Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah di dalam Lamhah ‘anil Firaq Adh-Dhallah berkata,
أَهَمِّيَّةُ الۡحَدِيثِ عَنِ الۡفِرَقِ
Pentingnya pembicaraan tentang kelompok-kelompok
الۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحۡبِهِ أَجۡمَعِينَ.
Segala puji bagi Allah Rabb alamin. Semoga Allah mencurahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya seluruhnya.
أَمَّا بَعۡدُ:
فَإِنَّ الۡحَدِيثَ عَنِ الۡفِرَقِ لَيۡسَ هُوَ مِنۡ بَابِ السَّرۡدِ التَّارِيخِيِّ، الَّذِي يُقۡصَدُ مِنۡهُ الۡاطِّلَاعُ عَلَى أُصُولِ الۡفِرَقِ لِمُجَرَّدِ الۡاطِّلَاعِ، كَمَا يُطَّلَعُ عَلَى الۡحَوَادِثِ التَّارِيخِيَّةِ، وَالۡوَقَائِعِ التَّارِيخِيَّةِ السَّابِقَةِ، وَإِنَّمَا الۡحَدِيثُ عَنِ الۡفِرَقُ لَهُ شَأۡنٌ أَعۡظَمُ مِنۡ ذٰلِكَ؛ أَلَا وَهُوَ الۡحَذَرُ مِنۡ شَرِّ هَٰذِهِ الۡفِرَقِ وَمِنۡ مُحۡدَثَاتِهَا، وَالۡحَثُّ عَلَى لُزُومِ فِرۡقَةِ أَهۡلِ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ.
Amabakdu. Sesungguhnya pembicaraan tentang kelompok-kelompok bukan semata-mata cerita peristiwa sejarah yang hanya ditujukan untuk menelaah asal usul kelompok itu saja sebagaimana penelaahan peristiwa dan kejadian bersejarah yang telah lalu. Pembicaraan tentang kelompok-kelompok ini memiliki manfaat yang lebih agung daripada itu. Yaitu mewaspadai kejelekan kelompok-kelompok ini dan pemahaman barunya, serta anjuran untuk menetapi kelompok ahli sunah waljamaah.
وَتَرۡكُ مَا عَلَيۡهِ الۡفِرَقُ الۡمُخَالِفَةُ لَا يَحۡصُلُ عَفۡوًا لِلۡإِنۡسَانِ، لَا يَحۡصُلُ إِلَّا بَعۡدَ الدِّرَاسَةِ، وَمَعۡرِفَةِ مَا الۡفِرۡقَةُ النَّاجِيَةُ؟
مَنۡ هُمۡ أَهۡلُ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ، الَّذِينَ يَجِبُ عَلَى الۡمُسۡلِمِ أَنۡ يَكُونَ مَعَهُمۡ؟
وَمَنِ الۡفِرَقُ الۡمُخَالِفَةُ؟
وَمَا مَذَاهِبُهُمۡ وَشُبُهَاتُهُمۡ؟ حَتَّى يُحۡذَرُ مِنۡهَا.
Meninggalkan pemahaman kelompok yang menyimpang itu tidak akan terwujud secara sempurna bagi manusia dan tidak akan berhasil kecuali setelah mempelajari dan mengenal:
- Apakah golongan yang selamat itu?
- Siapakah ahli sunah waljamaah yang wajib bagi seorang muslim untuk bersamanya?
- Dan siapakah kelompok-kelompok yang menyelisihi? Apa mazhab dan syubhat mereka hingga harus diwaspadai?
لِأَنَّ مَنۡ لَا يَعۡرِفُ الشَّرَّ يُوشِكُ أَنۡ يَقَعَ فِيهِ، كَمَا قَالَ حُذَيۡفَةُ بۡنُ الۡيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: (كَانَ النَّاسُ يَسۡأَلُونَ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَنِ الۡخَيۡرِ، وَكُنۡتُ أَسۡأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنۡ يُدۡرِكَنِي، فَقُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا كنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللهُ بِهَٰذَا الۡخَيۡرِ، فَهَلۡ بَعۡدَ هَٰذَا الۡخَيۡرِ شَرٌّ؟ قَالَ: “نَعَمۡ”. فَقُلۡتُ: هَلۡ بَعۡدَ ذٰلِكَ الشَّرِّ مِنۡ خَيۡرٍ؟ قَالَ: “نَعَمۡ، وَفِيهِ دَخَنٌ”. قُلۡتُ: وَمَا دَخَنُهُ؟ قَالَ: “قَوۡمٌ يَسۡتَنُّونَ بِغَيۡرِ سُنَّتِي، وَيَهۡدُونَ بِغَيۡرِ هَدۡيِي، تَعۡرِفُ مِنۡهُمۡ وَتُنۡكِرُ”. فَقُلۡتُ: هَلۡ بَعۡدَ ذٰلِكَ الۡخَيۡرِ مِنۡ شَرٍّ؟ قَالَ: “نَعَمۡ، دُعَاةٌ عَلَى أَبۡوَابِ جَهَنَّمَ، مَنۡ أَجَابَهُمۡ إِلَيۡهَا قَذَفُوهُ فِيهَا”. فَقُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، صِفۡهُمۡ لَنَا. قَالَ: “نَعَمۡ، قَوۡمٌ مِنۡ جِلۡدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلۡسِنَتِنَا”. قُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا تَرَى إِنۡ أَدۡرَكَنِي ذٰلِكَ؟ قال: “تَلۡزَمُ جَمَاعَةَ الۡمُسۡلِمِينَ وَإِمَامَهُمۡ” فَقُلۡتُ: فَإِنۡ لَمۡ تَكُنۡ لَهُمۡ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ؟ قَالَ: “فَاعۡتَزِلۡ تِلۡكَ الۡفِرَقَ، وَلَوۡ أَنۡ تَعَضَّ عَلَى أَصۡلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدۡرِكَكَ الۡمَوۡتُ، وَأَنۡتَ عَلَى ذٰلِكَ”)
Karena siapa saja yang tidak mengenali kejelekan, dikhawatirkan dia akan terjatuh di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu: Dahulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan. Sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena khawatir akan mengenaiku.
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dahulu kami dalam keadaan jahiliah dan kejelekan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?”
Rasulullah menjawab, “Iya.”
Aku bertanya, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?”
Beliau menjawab, “Iya, namun padanya ada asap.”
Aku bertanya, “Apa asapnya?”
Beliau menjawab, “Suatu kaum yang mengambil jalan bukan dengan sunahku dan mengambil bimbingan bukan dari petunjukku. Engkau mengetahui ada kebaikan dari mereka dan engkau ingkari (munculnya kemungkaran dari mereka).”
Aku bertanya, “Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan?”
Beliau menjawab, “Iya. Ada dai-dai di pintu-pintu neraka jahanam. Siapa saja yang menyambut panggilan mereka, akan mereka lemparkan ke dalamnya.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, gambarkan mereka kepada kami.”
Beliau bersabda, “Baik. Suatu kaum dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengalami peristiwa itu?”
Beliau menjawab, “Tetaplah engkau bersama jemaah kaum muslimin dan pemimpin mereka.”
Aku bertanya, “Bagaimana jika tidak ada jemaah dan tidak ada pemimpin?”
Beliau menjawab, “Tinggalkan kelompok-kelompok itu walaupun engkau menggigit akar pohon hingga kematian menjemputmu dan engkau dalam keadaan itu.”[1]
فَمَعۡرِفَةُ الۡفِرَقِ وَمَذَاهِبِهَا وَشُبُهَاتِهَا، وَمَعۡرِفَةُ الۡفِرۡقَةِ النَّاجِيَةِ – أَهۡلِ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ – وَمَا هِيَ عَلَيۡهِ، فِيهِ خَيۡرٌ كَثِيرٌ لِلۡمُسۡلِمِ، لِأَنَّ هَٰذِهِ الۡفِرَقَ الضَّالَّةَ عِنۡدَهَا شُبُهَاتٌ، وَعِنۡدَهَا مُغۡرِيَاتُ تَضۡلِيلٍ، فَقَدۡ يَغۡتَرُّ الۡجَاهِلُ بِهَٰذِهِ الدِّعَايَاتِ وَيَنۡخَدِعُ بِهَا؛ فَيَنۡتَمِي إِلَيۡهَا، كَمَا قَالَ ﷺ لَمَّا ذَكَرَ فِي حَدِيثِ حُذَيۡفَةَ:
هَلۡ بَعۡدَ ذٰلِكَ الۡخَيۡرِ مِنۡ شَرٍّ؟ قَالَ: (نَعَمۡ، دُعَاةٌ عَلَى أَبۡوَابِ جَهَنَّمَ، مَنۡ أَجَابَهُمۡ إِلَيۡهَا قَذَفُوهُ فِيهَا). فَقُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، صِفۡهُمۡ لَنَا. قَالَ: (نَعَمۡ، قَوۡمٌ مِنۡ جِلۡدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلۡسِنَتِنَا).
Jadi mengenal kelompok, mazhab, dan syubhatnya, serta mengenal golongan yang selamat ahli sunah waljamaah dan jalannya ada kebaikan yang banyak bagi seorang muslim. Karena kelompok-kelompok sesat ini memiliki syubhat-syubhat dan penyimpangan yang menyesatkan. Orang-orang bodoh tertipu dan terkecoh dengan ajakan-ajakan ini, sehingga ia pun bergabung dengannya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dalam hadis Hudzaifah.
“Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan?”
Nabi menjawab, “Iya, ada dai-dai di pintu-pintu jahanam. Siapa saja yang menyambut ajakan mereka, akan mereka jebloskan ke dalamnya.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, gambarkan mereka kepada kami.”
Nabi bersabda, “Baik, suatu kaum dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita.”
فَالۡخَطَرُ شَدِيدٌ، وَقَدَ وَعَظَ النَّبِيُّ ﷺ أَصۡحَابَهُ ذَاتَ يَوۡمٍ – كَمَا فِي حَدِيثِ الۡعِرۡبَاضِ بۡنِ سَارِيَةَ -:
أَنَّهُ وَعَظَهُمۡ مَوۡعِظَةً بَلِيغَةً، وَجِلَتۡ مِنۡهَا الۡقُلُوبُ، وَذَرَفَتۡ مِنۡهَا الۡعُيُونُ. قُلۡنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوۡعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوۡصِنَا. قَالَ: (أُوصِيكُمۡ بِتَقۡوَى اللهِ، وَالسَّمۡعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنۡ تَأَمَّرَ عَلَيۡكُمۡ عَبۡدٌ؛ فَإِنَّهُ مَنۡ يَعِشۡ مِنۡكُمۡ فَسَيَرَى اخۡتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنۡ بَعۡدِي، تَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيۡهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمۡ وَمُحۡدَثَاتِ الۡأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحۡدَثَةٍ بِدۡعَةٌ، وَكُلُّ بِدۡعَةٍ ضَلَالَةٌ).
Jadi sangat berbahaya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasihat kepada para sahabatnya pada suatu hari sebagaimana dalam hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah. Bahwa beliau memberi nasihat yang amat mengena. Karenanya hati bergetar dan mata menitikkan air mata.
Kami berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasihat dari orang yang akan berpisah. Berilah wasiat kepada kami.”
Rasulullah bersabda, “Aku wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun yang memimpin kalian adalaah seorang budak. Karena siapa saja di antara kalian yang masih hidup akan melihat banyak perselisihan. Maka kalian wajib mengikuti sunahku dan sunah para khalifah yang lurus sepeninggalku. Pegang eratlah dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham. Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan.”[2]
فَأَخۡبَرَ ﷺ أَنَّهُ سَيَكُونُ هُنَاكَ اخۡتِلَافٌ وَتَفَرُّقٌ، وَأَوۡصَى عِنۡدَ ذٰلِكَ بِلُزُومِ جَمَاعَةِ الۡمُسۡلِمِينَ وَإِمَامِهِمۡ، وَالتَّمَسُّكِ بِسُنَّةِ الرَّسُولِ ﷺ وَتَرۡكِ مَا خَالَفَهَا مِنَ الۡأَقۡوَالِ وَالۡأَفۡكَارِ، وَالۡمَذَاهِبِ الۡمُضِلَّةِ، فَإِنَّ هَٰذَا طَرِيقُ النَّجَاةِ، وَقَدۡ أَمَرَ اللهُ – سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى – بِالۡاِجۡتِمَاعِ وَالۡاِعۡتِصَامِ بِكِتَابِهِ، وَنَهَى عَنِ التَّفَرُّقِ، قَالَ – سُبۡحَانَهُ -: ﴿ وَٱعۡتَصِمُوا۟ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذۡكُرُوا۟ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنًا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ١٠٣﴾.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan akan terjadinya perselisihan dan perpecahan. Beliau memberi wasiat ketika terjadi hal itu dengan tetap bersama jemaah kaum muslimin dan pemimpin mereka serta berpegang teguh dengan sunah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga dengan meninggalkan ucapan dan pemikiran yang menyelisihinya, serta mazhab yang menyesatkan. Karena jalan ini adalah keselamatan. Allah subhanahu wa taala telah memerintahkan agar bersatu, memegang teguh Alquran, dan melarang dari perpecahan.
Allah subhanahu berfirman yang artinya, “Dan berpeganglah kalian semua dengan tali Allah dan jangan berpecah belah. Ingatlah nikmat Allah kepada kalian ketika dahulu kalian bermusuhan lalu Allah satukan hati-hati kalian. Sehingga kalian menjadi bersaudara karena nikmat-Nya. Juga ketika kalian dahulu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah selamatkan darinya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran: 103).
إِلَى أَنۡ قَالَ – سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى -: ﴿ وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ تَفَرَّقُوا۟ وَٱخۡتَلَفُوا۟ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡبَيِّنَـٰتُ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ ١٠٥ يَوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسۡوَدُّ وُجُوهٌ ۚ﴾.
Sampai firman Allah subhanahu wa taala yang artinya, “Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah keterangan datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang amat besar. Pada hari itu, ada wajah-wajah yang putih berseri dan ada wajah-wajah yang hitam muram.” (QS. Ali ‘Imran: 105-106).
قَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا -: تَبۡيَضُّ وُجُوهُ أَهۡلِ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ، وَتَسۡوَدُّ وُجُوهُ أَهۡلِ الۡبِدۡعَةِ وَالۡفُرۡقَةِ.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Wajah-wajah yang putih berseri adalah wajah ahli sunah waljamaah. Wajah-wajah yang hitam muram adalah wajah ahli bidah dan furqah (perpecahan).”[3]
وَقَالَ – سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى -: ﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمۡ وَكَانُوا۟ شِيَعًا لَّسۡتَ مِنۡهُمۡ فِى شَىۡءٍ ۚ إِنَّمَآ أَمۡرُهُمۡ إِلَى ٱللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَفۡعَلُونَ ١٥٩﴾.
Allah subhanahu wa taala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka bergolong-golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Urusan mereka kembali kepada Allah kemudian Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka perbuat.” (QS. Al-An’am: 159).
فَالدِّينُ وَاحِدٌ، وَهُوَ مَا جَاءَ بِهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ لَا يَقۡبَلُ الۡاِنۡقِسَامَ إِلَى دِيَانَاتٍ وَإِلَى مَذَاهِبَ مُخۡتَلِفَةٍ، بَلۡ دِينٌ وَاحِدٌ هُوَ دِينُ اللهِ – سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى – وَهُوَ مَا جَاءَ بِهِ رَسُولُهُ ﷺ وَتَرَكَ أُمَّتَهُ عَلَيۡهِ، حَيۡثُ تَرَكَ ﷺ أُمَّتَهُ عَلَى الۡبَيۡضَاءِ، لَيۡلُهَا كَنَهَارِهَا، لَا يَزِيغُ عَنۡهَا إِلَّا هَالِكٌ.
Jadi agama Islam adalah satu saja. Yaitu apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agama ini tidak menerima adanya pembagian menjadi banyak agama dan bermacam-macam mazhab. Bahkan agama yang satu itulah agama Allah subhanahu wa taala. Itulah apa yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau telah meninggalkan umatnya dalam keadaan itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggalkan umatnya dalam keadaan terang benderang. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya kecuali ia binasa.
وَقَالَ ﷺ: (تَرَكۡتُ فِيكُمۡ مَا إِنۡ تَمَسَّكۡتُمۡ بِهِ لَنۡ تَضِلُّوا بَعۡدِي أَبَدًا؛ كِتَابَ اللهِ، وَسُنَّتِي).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
telah tinggalkan pada kalian apa yang apabila kalian pegang teguh maka kalian
tidak akan sesat setelahku selama-lamanya, yaitu kitab Allah dan sunahku.”[4]
[1] Diriwayatkan oleh:
- Al-Bukhari dalam Shahih-nya nomor 3606 dan 7084.
- Muslim dalam Shahih-nya nomor 1847.
- Ahmad secara panjang (5/386, 403), secara ringkas (5/391, 399), secara ringkas dengan lafal lain (5/404).
- Abu Dawud As-Sijistani nomor 4244, dengan ungkapan lain nomor 4246.
- An-Nasa`i di dalam Al-Kubra (5/17, 18).
- Ibnu Majah nomor 3979 dan 3981.
- Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya nomor 442, dengan lafal lain nomor 443 halaman 59.
- Abu ‘Awanah dalam Ash-Shahih Al-Musnad (4/474 dan 475).
- ‘Abdurrazzaq dalam Mushannaf beliau 20711 (11/341).
- Ibnu Abu Syaibah dalam kitab Al-Fitan 2449 dan 8960, 18961 dan 18980.
- Al-Hakim dalam Mustadrak beliau (4/432). Beliau menilai sanadnya sahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
[2] Diriwayatkan oleh:
- Ahmad dalam Musnad-nya (4/126), (4/127).
- At-Tirmidzi nomor 2676.
- Abu Dawud nomor 4607.
- Ibnu Majah nomor 42 dalam mukadimah.
- Ad-Darimi dalam Sunan-nya nomor 95.
- Ibnu Hibban dalam Shahih-nya nomor 5.
- Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (18/617, 618, 619, 622, 623, 624, 642).
- Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah nomor 86, 87, 88, 89.
- Ibnu Abu ‘Ashim dalam As-Sunnah nomor 54.
- Ibnu Baththah Al-‘Akbari dalam Al-Ibanah Al-Kubra 142 (1/305).
- Al-Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah nomor 81.
- Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam As-Sunnah halaman 21.
- Al-Baghawi dalam Syarh As-Sunnah nomor 205 dan tafsir beliau (3/209).
- Ath-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar (2/69).
- Al-Baihaqi (6/541).
- Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1/96-97).
[3] Al-Baghawi menyebutkannya di dalam tafsir beliau (2/87) dan Ibnu Katsir (2/87) cetakan Al-Andalus.
[4] Diriwayatkan oleh:
- Malik dalam Al-Muwaththa` (2/1899).
- Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1/93) secara tersambung dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan pula secara panjang tanpa kata “dan sunahku” oleh:
- Muslim nomor 1218.
- Ibnu Majah nomor 3074.
- Abu Dawud nomor 1905 dari hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu.
Dalam riwayat ini ada tata cara haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan khotbah beliau kepada mereka.
Be the first to leave a comment