Al-Imam Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani rahimahullah dalam kitab Ad-Durarul Bahiyyah berkata:
إِنَّمَا يَثۡبُتُ حُكۡمُهُ بِخَمۡسِ رَضَعَاتٍ.
Susuan yang menyebabkan hukum mahram hanyalah dengan lima susuan.
أَقُولُ: أَمَّا كَوۡنُ الرَّضَاعِ لَا يَثۡبُتُ حُكۡمُهُ إِلَّا بِخَمۡسِ رَضَعَاتٍ، فَلِحَدِيثِ عَائِشَةَ عِنۡدَ مُسۡلِمٍ وَغَيۡرِهِ أَنَّهَا قَالَتۡ: (كَانَ فِيمَا أُنۡزِلَ مِنَ الۡقُرۡآنِ عَشۡرُ رَضَعَاتٍ مَعۡلُومَاتٍ يُحَرِّمۡنَ ثُمَّ نُسِخَ بِخَمۡسِ رَضَعَاتٍ، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَهِيَ فِيمَا يُقۡرَأُ مِنَ الۡقُرۡآنِ).
Aku (Al-Imam Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani rahimahullah dalam kitab Ad-Dararil Mudhiyyah) berkata: Susuan yang menyebabkan hukum mahram hanyalah dengan lima susuan berdasarkan hadis ‘Aisyah riwayat Imam Muslim dan selain beliau, bahwa beliau mengatakan: Dahulu, di antara ayat Alquran yang telah diturunkan adalah sepuluh susuan yang diketahui yang dapat menyebabkan hubungan mahram. Kemudian dinasakh dengan lima susuan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan masih ada yang membaca itu sebagai bagian Alquran.[1]
وَلِلۡحَدِيثِ طُرُقٌ ثَابِتَةٌ فِي الصَّحِيحِ؛ وَلَا يُخَالِفُهُ حَدِيثُ عَائِشَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (لَا تُحَرِّمُ الۡمَصَّةُ وَلَا الۡمَصَّتَانِ) أَخۡرَجَهُ مُسۡلِمٌ وَأَحۡمَدُ وَأَهۡلُ السُّنَنِ.
Hadis ini memiliki banyak jalur yang sabit dalam kitab Shahih. Hadis ini tidak diselisihi oleh hadis ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu atau dua isapan susuan tidak menyebabkan hubungan mahram.”[2] Hadis ini dikeluarkan oleh Muslim, Ahmad, dan para penulis kitab Sunan.
وَكَذٰلِكَ حَدِيثُ أُمِّ الۡفَضۡلِ عِنۡدَ مُسۡلِمٍ رَحِمَهُ اللهُ وَغَيۡرِهِ؛ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (لَا تُحَرِّمُ الرَّضۡعَةُ وَالرَّضۡعَتَانِ، وَالۡمَصَّةُ وَالۡمَصَّتَانِ، وَالۡإِمۡلَاجَةُ وَالۡإِمۡلَاجَتَانِ).
Demikian pula tidak diselisihi oleh hadis Ummu Al-Fadhl riwayat Muslim rahimahullah dan selain beliau; Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu atau dua susuan, satu atau dua isapan, satu atau dua tetekan tidak menyebabkan hubungan mahram.”[3]
وَأَخۡرَجَ نَحۡوَهُ أَحۡمَدُ، وَالنَّسَائِيُّ، وَالتِّرۡمِذِيُّ مِنۡ حَدِيثِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ الزُّبَيۡرِ لِأَنَّ غَايَةَ مَا فِي هَٰذِهِ الۡأَحَادِيثِ أَنَّ الۡمَصَّةَ وَالۡمَصَّتَيۡنِ، وَالرَّضۡعَةَ وَالرَّضۡعَتَيۡنِ، وَالۡإِمۡلَاجَةَ وَالۡإِمۡلَاجَتَيۡنِ لَا يُحَرِّمۡنَ وَهَٰذَا هُوَ مَعۡنَى الۡأَحَادِيثِ مَنۡطُوقًا. وَهُوَ لَا يُخَالِفُ حَدِيثَ الۡخَمۡسِ الرَّضَعَاتِ لِأَنَّهَا تَدُلُّ عَلَى أَنَّ مَا دُونَ الۡخَمۡسِ لَا يُحَرِّمۡنَ.
Ahmad, An-Nasa`i, dan At-Tirmidzi juga mengeluarkan riwayat semisal hadis tersebut dari hadis ‘Abdullah bin Az-Zubair. Karena puncak kandungan hadis-hadis ini adalah bahwa satu atau dua isapan, satu atau dua susuan, satu atau dua tetekan tidaklah menyebabkan hubungan mahram. Ini adalah makna eksplisit dari hadis-hadis itu. Dan makna itu tidak menyelisih hadis lima susuan, karena hadis itu menunjukkan bahwa susuan kurang dari lima tidaklah menyebabkan hubungan mahram.
وَأَمَّا مَعۡنَى هَٰذِهِ الۡأَحَادِيثِ مَفۡهُومًا، وَهُوَ أَنۡ يُحَرِّمَ مَا زَادَ عَلَى الرَّضۡعَةِ وَالرَّضۡعَتَيۡنِ فَهُوَ مَدۡفُوعٌ لِحَدِيثِ الۡخَمۡسِ وَهِيَ مُشۡتَمِلَةٌ عَلَى زِيَادَةٍ، فَوَجَبَ قَبُولُهَا وَالۡعَمَلُ بِهَا وَلَا سِيَّمَا عِنۡدَ قَوۡلِ مَنۡ يَقُولُ: إِنَّ بِنَاءَ الۡفِعۡلِ عَلَى الۡمُنَكَّرِ يُفِيدُ التَّخۡصِيصَ، وَالرَّضۡعَةُ هِيَ أَنۡ يَأۡخُذَ الصَّبِيُّ الثَّدۡيَ فَيَمۡتَصُّ مِنۡهُ ثُمَّ يَسۡتَمِرُّ عَلَى ذٰلِكَ حَتَّى يَتۡرُكَهُ بِاخۡتِيَارِهِ لِغَيۡرِ عَارِضٍ.
Adapun makna tersirat dari hadis-hadis ini, yaitu bahwa susuan yang lebih dari satu atau dua dapat menyebabkan hubungan mahram, maka makna ini tertolak berdasarkan hadis lima susuan. Hadis lima susuan ini mencakup adanya tambahan makna, sehingga wajib menerimanya dan mengamalkannya. Terlebih menurut pendapat orang yang berkata: Sesungguhnya susunan fiil kepada kata nakirah memberikan faedah pengkhususan.
Menyusu adalah peristiwa mulut si bayi mengambil puting payudara lalu mengisapnya. Kemudian dia terus demikian sampai melepasnya dengan kemauannya sendiri tanpa ada paksaan.
وَقَدۡ ذَهَبَ إِلَى اعۡتِبَارِ الۡخَمۡسِ ابۡنُ مَسۡعُودٍ، وَعَائِشَةُ، وَعَبۡدُ اللهِ بۡنُ الزُّبَيۡرِ، وَعَطَاءٌ، وَطَاوُسٌ، وَسَعِيدُ بۡنُ جُبَيۡرٍ، وَعُرۡوَةُ بۡنُ الزُّبَيۡرِ، وَاللَّيۡثُ بۡنُ سَعۡدٍ، وَالشَّافِعِيُّ، وَأَحۡمَدُ وَإِسۡحَاقُ وَابۡنُ حَزۡمٍ، وَجَمَاعَةٌ مِنۡ أَهۡلِ الۡعِلۡمِ، وَقَدۡ رُوِيَ ذٰلِكَ عَنۡ عَلِيِّ بۡنِ أَبِي طَالِبٍ.
Yang berpendapat dianggapnya lima susuan adalah Ibnu Mas’ud, ‘Aisyah, ‘Abdullah bin Az-Zubair, ‘Atha`, Thawus, Sa’id bin Jubair, ‘Urwah bin Az-Zubair, Al-Laits bin Sa’d, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Ibnu Hazm, dan sekelompok ulama. Hal itu juga telah diriwayatkan dari ‘Ali bin Abu Thalib.
وَذَهَبَ الۡجُمۡهُورُ إِلَى أَنَّ الرَّضَاعَ الۡوَاصِلَ إِلَى الۡجَوۡفِ يَقۡتَضِي التَّحۡرِيمَ وَإِنۡ قَلَّ.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa susuan yang sampai ke perut mengakibatkan hubungan mahram, walaupun susuan itu sedikit.
[1] HR. Muslim nomor 1452, Abu Dawud nomor 2062, dan At-Tirmidzi nomor 1150.
[2] HR. Muslim nomor 1450, Abu Dawud nomor 2063, At-Tirmidzi nomor 1150, An-Nasa`i nomor 3310, dan Ibnu Majah nomor 1941.
[3] HR. Muslim nomor 1451 dan An-Nasa`i nomor 3308.
Be the first to leave a comment