرۡجِئَةً؛ لِأَنَّهُمۡ أَرۡجَؤُوا الۡأَعۡمَالَ، أَيۡ: أَخَّرُوهَا عَنۡ مُسَمَّى الۡإِيمَانِ؛ لِأَنَّ الۡإِرۡجَاءَ مَعۡنَاهُ التَّأۡخِيرُ ﴿قَالُوٓا۟ أَرۡجِهۡ وَأَخَاهُ﴾ [الأعراف: ۱۱۱، والشعراء: ٣٦] يَعۡنِي: أَخِّرۡ شَأۡنَهُ وَانۡظُرۡ فِيهِ، فَالۡإِرۡجَاءُ مَعۡنَاهُ التَّأۡخِيرُ، سُمُّوا مُرۡجِئَةً؛ لِأَنَّهُمۡ أَخَّرُوا الۡأَعۡمَالَ عَنۡ حَقِيقَةِ الۡإِيمَانِ، وَأَخۡرَجُوهَا مِنۡ حَقِيقَةِ الۡإِيمَانِ.

Murji`ah dinamakan demikian karena mereka menangguhkan (arja`a) amalan. Artinya mengundurkan amalan dari definisi iman, karena irja` bermakna menangguhkan.

“Mereka menjawab, ‘Beri tangguhlah dia dan saudaranya!’” (QS. Al-A’raf: 111, Asy-Syu’ara`: 36). Yakni tundalah perkaranya dan pelajarilah! Jadi irja` bermakna menangguhkan.

Mereka dinamakan Murji`ah karena mereka mengundurkan amalan dari hakikat keimanan dan mengeluarkan amalan dari hakikat keimanan.

[16] الۡخَوَارِجُ هُمُ الَّذِينَ خَرَجُوا عَلَى وُلَاةِ الۡمُسۡلِمِينَ وَكَفَّرُوهُمۡ، وَهُمۡ يَعۡتَمِدُونَ عَلَى نُصُوصِ الۡوَعِيدِ، وَيُكَفِّرُونَ بِالۡكَبَائِرِ الَّتِي دُونَ الشِّرۡكِ، وَيَقُولُونَ: مَنۡ مَاتَ عَلَيۡهَا فَهُوَ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ.

Khawarij adalah orang-orang yang memberontak kepada penguasa kaum muslimin dan mengafirkan mereka. Mereka bersandar kepada nas-nas ancaman. Mereka mengafirkan dengan sebab dosa-dosa besar yang tingkatnya di bawah kesyirikan. Mereka mengatakan, “Siapa saja yang mati dalam kondisi melakukan dosa-dosa besar, maka dia kekal di dalam neraka.”

[17] ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ﴾ فِيهَا تَوۡحِيدُ الۡأُلُوهِيَّةِ: وَهُوَ إِفۡرَادُ اللهِ بِأَفۡعَالِ الۡعِبَادِ الَّتِي شَرَعَهَا لَهُمۡ؛ لِأَنَّ الۡأُلُوهِيَّةَ مَعۡنَاهَا الۡعِبَادَةُ، وَالۡعِبَادَةُ مِنۡ أَفۡعَالِ الۡعِبَادِ ﴿وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ فِيهَا تَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ؛ لِأَنَّ الۡإِعَانَةَ مِنۡ أَفۡعَالِ الرَّبِّ سُبۡحَانَهُ، وَتَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ هُوَ تَوۡحِيدُ اللهِ بِأَفۡعَالِهِ.

“Hanya kepada-Mu kami beribadah.” Ayat ini mengandung tauhid uluhiyyah, yaitu pengesaan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba yang disyariatkan oleh Allah kepada mereka. Karena uluhiyyah bermakna ibadah dan ibadah adalah bagian dari perbuatan-perbuatan hamba.

“Hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Ayat ini berisi tauhid rububiyyah karena pertolongan adalah termasuk perbuatan-perbuatan Allah—subhanahu—. Tauhid rububiyyah adalah pengesaan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya.

[18] ﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ﴾: الۡهِدَايَةُ عَلَى نَوۡعَيۡنِ: هِدَايَةُ دَلَالَةٍ وَإِرۡشَادٍ، وَدَلَالَةُ تَوۡفِيقٍ وَتَسۡدِيدٍ.

“Tunjukilah kami kepada jalan!” Hidayah ada dua jenis: hidayah berupa petunjuk dan bimbingan; dan hidayah berupa diberi taufik dan keselarasan dengan syariat.

وَدَلَالَةُ الۡهِدَايَةِ وَالۡإِرۡشَادِ هَٰذِهِ حَاصِلَةٌ لِجَمِيعِ الۡخَلۡقِ الۡمُؤۡمِنِينَ وَالۡكُفَّارِ وَالۡمُشۡرِكِينَ؛ لِأَنَّ اللهَ دَلَّهُمۡ وَأَرۡشَدَهُمۡ إِلَى طَرِيقِ الۡحَقِّ، لَكِنِ الۡكُفَّارُ لَمۡ يَقۡبَلُوا، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيۡنَـٰهُمۡ فَٱسۡتَحَبُّوا۟ ٱلۡعَمَىٰ عَلَى ٱلۡهُدَىٰ﴾ [فصلت: ۱۷].

Petunjuk berupa hidayah dan bimbingan diberikan kepada semua makhluk, baik orang-orang mukmin, kafir, maupun musyrik. Allah telah menunjuki mereka dan mengarahkan mereka kepada jalan kebenaran. Akan tetapi orang-orang kafir tidak mau menerimanya. Allah taala berfirman, “Adapun kaum Tsamud, maka Kami telah memberi mereka petunjuk, namun mereka lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk.” (QS. Fushshilat: 17).

هَدَيۡنَاهُمۡ: يَعۡنَي بَيَّنَّا لَهُمۡ، فَاللهُ هَدَى جَمِيعَ الۡخَلۡقِ هِدَايَةَ الۡبَيَانِ وَالۡإِرۡشَادِ.

Hadainahum yakni Kami telah terangkan kepada mereka. Jadi Allah telah memberi petunjuk kepada seluruh makhluk dengan petunjuk berupa keterangan dan bimbingan.

النَّوۡعُ الثَّانِي: هِدَايَةُ التَّوۡفِيقِ وَقَبُولِ الۡحَقِّ، وَهَٰذِهِ خَاصَّةٌ بِالۡمُؤۡمِنِينَ، فَأَنۡتَ تَسۡأَلُ اللهَ نَوۡعَيِ الۡهِدَايَةِ.

Jenis hidayah yang kedua adalah hidayah berupa taufik dan menerima kebenaran. Jenis hidayah ini khusus untuk orang-orang yang beriman. Jadi engkau meminta kepada Allah kedua jenis hidayah ini.

وَالۡمُسۡتَقِيمُ: يَعۡنِي: الۡمُعۡتَدِلَ، وَصِرَاطُ اللهِ مُسۡتَقِیمٌ، يَعۡنِي: مُعۡتَدِلٌ، بِخِلَافِ طُرُقِ الضَّلَالِ، فَإِنَّهَا مُلۡتَوِيَةٌ وَمُنۡحَرِفَةٌ وَمُتَعَرِّجَةٌ تُضِيعُ مَنۡ سَارَ عَلَيۡهَا، أَمَّا صِرَاطُ اللهِ فَهُوَ وَاضِحٌ مُعۡتَدِلٌ، مَنۡ سَارَ عَلَيۡهِ أَفۡضَى بِهِ إِلَى الۡجَنَّةِ ﴿وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَٰطِى مُسۡتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ﴾ [الأنعام: ۱٥۳]. فَأَنۡتَ تَسۡأَلُ اللهَ أَنۡ يَهۡدِيَكَ هَٰذَا الصِّرَاطَ.

Al-Mustaqim yakni lurus. Jalan Allah itu lurus, yakni lempeng. Berbeda dengan jalan-jalan kesesatan yang bengkok, menyimpang, dan berbelok sehingga menelantarkan siapa saja yang menempuhnya. Adapun jalan Allah merupakan jalan yang jelas lagi lurus. Siapa saja yang menempuhnya akan mengantarkannya menuju janah.

“Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus. Kalian ikutilah jalan itu! Jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang lain! Karena jalan-jalan tersebut akan memecah-belah kalian dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153).

Jadi engkau meminta kepada Allah agar menunjukimu kepada jalan ini.

[19] النَّاسُ إِمَّا مُنۡعَمٌ عَلَيۡهِمۡ، وَإِمَّا مَغۡضُوبٌ عَلَيۡهِمۡ، وَإِمَّا ضَالُّونَ، فَالۡمُنۡعَمُ عَلَيۡهِمۡ هُمُ الَّذِينَ أَخَذُوا الۡعِلۡمَ وَالۡعَمَلَ، وَ الۡمَغۡضُوبُ عَلَيۡهِمۡ هُمُ الَّذِينَ أَخَذُوا الۡعِلۡمَ وَتَرَكُوا الۡعَمَلَ، وَالضَّالُّونَ هُمُ الَّذِينَ أَخَذُوا الۡعَمَلَ وَتَرَكُوا الۡعِلۡمَ.

Manusia bisa jadi golongan yang diberi kenikmatan, bisa jadi dimurkai, atau bisa jadi sesat. Golongan yang diberi kenikmatan adalah orang-orang yang mencari ilmu dan mengamalkan ilmunya. Golongan yang dimurkai adalah orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya. Golongan yang sesat adalah orang-orang yang beramal namun tidak mencari ilmu.

أَنۡتَ تَسۡأَلُ اللهَ أَنۡ يَجۡعَلَكَ مَعَ الۡمُنۡعَمِ عَلَيۡهِمۡ، وَأَنۡ يُجَنِّبَكَ طَرِيقَ الۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَطَرِيقَ الضَّالِّينَ. وَهَٰذِهِ سُورَةٌ عَظِيمَةٌ؛ وَلِذٰلِكَ فَرَضَهَا اللهُ عَلَيۡكَ فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ لِمَاذَا؟ لِأَجۡلِ مَا فِيهَا مِنۡ هَٰذِهِ الۡأَسۡرَارِ.

Engkau meminta kepada Allah agar menjadikanmu bersama golongan yang diberi nikmat dan agar menjauhkanmu dari jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat. Ini adalah surah yang agung. Untuk itulah Allah mewajibkan kepadamu dalam setiap rakaat. Mengapa? Karena kandungan rahasia-rahasia ini.

[20] وَهُمُ الۡيَهُودُ وَمَنۡ سَارَ مَعَهُمۡ فِي هَٰذَا الۡمِضۡمَارِ مِنۡ هَٰذِهِ الۡأُمَّةِ، الَّذِينَ تَعَلَّمُوا وَلَمۡ يَعۡمَلُوا بِعِلۡمِهِمۡ.

Mereka adalah orang-orang Yahudi dan siapa saja dari umat ini yang berjalan bersama mereka dalam jalur ini, yaitu orang-orang yang belajar mencari ilmu namun tidak mengamalkan ilmu mereka.

[21] مِنۡهُمُ الصُّوفِيَّةُ الۡمُبۡتَدِعَةُ وَالۡمُخَرِّفُونَ، كُلُّهُمۡ يَدۡخُلُونَ فِي الضَّالِّينَ؛ لِأَنَّهُمۡ يَشۡتَغِلُونَ بِالۡعِبَادَةِ وَيَتۡرُكُونَ الۡعِلۡمَ، يَقُولُونَ: الۡعِلۡمُ يُشۡغِلُكَ عَنِ الۡعَمَلِ.

Di antara mereka adalah kelompok sufi ahli bidah dan orang-orang yang suka khurafat. Mereka semua masuk dalam kelompok orang-orang yang sesat karena mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan meninggalkan ilmu. Mereka berpendapat bahwa ilmu akan menyibukkanmu dari beramal.

[22] إِنۡ كَانَ سَبَبُ نُزُولِ: ﴿ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ﴾ فِي الۡيَهُودِ، وَ﴿ٱلضَّآلِّينَ﴾ فِي النَّصَارَى، فَالۡعِبۡرَةُ بِعُمُومِ اللَّفۡظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ.

Walaupun sebab turun ayat “orang-orang yang dimurkai” tertuju pada Yahudi; dan “orang-orang yang sesat” pada Nasrani, namun ibrah (pelajaran yang dipetik) adalah dari keumuman lafaz dan bukan dari kekhususan sebab.

وَلِهَٰذَا يَقُولُ بَعۡضُ السَّلَفِ: مَنۡ فَسَدَ مِنۡ عُلَمَائِنَا فَفِيهِ شِبۡهٌ مِنَ الۡيَهُودِ، وَمَنۡ فَسَدَ مِنۡ عُبَّادِنَا فَفِيهِ شِبۡهٌ مِنَ النَّصَارَی.

Karena itu, sebagian ulama salaf berkata, “Siapa saja yang rusak dari kalangan ulama kita, maka pada dirinya ada kemiripan dengan Yahudi. Siapa saja rusak dari kalangan abid kita, maka pada dirinya ada kemiripan dengan Nasrani.”

[23] قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّـٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَـٰٓئِكَ رَفِيقًا﴾ [النساء: ٦٩]. هَٰؤُلَاءِ هُمُ الۡمُنۡعَمُ عَلَيۡهِمۡ، فَإِذَا أَرَدۡتَ أَنۡ تَكُونَ مَعَهُمۡ فَاجۡمَعۡ بَيۡنَ الۡعِلۡمِ النَّافِعِ وَالۡعَمَلِ الصَّالِحِ.

Allah taala berfirman, “Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul, maka mereka ini bersama dengan orang-orang yang Allah telah beri kenikmatan kepada mereka dari kalangan para nabi, orang-orang yang shiddiq (senantiasa jujur dalam keimanannya), syuhada, dan orang-orang yang saleh. Mereka ini adalah sebaik-baik teman.” (QS. An-Nisa`: 69).

Mereka ini adalah kelompok yang diberi kenikmatan. Apabila engkau ingin bersama mereka, maka gabungkanlah antara ilmu yang bermanfaat dan amalan yang saleh.

[24] وَذٰلِكَ فِي قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ﴾ وَفِي قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ﴾ وَقَوۡلِهِ: ﴿ٱهۡدِنَا﴾ لِأَنَّ هَٰذَا فَضۡلٌ مِنَ اللهِ لَيۡسَ بِحَوۡلِكَ وَلَا بِقُوَّتِكَ، تَوۡفِيقُكَ لِلۡعِلۡمِ النَّافِعِ، وَتَوۡفِيقُكَ لِلۡعَمَلِ بِالۡعِلۡمِ هَٰذَا مِنَ اللهِ، لَوۡ شَاءَ رَبُّكَ لَكُنۡتَ مَعَ الۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ أَوِ مِنَ الضَّالِّينَ، فَالَّذِي أَنۡعَمَ عَلَيۡكَ وَأَخۡرَجَكَ مِنَ الطَّائِفَتَيۡنِ، وَجَعَلَكَ مَعَ الۡأَنۡبِيَاءِ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ، هُوَ اللهُ -جَلَّ وَعَلَا- هَٰذَا لَيۡسَ بِحَوۡلِكَ وَلَا بِقُوَّتِكَ وَإِنَّمَا بِفَضۡلِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى.

Faedah itu terdapat dalam firman Allah taala, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Juga dalam firman Allah taala, “Yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.” Juga firman Allah, “Berilah petunjuk kepada kami!”

Kenikmatan ini adalah keutamaan dari Allah. Bukan dari upayamu, bukan pula dari kekuatanmu. Taufik yang engkau peroleh untuk ditunjukkan kepada ilmu yang bermanfaat dan mengamalkan ilmu tersebut adalah dari Allah. Andai Tuhanmu menghendaki, niscaya engkau termasuk kelompok yang dimurkai atau kelompok yang sesat.

Jadi yang memberimu nikmat, mengeluarkan engkau dari dua kelompok itu, dan menjadikanmu bersama para nabi, orang-orang yang shiddiq, dan syuhada adalah Allah—jalla wa ‘ala—. Ini bukanlah karena hasil usaha dan kekuatanmu. Ini hanyalah karunia Allah—subhanahu wa ta’ala.

فَأَنۡتَ تُعَلِّقُ قَلۡبَكَ بِاللهِ، وَتَتَبَرَّأُ مِنَ الۡحَوۡلِ وَالۡقُوَّةِ إِلَّا بِاللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى. يَقُولُ ابۡنُ الۡقَيِّمِ:

لَوۡ شَاءَ رَبُّكَ كُنۡتَ أَيۡضًا مِثۡلَهُمۡ فَالۡقَلۡبُ بَيۡنَ أَصَابِعِ الرَّحۡمَٰنِ

Jadi engkau menggantungkan hatimu kepada Allah. Engkau berlepas dari daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah—subhanahu wa ta’ala—. Ibnu Al-Qayyim berkata, “Andai Tuhanmu menghendaki, niscaya engkau juga menjadi semisal mereka, karena kalbu di antara jari-jemari Allah Yang Maharahman.”

[25] هَٰذِهِ السُّورَةُ، إِذَا تَأَمَّلۡتَهَا وَتَدَبَّرۡتَهَا عَرَفۡتَ اللهَ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى التَّمَامِ، بِأَسۡمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَنِعَمِهِ عَلَيۡكَ، فَيَزِيدُكَ هَٰذَا إِيمَانًا وَيَقِينًا.

Surah ini apabila engkau renungi dan tadaburi, maka engkau akan mengenal Allah—subhanahu wa ta’ala—secara sempurna, dengan nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan nikmat-nikmat-Nya kepadamu. Sehingga hal ini akan menambah keimanan dan keyakinan padamu.

[26] وَمَعۡرِفَةُ نَفۡسِكَ أَنَّكَ ضَعِيفٌ، وَأَنَّكَ مُحۡتَاجٌ إِلَى اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، وَلِهَٰذَا تَقۡرَأُ هَٰذِهِ السُّورَةَ وَتُكَرِّرُهَا فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ لِأَنَّكَ بِحَاجَةٍ إِلَيۡهَا؛ لِأَنَّ فِيهَا هَٰذَا الدُّعَاءَ الۡعَظِيمَ الَّذِي إِذَا تَقَبَّلَهُ اللهُ مِنۡكَ سَعَدۡتَ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ، وَإِذَا غَفَلَتۡ عَنۡهُ وَلَمۡ تَسۡتَعۡمِلۡهُ، فَإِنَّهُ لَا يَنۡفَعُكَ بِشَيۡءٍ.

Juga pengenalan dirimu bahwa dirimu lemah. Dirimu butuh kepada Allah—subhanahu wa ta’ala—. Untuk inilah, engkau membaca surah ini dan mengulang-ulanginya dalam setiap rakaat, karena engkau membutuhkannya. Di dalam surah ini ada doa yang agung, yang apabila Allah mengabulkannya, niscaya engkau akan bahagia di dunia dan akhirat. Namun, apabila engkau lalai darinya dan tidak menerapkannya, maka surah ini tidak bisa bermanfaat sedikit pun untukmu.

فَهَٰذَا مِمَّا يُؤَكِّدُ عَلَى الۡعَبۡدِ أَنۡ يَتَدَبَّرَ الۡقُرۡآنَ خُصُوصًا هَٰذِهِ السُّورَةَ الۡعَظِيمَةَ، يَقُولُ ابۡنُ الۡقَيِّمِ:

تَدَبَّرِ الۡقُرۡآنَ إِنۡ رُمۡتَ الۡهُدَی فَالۡعِلۡمُ تَحۡتَ تَدَبُّرِ الۡقُرۡآنِ

Ini adalah di antara hal yang menekankan hamba untuk melakukan tadabur Alquran, terkhusus surah yang agung ini.

Ibnu Al-Qayyim berkata, “Tadaburilah Alquran jika engkau menginginkan petunjuk, karena ilmu didapat dengan tadabur Alquran.”

[27] ﴿رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ﴾ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنۡ رَبٍّ خَالِقٍ وَمِنۡ مَخۡلُوقٍ مَرۡبُوبٍ، مَخۡلُوقٍ لِرَبِّ الۡعَالَمِينَ.

“Tuhan semesta alam”, ini menunjukkan bahwa pasti ada Tuhan, Khalik (Yang menciptakan) dan pasti ada makhluk, yang diciptakan, yang diatur. Makhluk milik Tuhan semesta alam.

[28] ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ﴾ إِذَا كَانَ هُنَاكَ رَاحِمٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَرۡحُومٍ، وَهُوَ الۡمَخۡلُوقُ، الرَّاحِمُ هُوَ اللهُ، وَالۡمَرۡحُومُ هُوَ الۡمَخۡلُوقُ.

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”, apabila di sana ada Yang Menyayangi, maka pasti ada yang disayangi, yaitu makhluk. Adapun Yang Maha Penyayang adalah Allah dan yang disayangi adalah makhluk.

[29] ﴿مَـٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ﴾ إِذَا كَانَ هُنَا مَالِكٌ فَلَا بُدَّ مِنۡ مَمۡلُوكٍ، وَهُمُ الۡعِبَادُ وَجَمِيعُ الۡمَخۡلُوقَاتِ.

“Penguasa hari pembalasan”, apabila ada penguasa, berarti pasti ada yang dikuasai, yaitu para hamba dan seluruh makhluk.

[30] إِذَا كَانَ هُنَا عَبۡدٌ، لَابُدَّ أَنۡ يَكُونَ هُنَاكَ مَعۡبُودٌ، وَهُوَ اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى.

Apabila di situ ada hamba, berarti pasti di sana ada yang disembah, yaitu Allah—subhanahu wa ta’ala.

[31] ﴿ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ﴾ إِذَا كَانَ هُنَاكَ هَادٍ وَهُوَ اللهُ، فَهُنَاكَ مَهۡدِيٌّ وَهُوَ الۡعَبۡدُ.

“Tunjukilah kami ke jalan”, apabila di sana ada Pemberi petunjuk, yaitu Allah, maka berarti di sana ada yang ditunjuki, yaitu hamba.

[32] ﴿أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ﴾ هَٰذَا فِيهِ أَنَّ هُنَاكَ مُنۡعِمًا، فَلَابُدَّ أَنۡ يَكُونَ هُنَاكَ مُنۡعَمٌ عَلَيۡهِ، وَهُمۡ جَمِيعُ الۡعِبَادِ.

“Yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka” di ayat ini disebutkan bahwa di sana ada yang memberi nikmat. Maka, pasti di sana ada yang diberi nikmat, yaitu seluruh hamba.

[33] ﴿غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ﴾ وَهُمُ الۡيَهُودُ، وَمَنۡ سَارَ بِرِكَابِهِمۡ مِمَّنۡ تَعَلَّمُوا وَلَمۡ يَعۡمَلُوا، لَابُدَّ أَنۡ يَكُونَ هُنَاكَ غَاضِبٌ وَهُوَ اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، وَالۡغَضَبُ مِنۡ صِفَاتِهِ، فَهُوَ يَغۡضَبُ، وَيَسۡخَطُ وَيَمۡقُتُ، وَالۡمَغۡضُوبُ عَلَيۡهِ وَالۡمَمۡقُوتُ وَالۡمَسۡخُوطُ عَلَيۡهِ هُوَ الۡمَخۡلُوقُ الۡعَاصِي الۡمُخَالِفُ لِأَوَامِرِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَی.

“Bukan jalan orang yang dimurkai” mereka adalah orang-orang Yahudi dan yang mengikuti mereka dari golongan orang-orang yang belajar namun tidak beramal. Pasti di sana ada yang memurkai, yaitu Allah—subhanahu wa ta’ala—. Marah/murka termasuk sifat Allah. Allah memiliki sifat marah dan murka. Adapun yang dimarahi dan dimurkai adalah makhluk yang bermaksiat yang menyelisihi perintah-perintah Allah—subhanahu wa ta’ala.

[34] كَمَا سَبَقَ أَنَّ فِيهَا أَنۡوَاعَ التَّوۡحِيدِ الثَّلَاثَةَ الَّتِي هِيَ تَوۡحِيدُ: الرُّبُوبِيَّةِ، وَالۡأُلُوهِيَّةِ، وَالۡأَسۡمَاءِ وَالصِّفَاتِ. وَنَفۡيَ النَّقَائِصِ وَالۡعُيُوبِ عَنِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، وَهَٰذَا هُوَ التَّوۡحِيدُ.

Sebagaimana yang telah lewat, bahwa dalam surah ini ada tiga macam tauhid. Yaitu: tauhid ar-rububiyyah, al-uluhiyyah, dan al-asma` wash-shifat. Surah ini juga berisi penafian kekurangan dan aib dari Allah—subhanahu wa ta’ala—. Inilah tauhid.

[35] وَفِيهَا الۡمَحَبَّةُ مَعَ التَّذَلُّلِ وَالرَّجَاءِ وَالۡخَوۡفِ، فَهَٰذِهِ أَرۡكَانُ الۡعِبَادَةِ.

Surah ini berisi ibadah berupa rasa cinta disertai perendahan diri, rasa harap, dan rasa takut. Ini adalah rukun-rukun ibadah.

[36] وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ.

وَجَزَاهُ اللهُ خَيۡرًا عَلَى مَا بَيَّنَ وَوَضَّحَ.

Semoga Allah mencurahkan selawat kepada Nabi kita Muhammad. Semoga Allah membalasi mualif dengan kebaikan atas keterangan dan penjelasan beliau.

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *