At Tuhfah As Saniyah

ismail  

Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran, kitab agung penyempurna risalah sebelumnya. Cukuplah hal ini sebagai kemuliaan Bahasa Arab. Sebagai bahasa agama penutup, yang tidak akan diterima dari siapa pun selain Agama Islam. Islam agama keselamatan. Islam adalah pedoman. Wajib mempelajari islam bagi siapa saja yang menginginkan kebahagiaan dan keselamatan. Mempelajari Islam adalah mengkaji Al Quran dan As Sunnah, dengan pemahaman para shahabat dan generasi terbaik umat ini. Maka Bahasa Arab tidak bisa dipisahkan dari usaha ini.

Lisan (bahasa) yang Allah pilih adalah Bahasa Arab. Dengannya Allah menurunkan Al Quran yang agung. Allah subhanahu wa ta’ala juga menjadikannya sebagai bahasa penutup para nabi,  Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya kita katakan, ‘Sepantasnya bagi siapa saja yang mampu mempelajari Bahasa Arab untuk melakukannya, karena Bahasa Arab adalah bahasa yang paling utama.’ [Asy Syafi’i rahimahullah, dinukilkan dari Iqtidha Ash Shirathal Mustaqim (1/464)].

Ketika Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan kitab-Nya dengan Bahasa Arab, Allah pun mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan Al Quran dan As Sunnah dengan bahasa tersebut. Kaum muslimin yang pertama menyambut dakwah inipun berbicara dengan bahasa ini. Maka tidak ada jalan lain untuk mempelajari agama ini kecuali dengan belajar Bahasa Arab. Jadilah pengetahuan terhadap bahasa ini adalah bagian dari Agama Islam. [Syaikhul Islam rahimahullah, dinukilkan dari Iqtidha Ash Shirathal Mustaqim (1/464)].

Ilmu Nahwu dan Bahasa Arab termasuk Ilmu Agama Islam. Dengannya akan diketahui makna Al Quran yang agung. Demi Allah, perkara ini tidak ada yang mengingkarinya. Pengetahuan terhadap tata Bahasa Arab, memperbaiki lisan dalam pengucapannya, serta segala bentuk pelajaran bahasa ini untuk memahami tafsir Al Quran dan Hadis hukumnya adalah harus. [Ibnul Jauzi rahimahullah, dinukilkan dari Talbis Iblis 117].

Di antara kitab nahwu yang menyajikan pembahasan nahwu dengan mudah adalah Muqaddimah Al Ajurrumiyah bersama dengan kitab penjelasnya yang dikenal dengan At Tuhfah As Saniyah. Tentu bagi para penuntut ilmu tidak asing lagi terhadap dua kitab ini. Dua kitab yang mempermudah bagi pemula untuk memahami Bahasa Arab.

Muqaddimah Al Ajurrumiyah ditulis oleh Asy Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash Shanhaji rahimahullah. Lahir tahun 672 H, dan wafat tahun 723 H. Beliau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Ajurrum. Dari sebutan inilah nama kitab tersebut diambil, yaitu Muqaddimah Al Ajurrumiyah. Sebagian pendapat mengatakan bahwa ajurrum adalah bahasa Barbar yang bermakna, Al Faqir Ash Shufi atau seorang shufi yang miskin. Namun As Suyuthi rahimahullah menegaskan bahwa orang Barbar tidak mengenal kata itu, kecuali nama sebuah kabilah Barbar, kabilah Bani Ajurrum.

Adapun kitab syarah atau penjelas Al Ajurrumiyah yang dikenal dengan At Tuhfah As Saniyyah ditulis oleh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid rahimahullah, seorang ulama dari Mesir yang lahir pada tahun 1318 H. Secara harfiyah atau bahasa At Tuhfah As Saniyyah sendiri bermakna hadiah yang sangat berharga. Sebuah kitab penjelas yang sangat gamblang. Ungkapan yang mudah dipahami, dan ringkas, tidak menyebutkan perbedaan pendapat yang panjang. Ditambah lagi dengan penyajian contoh, sekilas i’rab atau penyebutan kedudukan sebuah kata, pertanyaan di akhir setiap bab, dan latihan-latihan yang sangat mempermudah bagi mereka yang benar-benar awal dalam menuntut ilmu. Kitab ini memang sangat bermanfaat bagi pemula, sekaligus referensi berharga bagi seorang ahli nahwu sekalipun.

Sebelum masuk penjabaran matan atau tulisan inti (Al Muqaddimah Al Ajurrumiyah), setelah kata pembuka, Asy Syaikh Penulis At Tuhfah menyampaikan semacam wawasan umum tentang maksud ilmu nahwu, tujuan, dan buah pembelajarannya. Juga disinggung orang pertama peletak kaedah nahwu, serta hukum mempelajarinya.

Dijelaskan oleh beliau rahimahullah, bahwa kata nahwu dalam Bahasa Arab memiliki banyak makna. Di antaranya bermakna arah. Orang Arab mengatakan, ‘Dzahabtu nahwa Fulan’, artinya Aku menuju arah Fulan. Bisa juga bermakna keserupaan atau kemiripan. Atas makna ini dalam penggunaannya seperti, ‘Muhammad nahwu Ali’, maksudnya, Muhammad mirip Ali. Adapun maksud nahwu menurut istilah para ulama adalah ilmu yang mempelajari kaedah-kaedah, dengannya akan diketahui hukum akhir setiap kata Bahasa Arab ketika tersusun (dalam kalimat), berupa i’rab (perubahan tersebut) atau bina’ (tetapnya keadaan akhir kata), serta segala yang mengikutinya.

Dari definisi di atas diketahui bahwa pembahasan nahwu adalah khusus lingkup Bahasa Arab. Adapun buah dari mempelajari ilmu ini adalah menjaga lisan dari kesalahan dalam pembicaraan berbahasa Arab, memahami Al Quran dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar. Karena Al Quran dan Hadis adalah dua pokok dan inti syariat Islam. Apabila dirunut dalam sejarahnya, pertama kali yang merumuskan kaedah-kaedah nahwu adalah Abu Aswad Ad Duali, atas perintah dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Demikian menurut pendapat yang masyhur. Adapun hukum mempelajari ilmu ini adalah fardhu kifayah, pada keadaan tertentu bisa berubah menjadi fardhu ain atas seseorang.

Setelah pemaparan di atas, Asy Syaikh penulis mulai masuk kepada inti pembahasan. Pembahasan awal adalah tentang kalam (kata). Yaitu makna kalam dan pembagiannya. Meliputi pembahasan tanda ism, fiil, dan huruf. Jenis kata dalam Bahasa Arab terbagi menjadi tiga ini, tidak ada yang keempat. Percakapan Bahasa Arab maupun yang tertulis tidak akan keluar dari tiga jenis tersebut. Dalam uraian yang ringkas dan mudah dipahami, Asy Syaikh penulis menyampaikan, bahkan lengkap dengan contoh-contohnya.

Pembahasan berikutnya adalah tentang I’rab. I’rab adalah perubahan keadaan akhir setiap kata karena adanya amil yang masuk padanya. Amil bisa kita artikan dengan sesuatu yang mempengaruhi kata tersebut. Pembagian i’rab dalam empat macam; rafa’, nashab, jar, dan jazm. Penulis menguraikan sama dengan metode sebelumnya, yaitu ringkas dan jelas, disertai contoh dari ayat, syair, atau selainnya. Melengkapi pembahasan ini adalah nawasib (amil penyebab nashab) dan jawazim (amil penyebab jazm). Pembahasan i’rab inilah inti pelajaran nahwu. Selesai dari bab i’rab ini boleh dikatakan telah selesai dari dua per tiga ilmu nahwu.

Selesai dari bab i’rab, Asy Syaikh penulis selalu menjelaskan tentang kata-kata yang kedudukannya rafa’, jenis, serta contohnya. Kemudian perincian jenis kata yang berkedudukan nashab, dan terakhir adalah isim yang berposisi jar atau khafdh, baik dengan huruf, atau idhafah, maupun sebagai tabi’. Inilah pembahasan terakhir dalam kitab yang selesai ditulis pada Bulan Ramadhan tanggal 27 tahun 1353 H ini. Ada beberapa istilah yang harus dipahami langsung dalam pembelajaran nahwu, bukan dalam gambaran singkat ini.

Memang, belajar nahwu sebagaimana disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Saleh bin Utsaimin rahimahullah, bahwa awalnya bagaikan pintu besi, sulit pertama kali memasukinya. Namun, apabila pintu telah terbuka akan gampang dan penuh kemudahan. [Kitab Al Ilmi (136)]. Benar, dengan kesungguhan dan tawakkal disertai doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, insya Allah akan dimudahkan. Belajar kitab At Tuhfah ini sampai selesai kemudian minimalnya mengulang tiga kali, insya Allah akan memiliki dasar ilmu nahwu yang lumayan.

Ya, sekali lagi memang butuh kesabaran dalam belajar nahwu. Sebagian orang semangat belajar di awalnya saja, lalu putus di tengah jalan. Beberapa kali belajar nahwu namun selalu putus dan mengulangi dari awal. Inilah kendala terbesar, yaitu kurang fokus dan kurang serius, tidak ada keberlangsungan dalam belajar. Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran, dengannya kita bisa memahami Islam. Maka, kesungguhan dalam mempelajarinya perlu dipertahankan.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 68 vol.06 1440 H rubrik Maktabah. Pemateri: Al Ustadz Abu Muhammad Farhan.

Be the first to leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *