Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah di dalam kitab Lamhah ‘anil Firaq Adh-Dhallah berkata,
شُرُوطُ قَبُولِ الۡعَمَلِ
وَلِهَٰذَا يُشۡتَرَطُ فِي كُلِّ عَمَلٍ، أَنۡ يَتَوَفَّرَ فِيهِ شَرۡطَانِ، لِيَكُونَ مَقۡبُولًا عِنۡدَ اللهِ، وَمُثَابًا عَلَيۡهِ صَاحِبُهُ:
الشَّرۡطُ الۡأَوَّلُ: الۡإِخۡلَاصُ لِلهِ – عَزَّ وَجَلَّ –
الشَّرۡطُ الثَّانِي: الۡمُتَابَعَةُ لِلرَّسُولِ ﷺ قَالَ – تَعَالَى -:
﴿بَلَىٰ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٌ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١١٢﴾.
وَإِسۡلَامُ الۡوَجۡهِ يَعۡنِي: الۡإِخۡلَاصَ لِلهِ.
وَالۡإِحۡسَانُ هُوَ الۡمُتَابَعَةُ لِلرَّسُولِ ﷺ.
Atas dasar inilah, dipersyaratkan dalam setiap amalan agar memenuhi dua syarat supaya diterima di sisi Allah dan pelakunya diganjar pahala.
Syarat pertama adalah ikhlas untuk Allah azza wajalla.
Syarat kedua adalah mencontoh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah taala berfirman yang artinya, “Siapa saja yang menyerahkan diri kepada Allah dan dia berbuat baik, maka baginya pahalanya di sisi Rabb-nya. Tidak ada kekhawatiran pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112).
Menyerahkan diri yakni ikhlas untuk Allah. Berbuat baik adalah mencontoh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
فَاللهُ – جَلَّ وَعَلَا – أَمَرَ بِالۡاِجۡتِمَاعِ عَلَى الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَنَهَانَا عَنِ التَّفَرُّقِ وَالۡاِخۡتِلَافِ.
وَالنَّبِيُّ ﷺ كَذٰلِكَ أَمَرَنَا بِالۡاِجۡتِمَاعِ عَلَى الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَنَهَانَا عَنِ التَّفَرُّقِ وَالۡاِخۡتِلَافِ. لِمَا فِي الۡاِجۡتِمَاعِ عَلَى الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنَ الۡخَيۡرِ الۡعَاجِلِ وَالۡآجِلِ، وَلِمَا فِي التَّفَرُّقِ مِنَ الۡمَضَارِّ الۡعَاجِلَةِ وَالۡآجِلَةِ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ.
Jadi Allah jalla wa ‘ala memerintahkan agar bersatu di atas Alquran dan sunah. Allah juga melarang kita dari perpecahan dan perselisihan. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita bersatu di atas Alquran dan sunah serta melarang kita dari perpecahan dan perselisihan. Karena dalam persatuan di atas Alquran dan sunah ada kebaikan jangka pendek dan jangka panjang. Karena di dalam perpecahan ada madarat jangka pendek dan jangka panjang di dunia dan akhirat.
فَالۡأَمۡرُ يَحۡتَاجُ إِلَى اهۡتِمَامٍ شَدِيدٍ، لِأَنَّهُ كُلَّمَا تَأَخَّرَ الزَّمَانُ كَثُرَتِ الۡفِرَقُ، وَكَثُرَتِ الدِّعَايَاتُ، كَثُرَتِ النِّحَلُ وَالۡمَذَاهِبُ الۡبَاطِلَةُ، كَثُرَتِ الۡجَمَاعَاتُ الۡمُتَفَرِّقَةُ. لَكِنۡ الۡوَاجِبُ عَلَى الۡمُسۡلِمِ أَنۡ يَنۡظُرَ، فَمَا وَافَقَ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُولِهِ ﷺ أَخَذَ بِهِ، مِمَّنۡ جَاءَ بِهِ، كَائِنًا مَنۡ كَانَ؛ لِأَنَّ الۡحَقَّ ضَالَّةُ الۡمُؤۡمِنِ.
Jadi urusan ini butuh perhatian ekstra karena setiap kali zaman ke belakang, semakin banyak firkah, semakin banyak propaganda, Semakin banyak kelompok dan mazhab yang batil, semakin banyak jemaah yang tercerai-berai. Tetapi yang wajib atas seorang muslim agar melihat apa saja yang mencocoki kitab Allah dan sunah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia ambil dari siapa saja yang membawanya. Siapapun dia. Karena kebenaran adalah barang hilangnya seorang mukmin.
أَمَّا مَا خَالَفَ مَا كَانَ عَلَيۡهِ الرَّسُولُ ﷺ تَرَكَهُ، وَلَوۡ كَانَ مَعَ جَمَاعَتِهِ، أَوۡ مَعَ مَنۡ يَنۡتَمِي إِلَيۡهِمۡ، مَادَامَ أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ؛ لِأَنَّ الۡإِنۡسَانَ يُرِيدُ النَّجَاةَ لَا يُرِيدُ الۡهَلَاكَ لِنَفۡسِهِ.
Adapun apa saja yang menyelisihi jalan hidup yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia tinggalkan walaupun bersama jemaahnya atau bersama orang yang dia ikuti selama dia menyelisihi Alquran dan sunah. Karena manusia menginginkan keselamatan, tidak menginginkan kebinasaan dirinya.
وَالۡمُجَامَلَةُ لَا تَنۡفَعُ فِي هَٰذَا، الۡمَسۡأَلَةُ مَسۡأَلَةُ جَنَّةٍ أَوۡ نَارٍ، وَالۡإِنۡسَانُ لَا تَأۡخُذُهُ الۡمُجَامَلَةُ، أَوۡ يَأۡخُذُهُ التَّعَصُّبُ، أَوۡ يَأۡخُذُهُ الۡهَوَى فِي أَنۡ يَنۡحَازَ مَعَ غَيۡرِ أَهۡلِ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ، لِأَنَّهُ بِذٰلِكَ يَضُرٌّ نَفۡسَهُ، وَيُخۡرِجُ نَفۡسَهُ مِنۡ طَرِيقِ النَّجَاةِ إِلَى طَرِيقِ الۡهَلَاكِ.
Basa-basi tidak bermanfaat dalam perkara ini. Masalah ini adalah masalah janah atau neraka. Manusia tidak boleh bersikap basa-basi, fanatik, atau mengikuti hawa nafsu dalam bergabung bersama orang selain ahli sunah waljamaah karena itu akan memudaratkan diri dan mengeluarkan diri dari jalan keselamatan menuju jalan kebinasaan.
وَأَهۡلُ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ، لَا يَضُرُّهُمۡ مَنۡ خَالَفَهُمۡ سَوَاءً كُنۡتَ مَعَهُمۡ، أَوۡ خَالَفۡتَهُمۡ. إِنۡ كُنۡتَ مَعَهُمۡ، أَوۡ خَالَفۡتَهُمۡ. إِنۡ كُنۡتَ مَعَهُمۡ فَالۡحَمۡدُ لِلهِ، وَهُمۡ يَفۡرَحُونَ بِهَٰذَا، لِأَنَّهُمۡ يُرِيدُونَ الۡخَيۡرَ لِلنَّاسِ، وَإِنۡ خَالَفۡتَهُمۡ فَأَنۡتَ لَا تَضُرُّهُمۡ، وَلِهَٰذَا قَالَ ﷺ: (لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنۡ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الۡحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمۡ مَنۡ خَذَلَهُمۡ، حَتَّى يَأۡتِيَ أَمۡرُ اللهِ وَهُمۡ كَذٰلِكَ).
Ahli sunah waljamaah, tidak akan dimudaratkan oleh orang yang menyelisihi mereka. Sama saja apakah engkau bersama mereka atau menyelisihi mereka. Baik engkau bersama mereka atau menyelisihi mereka. Jika engkau bersama mereka, maka segala puji untuk Allah. Mereka akan berbahagia dengan ini karena mereka menginginkan kebaikan untuk manusia. Jika engkau menyelisihi mereka, maka engkau tidak memudarati mereka. Karena ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang unggul di atas kebenaran. Siapa saja yang menghina mereka tidak akan memudarati mereka hingga perkara Allah datang dalam keadaan mereka tetap demikian.”[1]
فَالۡمُخَالِفُ لَا يَضُرُّ إِلَّا نَفۡسَهُ.
Jadi orang yang menyelisihi (ahli sunah) tidak merugikan
kecuali diri mereka sendiri.
[1] Diriwayatkan dengan redaksi ini oleh:
Di hadis ini disebutkan, “Siapa saja yang menyelisihi mereka tidak memudarati mereka.” Juga ada tambahan panjang di awal hadis.
Diriwayatkan pula oleh:
- At-Tirmidzi nomor 2229 secara ringkas dan beliau menilainya sahih,
- Ibnu Majah dalam mukadimah nomor 10 dan secara panjang di nomor 3952,
- Ahmad secara panjang di 5/278 dan secara ringkas di 5/279,
- Abu ‘Awanah secara ringkas di 5/109,
- Abu Nu’aim nomor 192,
- Al-Baihaqi di 9/181, dan
- Al-Hakim secara panjang di 4/449.
Diriwayatkan dari hadis Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu oleh:
- Al-Bukhari nomor 3640,
- Muslim nomor 1921,
- Ahmad 4/244, 252,
- Ad-Darimi nomor 2432,
- Abu ‘Awanah 5/109,
- Al-Lalika`i 167,
- Abu Nu’aim nomor 437,
- Ath-Thabarani di dalam Al-Kabir nomor 659, 960, 962.
Diriwayatkan dari hadis Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu oleh:
- Al-Bukhari nomor 3641,
- Muslim nomor 1037,
- Ahmad 4/101,
- Abu ‘Awanah 5/106-107,
- Al-Lalika`i nomor 166,
- Abu Nu’aim nomor 311,
- Al-Baghawi di dalam tafsirnya 2/218 secara ringkas.
Diriwayatkan dari hadis Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu oleh:
- Imam Ahmad 5/103,
- Muslim nomor 1922,
- Abu ‘Awanah 5/105,
- Ath-Thabarani di dalam Al-Kabir nomor 1819,
- Al-Hakim 4/449.
Diriwayatkan dari hadis Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu oleh:
- Muslim nomor 1923,
- Abu ‘Awanah 5/105,
- Ahmad 3/345,
- Abu Ya’la dalam Musnad beliau nomor 313,
- Al-Baihaqi 8/180.
Dan dari hadis Sa’d bin Abu Waqqash radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh:
- Muslim nomor 1925,
- Abu ‘Awanah 5/109,
- Al-Lalika`i nomor 170,
- Abu Nu’aim nomor 214.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh sejumlah sahabat selain mereka. Di antaranya: ‘Umar bin Al-Khaththab, Salamah Al-Kindi, ‘Imran bin Hushain, An-Nawwas bin Sam’an, Abu Umamah, Qurrah Al-Muzani, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Be the first to leave a comment